Melinda seperti menjadi diri vampir-nya sepenuhnya. Begitu dia minum darah pagi itu, dia merasa pandangannya sebagai seorang vampir benar-benar mengental. Tapi baru kemarin dia hidup sebagai manusia, jadi dia tidak merasa dia benar-benar berubah. Selain karena ingatannya masih utuh, perasaannya saja yang berbeda. Dia mengikuti jalan pikir sebagai vampir, namun tidak merasa purba juga dengan manusia.
"Apa kau bodoh? Bukan begitu caranya." Melinda menggerutu menyaksikan Sven memposisikan tali kekang pada kuda. Sven bertanya-tanya dalam hati. Tolonglah, mereka kan vampir. Kenapa perlu naik kuda kalau bisa terbang dan berpindah tempat seketika?
Sven juga akan kehabisan kata-kata mendengar Ratu-nya yang anggun baru saja mengatainya bodoh. Kapan terakhir kali dia di sumpahi? Mungkin tujuh puluh tahun yang lalu? Setelah itu Ratu-nya bersikap sebagaimana seorang Ratu untuk bangsa vampir.
"Kita tidak bisa pergi berburu untuk sementara waktu. Dan darah tidak enak kalau disimpan terlalu lama." sayang sekali ini bukan abad 21 dunia 'modern'. Tidak bisa di simpan di kulkas atau di simpan di kantung. Dia tidak tahu dimana perjalanan ini akan berhenti, pun kapan, jadi sudah jelas untuk perjalanan jauh seperti ini dia harus berhemat. Tidak semua tempat tersedia hewan dan darah segar. Mungkin dia bisa membeli darah di tukang daging, tapi itu harus menunggu sampai dia tiba di kota lain lagi. Terutama karena, Melinda dan pengikutnya tidak meminum darah manusia. Beberapa vampir ada yang menjadi pasangan dengan manusia lalu menerima darah dan memberi afeksi, tergantung ketertarikannya.
Tapi itu jarang terjadi karena terlalu menyiksa dan beresiko dalam berbagai sisi. Pokoknya, Melinda pernah hidup sebagai manusia. Baik saat dia pertama jadi vampir atau kali kedua seperti sekarang, jadi akan sulit untuknya minum darah manusia. Untuk bisa menemui peradaban manusia seperti ini saja perlu waktu enam hari. Dia berlari tanpa henti, sementara Sven terbang dengan wujud kelelawarnya. Tetap saja, kalau bisa duduk diam, kenapa harus berdiri?
Si pengurus kuda yang kudanya di beli, melihat pasangan pelancong yang tampak kesulitan memasang perlengkapan. Dengan baik hati pengurus kuda itu menawarkan diri untuk bantu memasang tali. Orang mana mereka, sampai pasang tali kekang saja tidak bisa? Dia membantu mengikat dua kuda itu pada wagon.
Dia agak khawatir juga apakah mereka bisa mengendalikan kuda-kuda ini. Di tambah, kedua orang ini tidak terlihat memilik pengawal. Beruntung barang bawaan mereka tidak banyak, menurunkan kemungkinan untuk mereka jadi incaran para perampok. Isi wagonnya hanya beberapa kotak berisi botol jus tomat....
"Terimakasih." Melinda tersenyum di balik jubahnya. Yang terlihat hanya bibir merah dan kulit pucatnya saja. Si tukang kuda punya firasat mata wanita itu pastilah indah, namun sayang mata itu terhalang bayangan jubah.
"Aku sarankan untuk membeli lebih minuman dan makanan untuk di pejalanan." tukang kuda itu melirik ke dalam wagon dan menyadari selain kain, botol, dia tidak melihat senjata untuk sekedar membela diri. "Kalian juga sebaiknya beli senjata atau menyewa pengawal bayaran guna berjaga-jaga."
"Terimakasih, tapi seperti yang kau lihat, bawaan kami tidak banyak karena kami tidak akan pergi jauh."
"Baiklah kalau begitu." Setahunya kota selanjutnya masihlah jauh tapi si tukang kuda tidak bisa berkata apa-apa lagi. Terserahlah, nasib mereka di perjalanan bukan urusannya.
Melinda naik dan duduk di dalam wagon, masih dengan senyum tercetak di bibinya. Vampir tidak perlu tidur, tapi melihat matahari siang benar-benar melumpuhkan semangatnya dan membuatnya malas. Dia membiarkan Sven jadi kusir.
"...Er, apa kau yakin kau bisa mengendalikan kudanya..?" sekali pun si tukang kuda tidak peduli, dia khawatir kalau wagon ini menabrak toko di sekitar. Nanti dia yang disalahkan karena kuda-kuda itu berasal darinya.
Sven yang duduk di kursi sais, mengabaikan si tukang kuda yang sudah membuatnya terlihat tidak kompeten di depan sang Ratu. Dia lalu mengaktifkan kekuatannya dan dengan lancar kuda-kuda itu melangkah perlahan.
Di gerbang, dua penjaga memeriksa surat perjalanan antar kota/wilayah dan menanyakan identitas keduanya. Namun sebelum bertanya lebih dalam, dua penjaga itu mengangguk tiba-tiba dengan tatapan kosong lalu kembali ke tempatnya masing-masing, membiarkan Sven berlalu.
Di belakang, Melinda melambaikan tangan pada si tukang kuda sebelum berbaring di wagon setelah mereka meninggalkan gerbang kota.
Melinda terbangun ketika sore. Wagon mereka melewati kawasan hijau yang luas. Dengan langit biru dan angin sore yang menyapu wajahnya, Melinda berpikir bahwa perjalanan ini tidak buruk juga. Tidak heran kenapa orang-orang dahulu sangat menantikan liburan dan sangat suka berwisata. Berbeda dengannya yang menghabiskan hari libur dengan berbaring di kasur setelah bekerja tanpa henti seminggu sebelumnya.
"Minum-minum sepertinya boleh juga." dengan itu dua botol darah terbang di udara. Satu sampai di tangannya, satu lagi di kirim pada Sven di kursi kemudi. Karena mereka berangkat dari perkampungan manusia, mereka berangkat di siang hari. Setelah ini, mereka akan melanjutkan perjalanan di malam hari karena itu lebih sesuai dengan keadaan mereka yang merupakan vampir.
Sven yang sudah setengah mengantuk seketika terjaga begitu sebotol darah datang ke kursinya. Sudah lama sekali sejak dia benar-benar bekerja sebagai kepala pelayan, kini begitu dia kembali melayani sang Ratu, banyak kekurangan dan kesalahan yang dia lakukan.
"Ehm, mohon maaf, Ratu." suara itu terdengar seperti gumaman, tapi Melinda mendengarnya dengan jelas.
"Jangan di buang botolnya. Kalau kita berhenti di sungai, kau cuci botolnya untuk di pakai lagi."
"Saya mengerti."
Sebenarnya menyimpan darah di dalam botol di luar ruangan terdengar tidak higienis. Tapi kekuatan Sven memungkinkan untuk membuat darah-darah ini tetap segar meski pun waktunya terbatas. Selagi menikmati waktu sore dan minumannya, Melinda membuka peta benua Sunniva. Saat ini mereka berada di selatan hutan Stockard, hutan dimana menara Melinda berdiri. Kota yang tadi mereka singgahi adalah Kota Lamont, berada di bawah kekuasaan Negara Paxton. Lamont lebih besar dari sebuah desa namun terlalu kecil untuk di sebut kota. Mereka akan bergerak terus ke tenggara melewati Kota Knut, menyebrangi batas wilayah barat provinsi Lamont menuju Tyrell, Ibukota Paxton.
"Ratu, apakah sekarang engkau akan memberitahu saya inti dari perjalanan ini?"
"Hm, aku belum tahu. Yang penting sekarang adalah untuk menemukan tempat untuk menetap lebih dulu. Aku tidak mau hidup nomaden." Melinda menyembunyikan niat sebenarnya untuk 'berbuat baik'. Kata-kata itu keluar dari mulur seorang vampir, terdengar aneh.
"Noma.. apa?"
"...Pokoknya, setelah kita sampai di ibukota, seperempat dari hartaku akan dicairkan dan di simpan di bank Tyrell. Kalau kita menemukan tempat yang pas, kita menetap. Kalau tidak, kita akan menyebrang perbatasan menuju Kekaisaran. Seperempatnya akan di simpan di bank di Odessa. Di sana banyak area kosong yang belum di kembangkan. Mending aku beli saja untuk koleksi properti pribadi."
"..Aku mengerti." Ratunya menghabiskan hidupnya selama ini di kastil, bagaimana bisa dia terdengar mengetahui banyak hal? Sven mendadak dirinya harus bekerja keras untuk bisa menjadi orang andalan sang Ratu.
"Ratu tidak perlu khawatir. Aku akan mempelajari peradaban manusia dengan tangkas dan menyeluruh."
"Bicara apa kau, sebelumnya kan kau manusia."
Sven berdehem. "Sudah lama sekali, dan peradaban manusia sudah berkembang cukup jauh."
"...Hm, sepertinya begitu." untuknya, perkembangan manusia sudah melewati batas akal. 'Canggih' adalah sebutannya. Jadi melihat keadaan di dunia ini sekarang, singkatnya sedikit payah. Meski pun di sisi tertentu dunia ini lebih mengagumkan. Sihir, vampir, hal-hal yang disebut 'fantasi' adalah realita disini.
Melinda menghabiskan tetes terakhir dari botol. Dia hendak bersiap berbaring lagi saat suara Sven terdengar.
"Ratu, ada perkampungan di depan."
"Apa?" Melinda mengintip ke depan dan melihat sebuah gerbang yang terbuat dari kayu terlihat. Jaraknya jauh, tapi dengan pengelihatannya, dia bisa melihatnya tanpa halangan. Sekitar 5 kilometer lagi.
"Wajar untuk sebuah desa tidak terekam di peta."
"Apa kita akan berhenti?"
"Kita tidak sedang buru-buru. Ada baiknya nikmati saja."
"Saya mengerti. Ratu silahkan kembali istirahat."
Si kunyuk ini, dia sarkatis atau apa? Sejak tadi dia kan memang tidak melakukan apa-apa.
Menjelang malam, wagon mereka baru memasuki desa. Jalan yang berkerikil dan berkelok-kelok membuat perjalanan ini jadi lebih lama. Desa itu tidak memiliki penjaga sama sekali, namun kedatangan wagon mereka di sambut beberapa orang. Tak lama, kepala desa menyambut mereka. Setelah Melinda bertukar sapa dan memberi bayaran untuk tinggal semalam di penginapan sana, kepala desa meninggalkan mereka. Anak-anak desa keluar dari rumahnya begitu mendengar ada pendatang. Mereka melirik tertarik pada wagon mereka namun karena isi barang yang di bawa begitu sederhana, ketertarikan itu hilang seketika. Tentu saja, kebanyakan harta dan perhiasan Melinda di simpan di cincin yang kini dia kenakan. Modelnya seperti cincin logam biasa, namun cincin ini bisa menyimpan objek dalam jumlah besar. Uang yang kini dia pegang hanya beberapa ratus keping perak untuk transaksi sementara.
Sven, setelah melihat wagon dan mengendarai kuda seharian kini berhenti terkejut saat melihat pondok kecil yang diberi judul 'penginapan' ini.
"Apa mereka menipu kita?" gumam Sven.
"Mereka sepertinya membangun desa ini belum lama." kata Melinda sambil berjalan memasuki pondok. Dinding bangunan kecil itu terbuat dari lapisan bambu. Dari luar pondok ini beratapkan jerami, jadi Melinda baru tahu kalau langit-langitnya di tutupi kayu yang cukup kokoh saat ke dalam. Terdapat dua kamar dan satu ruang penerimaan kosong. Tidak ada kursi, meja, atau perabotan sejenisnya. Kamar mandi? Tidak usah di cari, kalau perlu mungkin mereka harus ke sungai. Tempat ini di sebut pondok mungkin karena sedikit lebih baik daripada rumah gubuk yang berdiri di sekitarnya. "Sepertinya sebelumnya mereka tinggal berpindah-pindah."
"Sven, periksa keadaan sekitar."
"Siap, Ratu." seketika Sven menghilang.