Chereads / Lorex 19 / Chapter 30 - Takut akan kehilangan

Chapter 30 - Takut akan kehilangan

Air mata Angela, tiada henti mengalir saat memeluk pemuda itu dengan sangat erat. Sembari menyetir, ia sempatkan untuk mengelus kepalanya secara perlahan. Terkadang Roki mengecup keningnya. Sementara itu, Profesor Xenom duduk di atas dashboard sembari menatap mereka berdua. Dari cara ia mengelusnya saja Propesor itu sudah tau, bahwa ia sangat menyayanginya. Langit senja mulai terlihat, sudah saatnya bagi Roki dan Jhon mengaktifkan mode terbang.

Sebab, ketika langit sudah mulai senja para zombie dan monster mulai aktif mencari makan. Apalagi saat malam, para zombie dan monster lebih ganas dan agresif dibandingkan di waktu fajar. Meskipun daya terbang hanya mencapai ketinggian 20 m itu sudah cukup.

Kedua sumbu roket kecil, pada bagian depan membuat truck naik secara perlahan lalu di sambung oleh dua sumbu berikutnya. Roda secara perlahan mulai terlipat, berganti dua sayap dan sumbu roket belakang sebagai pendorong layaknya pesawat jet.

Berkat arahan dari Sang Profesor, Roki dapat mengemudikannya. Angin yang berhembus cukup kencang, lalu kedua kaca mobil ditutup rapat-rapat. Waktu tempuh untuk sampai ke kota Dolten yaitu sekitar dua hari. Kedua truck itu melayang secara perlahan, sembari menikmati indahnya langit senja.

"Kenapa Kak Roki lama sekali?" tanya Angela.

"Maaf, pasti kamu mengalami hal sulit selama menungguku."

"Angela pikir, Angela tak akan bisa bertemu dengan Kak Roki lagi. Jika itu terjadi, Angela enggak punya siapa-siapa lagi," ucapnya kembali berlinang air mata.

"Sudah jangan menangis. Dengar, sampai kapan pun aku tidak akan pernah meninggalkanmu Angela. Juga, tidak akan aku biarkan satu pun makhluk menyakitimu." tukasnya sembari ikut berlinang air mata.

"Kamu bilang pada Angela agar tidak menangis. Tapi, sendirinya malah menangis bagaimana kamu ini," kata Sang Profesor.

"Berisik! Aku tidak menangis, mataku kelilipan," timbalnya sembari mengusap air matanya. "Angela ada rahasia penting yang ingin aku sampaikan padamu."

"Rahasia apa kak?"

"Tapi ingat, jangan beritahu siapapun."

"Siap kak, Angela berjanji."

"Kamu yakin memberitahunya?" tanya Profesor meyakinkan keputusannya.

"Iya aku yakin. Sebab, hanya mereka berdua yang aku percaya. Lagi pula, cepat atau lambat mereka akan tau dengan sendirinya, jadi percuma saja. Soal Jhon akan kuberitahu sendiri bila waktu yang tepat."

"Baiklah, semoga kamu tidak menyesal dengan keputusanmu, nak."

Roki menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskan secara perlahan. Jantungnya berdetak begitu kencangnya, dia pun melirik kesana-kemari diselimuti rasa ragu. Dia khawatir sewaktu ia berbicara, salah satu penumpang gelap menguping pembicaraannya. Seandainya itu terjadi, bisa-bisa perjalanan menuju kota Horizon semakin sulit.

Profesor pun mengerti akan rasa takut dan keraguan yang sedang dia alami. Beliau pun memberitahu, bahwa ruang kemudi kedap suara dan juga sistem pada Genix selalu beroperasi setiap saat, sehingga dirinya tak perlu takut jika di sadap dan sebagainya.

Roki pun mulai memberitahu, bahwa dirinya bukan manusia berasal dari zaman ini melainkan manusia berasal dari tahun 2020. Gadis kecil itu terdiam, kedua matanya tak berkedip sembari menatap ke depan lalu ia pun tertawa dan mengira bahwa apa yang di katakan Roki hanyalah gurauan belaka. Kemudian Roki pun berkata, bahwa apa yang ia katakan adalah sungguh-sungguh.

Melihat sorot mata yang menatap tajam akhirnya gadis kecil itu percaya, lalu ia terdiam seribu bahasa. Cerita pun berlanjut, kini ia mulai menceritakan saat sebelum kedatangannya ke zaman ini dimulai dari jatuhnya benda aneh di halaman depan rumah Satoshi tempat dia tinggal.

Benda yang dimaksud adalah Genix, tangan besi yang terpasang di lengan kirinya. Hanya saja, dia tidak memberitahu secara detail mengenai Genix khawatir terjadi hal yang tidak di inginkan. Tiga cairan hitam masuk ke dalam tubuhnya, hingga ia sampai di sebuah kota mati atau orang di zaman ini menyebutnya dengan reruntuhan kuno.

"Jadi kakak berencana untuk pulang?"

"Iya tentu saja, siapa juga yang mau tinggal di zaman ini penuh dengan ancaman." ucapnya asal ceplos.

Gadis itu terdiam, ia memikirkan apa yang Roki sebelumnya bahwa ia tak akan pernah meninggalkannya. Namun, mendengar sebuah fakta yang lelaki itu ucapnya ia kembali bersedih. Karena cepat atau lambat, Roki akan benar-benar meninggalkannya untuk selamanya. Air mata kembali membasahi pipinya, ia tak sanggup membayangkan hari-hari sulit tanpa adanya Roki di sisinya.

Bagi Angela, Roki adalah cahaya bulan menyinarinya dalam gelap. Tanpa adanya cahaya bulan, ia merasa kesepian dalam gelap. Sekuat apapun ia menahannya, dia tetaplah seorang gadis kecil yang cengeng dan haus kasih sayang. Apa,lagi dia adalah turunan Van Heliks satu-satunya yang masih hidup setelah kematian kakaknya. Kemudian, dia menekan sebuah tombol merah samping kemudi untuk mengaktifkan auto pilot. Dia pun memeluknya dengan cukup erat.

"Apa kamu tidak, dengar apa yang barusan aku katakan? Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, apapun yang terjadi."

"Bukanya kakak bilang akan pulang?" tanya gadis itu sembari meneteskan air mata.

"Iya itu benar, tapi hanya sebentar. Bila urusanku selesai, aku janji akan kembali." Sembari mengusap rambutnya.

"Aku sayang kakak," ucapnya sembari mempererat pelukkannya.

Wajahnya yang imut, ketika ia mengatakannya membuat jantung Roki seketika berhenti. Pertamakali dalam hidupnya, ia tersenyum sangat lebar dari biasanya. Mulutnya terbuka lidahnya menjulur bagaikan seekor anjing. Kemudian dia menepuk wajahnya, sembari menyadarkan dirinya bahwa ia bukanlah pria yang seperti itu.

Seketika raut wajahnya menjadi datar, saat melihat Profesor dari tadi menahan tawa. Kemudian dia menepuk wajahnya sendiri, menyembunyikan rasa malu di balik telapak tangannya.

"Ah, masa muda. Sudahlah jangan malu, pernikahan usia dini di zaman ini biasa," ujar Sang Profesor.

"Jangan dengarkan dia Angela, sesat dia."

"Apa kakak tidak ingin menikahiku?"

"Dengar gadis kecil, dunia ini sangat luas. Dari pada kamu memikirkan pernikahan, lebih baik nikmati masa mudamu untuk berpetualang. Sebelumnya pernah kukatakan, jika ingin menikahiku kamu harus punya tinggi badan sepantar denganku."

"Hmmm..."

"Dasar kids zaman now, semangat!" ucapnya sembari mengusap kepalanya.

Pernikahan, bukanlah sesuatu yang mudah di dapat hanya dengan ijab kabul. Butuh pemikiran yang matang, dari kedua pihak karena ini menyangkut seumur hidup. Dari tingkahnya saja, pemuda itu sudah tau bahwa ia terlalu dini dalam melakukan pernikahan. Kecuali, jika usianya minimal menginjak 17 tahun mungkin saat itu juga ia langsung menikahinya. Apalagi di zaman ini tidak ada tuntutan aneh-aneh dari Sang Calon mertua.

Gaji di atas UMR (Upah Minimum Rupiah), baju loreng dan PNS (Pegawai Negeri Sipil) idaman para mertua dan juga mahar yang aneh-aneh. Uang di atas segalanya, bahkan hukum pun bisa di beli walau zaman ini tak jauh berbeda bahkan lebih buruk. Cinta dan kebaikan di anak tirikan, Tuhan pun dilupakan. Bedanya, selagi ia bertanggung jawab dalam bertahan hidup restu pun mudah di dapat. Andaikan kebijakan terbalik ia dapatkan di zamannya mungkin jalannya pernikahan terasa lebih mudah.

Memang uang bukanlah segalanya, tapi segalanya membutuhkan uang. Sebuah fakta yang menyakitkan yang harus kaum adam pikul di setiap zaman. Pada akhirnya harga diri seseorang di ukur hanya dengan selembar uang. Kemudian Roki mengambil dua Bagscan dalam saku mantelnya.

"Ini PM100 dan senjata peninggalan kakakmu. Senjata milikmu, aku dapatkan di dalam gudang senjata. Tak kusangka mereka menyimpannya di sana, beruntung sisa baumu masih menempel, jadi aku bisa menemukannya," ucapnya sembari memberikan Bagscan pada kedua tangannya.

"Gudang senjata mereka bagaikan harta karun," kata Profesor.

"Ha.ha.ha itu benar Profesor, tiga puluh persen uang, lima belas persen senjata, sepuluh persen peralatan, tiga puluh persen makanan dan amunisi kita curi. Bahkan aku dapatkan senjata idamanku sendiri," ucapnya sembari menepuk-nepuk saku celana kirinya.

"Baterai 800.000 volt satu kotak telah kita dapatkan," timbal Sang Profesor.

"Wah, Angela jadi penasaran ingin melihatnya."

"Sabar, nanti setelah kita antar para budak ini ke kota Dolten akan ku perlihatkan."

Radar menangkap sinyal tanda bahaya. Lima buah misil meluncur dengan cepatnya mengejar dua truck yang di kendarai olehnya dan Jhon. Mereka berdua menambah kecepatan, lalu mengecoh kelima misil tersebut dengan formasi terbang menyilang. Guncangan yang hebat, membuat para penumpang gelap mulai ketakutan. Termasuk Roki dan Angela di selimuti rasa panik setiap kali menghindari kejaran misil.