"Ma, Angela mau keluar sebentar ya."
Sore usai detensi terkutuk itu, Angela memutuskan menerima ajakan Roni untuk kencan. Roni mengatakan akan bolos dari latihan rutinnya di Sabtu malam. Angela baru tahu mengapa kekasihnya itu mengikuti latihan di malam minggu. Klub tak resmi tempatnya biasa bermain didominasi para jomblo tanpa gebetan, tanpa pacar, tanpa acara kencan di malam minggu. Untuk meredam perih menyaksikan para pasangan berkencan, mereka sepakat nongkrong bareng dan main basket. Para anggotanya berasal dari berbagai sekolah dan beberapa sudah kuliah. Roni yang baru pertama kalinya bolos tentu saja akan jadi bahan bully nantinya, menurut pengakuannya pada Angela.
"Sama siapa?" tanya Tantri yang tengah duduk di ruang makan bersama Budi, menikmati teh serta penganan di senja hari.
"Valdy." Angela berkata mantap, teringat bahwa ia telah memberi tahu rencana kencannya sedari siang pada tunangannya itu.
"Sudah dijemput?" tanya Budi. "Papa mau menyapanya sebentar. Tadi pagi kalian keburu pergi."
"Eh, dia nggak bisa datang. Biasa, lagi inspeksi restonya." Angela mengucapkan kebohongan dengan lancar dan merasa sangat berdosa seketika. "Angela jalan duluan, nanti pulangnya diantar."
"Oh." Kedua orangtuanya saling pandang dengan heran. "Papa yang antar ya. Masa naik bis?" Budi menawarkan.
"Nggak usah, Pa. Belum kesorean juga, Angela sendiri aja." Angela lalu menghampiri mereka dan memberi peluk cium.
"Masa pakai celana seperti ini, La? Yang anggun dong." Tantri memprotes pilihan pakaian Angela yang berupa jegging panjang dan blus putih berleher V dengan rimpel. Ia menambahkan kardigan untuk menutupi lengan yang terbuka.
"Nggak apa-apa, Ma. Valdy nggak keberatan kok." Yeah, sejak kapan juga lelaki itu peduli pada penampilan Angela? Beda cerita dengan Roni yang selalu memujinya dan malah tak suka jika Angela terlalu banyak memoleskan make up.
"Pulangnya jangan kemalaman, La." Tantri mengingatkan.
"Nanti Papa mau ngobrol dulu sama Valdy, La. Ingat ya."
Uh oh, asli gawat!
"Ya, Pa. Nanti ingetin lagi biar Angela nggak lupa."
Angela tersenyum manis dan berlalu dari hadapan orangtuanya. Kepalanya mulai ruwet memikirkan strategi apa yang harus dijalankannya nanti. Dengan cepat ia menelpon Valdy.
"Apaan, La?" Suara Valdy terdengar berat dan lesu.
"We have a situation here, Fiance!" Angela berjalan ke luar gerbang dengan langkah-langkah panjang. Ia berdesis saat mendengar Valdy menguap.
"Ceritakan."
***
Lady Purple.
Angela mengingat-ingat apakah resto yang dimasukinya adalah milik keluarga Valdy. Namun melihat dekornya yang ala-ala Prancis, sepertinya bukan. Ia celingukan mengamati sepanjang dinding berlapis kertas dinding ungu muda itu, setengah berharap akan menemukan foto Mirna atau Jagad, atau Valdy sebagai owner sah tempat nongkrong beken itu. tak ada. Ia mendesah lega dan berjalan ke salah satu meja yang ditunjuk oleh waitress berseragam ala maid. Saat ia disodori menu, ia menolak dan mengatakan akan menunggu kedatangan teman kencannya.
Roni datang lima menit kemudian, dengan memakai kaos distro dan celana pendek. Hanya dengan penampilan seperti itu, mampu membuat tiga gadis remaja di dekat pintu masuk menolehkan kepala jauh-jauh dan mengikuti gerakannya dengan mata berbinar penuh damba. Roni tersenyum lebar pada Angela, yang mendadak berubah gugup, terserang rasa tak percaya diri. Ia membalas senyum Roni, lalu melayangkan pandang ke sekitar, melihat ada lebih banyak mata yang mengamati mereka. Satu atau dua orang mencibir ke arahnya dengan terang-terangan.
Harusnya mereka tak kesini, karena tempat semacam ini bukanlah tempat untuk seorang Angela, pikirnya sedih.
"Hai." Ia menampilkan senyuman terbaiknya pada Roni yang telah duduk dan menatapnya dalam-dalam. "Kenapa ngeliatin aku seperti itu?" tanyanya saat melihat Roni telah menopangkan wajah di satu tangan untuk mengamatinya.
"Ini tadi murung." Roni mengulurkan tangan dan mencubit pipi Angela dengan gemas. "Jangan kira aku nggak lihat, La."
Angela tak menjawab, menyibukkan diri dengan menu yang disodorkan waitress. Ia memilih makanan ringan berupa wafel bertoping es krim dan segelas orange squash. Roni seperti biasa memesan kentang goreng berukuran jumbo dan jus jeruk. Waitress itu lalu pergi setelah mencatat pesanan mereka. Angela menatap lagi ke sekelilingnya dan menyadari masih saja ada yang mengamati mereka berdua dengan tampang menghina.
"Hei." Roni mengusap pipinya. "Ini kenapa? Insecure lagi? Hmm?"
"Kurang lebih." Roni memencet hidung Angela dan ia tertawa saat Angela menangkap tangannya. "Dimanapun kamu berada, kamu udah kayak selebriti, Ron."
"Ah, jangan dipikirin deh! Aku malah nggak suka dilihatin terang-terangan begitu. Nggak sopan!"
"Ya tapi…"
"La, kita kesini mau kencan, bukannya survey tentang 'berapa banyak cewek yang terpesona ketampanan Roni?'" Roni menurunkan tangannya dan menggenggam tangan Angela dalam kedua tangannya. "Kamu cantik. Apalagi kalau rambutmu diikat seperti ini." Roni mengulurkan tangan dan mengusap rambut Angela yang lurus dan hitam berkilau.
"Makasih." Angela tersenyum padanya. "Teman-temanmu nggak apa-apa kalau kamu bolos?" tanya Angela. "Mereka nggak minta upeti atau traktiran?"
"Traktiran. Pizza. Dasar lintah darat!" Roni merengut kesal. "Dari tadi mereka sudah ramai di grup, nyindir habis."
"Maaf, Ron."
"Kenapa minta maaf? Besok masih bisa ketemu mereka kok. Mereka aja yang lebay soal malam minggu." Roni mengamati wajah Angela. "Gimana tadi detensimu?"
"Ngapain nanya-nanya itu lagi?" Angela berubah galak seketika, membuat Roni spontan menyemburkan tawanya. "Haduhh… Ron! Tuh kan, keinget-inget lagi kan?"
"Oke. Oke." Roni menahan tawanya saat pesanan minuman mereka tiba. "Diademin dulu, Sayang."
Angela lalu membahas hal lain yang lebih menyenangkan, malas mengingat apapun tentang Valdy yang menjengkelkan. Roni bercerita tentang adiknya yang supermanja, dan Angela tertawa mendengar keluhannya. Senyum masih tercetak di wajahnya saat matanya menangkap sosok dua orang yang baru saja masuk ke dalam resto.
Demi bintang di surga, kenapa Karina dan Valdy bisa datang kesini juga?
"Kenapa, Sayang?" tanya Roni yang melihat Angela sudah membelalak lagi, lalu menolehkan kepala. Sedetik kemudian ia mengumpat. "Holy shit!"
Sosok Karina bergelayut manja di lengan Valdy. Ia tampak sangat menawan dalam gaun merah dan rambut digerai. Valdy yang tampak serius seperti biasa, tampak sibuk dengan ponselnya. Ia mengenakan kemeja slimfit dengan lengan tergulung dan celana pendek. Mereka belum melihat Roni dan Angela. Sedetik kemudian Angela merasakan ponselnya bergetar.
Valdy : Info2 kalo mau pulang, La. Nanti kujemput. Lagi dimana?
Angela tak membalasnya, lebih baik mereka tak bertemu. Malas menghadapi Karina.
"Ron, kita pergi?" tanya Angela pada Roni yang masih mengawasi dua sejoli di kejauhan, dengan antusias merekamnya sambil terkikik sendiri.
"Eh, kenapa pergi? Kan kita duluan yang datang. Makanan kita belum habis, La." Roni lalu meletakkan ponselnya.
"Ngapain direkam?"
"Biar gosip di sekolah nggak melulu membahas soal kita berdua, Sayang." Roni mencomot satu kentang goreng.
"Awas nanti kena detensi dari Valdy. Dia kan suka menyalahgunakan kekuasaan." Angela menghembuskan napas panjang.
"Enggak. Kali ini nggak bakal kena detensi. Percaya deh." Roni mengambil kentang lagi. "Mau?" Ia menyuapkannya pada Angela.
"Romantis banget kalian!"
Mereka berdua terlonjak mendengar suara cempreng Karina. Karina dan Valdy mendatangi mereka. Karina menyandarkan kepala di bahu Valdy, sementara Valdy sekilas tersenyum pada mereka berdua. Ia mengedikkan bahu dengan angkuh saat bertatapan dengan Angela, seolah berkata "Oh, ternyata tunangan gue disini juga."
Hihhh…
"Hai, Rin. Hai, Pak Valdy." Angela dan Roni kompak menyapa.
"Sudah lama?" tanya Valdy berbasa-basi.
"Lumayan, Pak." Roni menjawab antusias. "Akhirnya kalian jadian?"
Angela menyenggol kaki Roni dari bawah meja, namun Roni mengabaikannya dan malah menggenggam tangan Angela di atas meja.
"Nggak."
"Ya!"
Angela menyemburkan tawa tanpa bisa menahannya mendengar jawaban yang berbeda itu. Valdy terlihat memalingkan wajah, sementara Karina mulai berang dengan wajah memerah.
"Oh… Saya menyinggung hal sensitive ya?" Roni berdeham, terlihat sama gelinya dengan Angela. "Maaf."
Angela menelungkup di atas meja dengan tubuh terguncang menahan tawa, tak mampu menatap wajah Karina atau Valdy tanpa tertawa keras-keras.
"Kita ke meja sana, Val." Karina menarik lengan Valdy menjauh. Valdy mengangguk pada mereka, kembali melirik tajam pada Angela, dan berlalu. Dari balik punggungnya, Karina melayangkan sumpah serapah tanpa suara ke arah Angela dan Roni yang terkikik.
"Udah deh, Ron!" Angela memperingatkan Roni yang kembali merekam mereka dengan semangat.
"Satu kali lagi, La. Untuk jaga-jaga."
Ponsel Angela bergetar. Valdy kembali mengiriminya pesan.
Valdy : Jika video itu sampai di grup gosip sekolah, siap-siap detensi lagi.
Angela : Iyaaaaaaaaaaaa
"Ronnn…. Nanti didetensi lagi!"
"Iya. Iya." Roni lalu meletakkan ponselnya dengan decak tak puas.
Valdy : Attitude, La.
Angela : Diem, Om! Dasar pedofil!
Angela melirik Valdy di kejauhan begitu pesannya terkirim. Sedetik kemudian ia melihat Valdy tersentak dan memalingkan kepalanya, memelototi Angela.
Angela : Nggak usah sesangar itu deh, Om. Kyak lagi nahan diare aja.
Valdy menutup wajah dengan satu tangan, hanya mengangguk menanggapi ocehan antusias Karina di depannya.
Angela : Stop ngirimin gue chat. Ganggu orang kencan aja! Attitude, Om!
Valdy : HEI!!!
Angela meletakkan ponsel di dalam tasnya, dan melambai pada Valdy yang memandangnya sengit dari kejauhan. Dasar pengganggu!
***