Melinda dan anak kecil yang baru keluar dari lubang itu saling bertatapan. Anggota kekaisaran Odessa, kebetulan macam apa ini? Takdir? Omong kosong!
Dengan jengkel Melinda memanggil Sven dengan segenap perasaannya. Membuat yang di panggil datang seketika dengan perasaan takut dan bulu kuduk berdiri.
"..Ratu..," Sven bersimpuh, tidak mengerti akan kesalahannya, namun instingnya dengan cepat menangkap keberadaan satu mahluk asing di kamar Ratu-nya.
"Manusia rendah tidak tahu diri, beraninya kau diam di kamar Ratu...!" mata Sven berkilat seketika. Dari tangannya keluar aliran listrik yang siap menyengat begitu di lepaskan.
[Hentikan.]
Sven nampak terkejut namun elektrik di tangannya segera lenyap. Melihat ekspresi Melinda yang gelap saat menatapnya, Sven kembali ke bersimpuh.
[Lihat pekerjaanmu, kau bilang sudah memeriksa menyeluruh? Lihat lubang itu!] Melinda tidak ingin protesnya di dengar orang lain, jadi dia menggunakan pikirannya.
Sven yang menyadari hal itu seketika keringat dingin. Dirinya sendiri tidak tahu ada lubang di sana.
"Ratu, aku telah berdosa. Ratu tolong hukum saya!"
"Bangun."
Tanpa kata Sven bangun dan berdiri di sisi ranjang Melinda. Keduanya lalu memusatkan perhatian pada si anak kecil yang sejak tadi memperhatikan dengan tatapan tertarik.
"Sebutkan namamu." kata Sven dengan aura dingin yang kentara, mengirimkan dingin ke pori-pori siapa saja yang berhadapan dengannya. Ah, tapi aura itu mental seketika begitu mendekati si anak kecil.
Bagi anak itu, yang bisa dia lihat dan rasakan adalah, seorang Paman asing muncul tiba-tiba dan sikapnya galak. Tapi yang pasti Paman ini takut dengan Kakak cantik di sisinya.
"...Kiselan." kata anak itu setelah beberapa saat. Mungkin ini kali pertama dia menyembunyikan namanya. Dia merasa kalau orang di depannya tahu nama lengkapnya, dia akan di buang.
Kakak di depannya memicingkan mata, berpikir. Meskipun berkerut, wajah itu tetap cantik. Kiselan terus menatap sampai pipinya memerah. Dalam hidupnya tidak pernah dia melihat perempuan secantik ini, bahkan Ibu kekaisaran dan orang-orang di istana tidak bisa menandinginya. Kiselan segera menunduk.
"Aku tidak tahu kekaisaran Odessa punya anak bernama Kiselan?" kata-kata itu membuat Kiselan membeku seketika. Kepalanya berpikir cepat mencari cara jalan yang memungkinkan untuknya selamat. Bagaimana orang di depannya tahu dia anggota keluarga kekaisaran? Meskipun rambutnya berwarna perungu, selain matanya, tidak ada yang mencirikan identitas anggota kekaisaran. Lagi, mata miliknya tidaklah semerlang anggota kerajaan, hanya mata biru biasa. Di tambah, dia kini berada di Paxton. Kemungkinan orang yang tahu identitasnya adalah... orang kekaisaran juga. Mungkinkah dua orang di depannya adalah mata-mata? Tidak heran, si Paman itu muncul tiba-tiba, mungkin mereka penyihir? Ah, tapi kakak di depannya meminum darah.... mungkinkah mereka spesies istimewa?
"..A-a-aku bukan anak istimewa... ibuku membenciku dan membuangku dari istana." Kiselan mulai panik, air matanya mengalir, namun semakin dia bicara, pikirannya justru semakin tenang karena kakak di depannya tidak bereaksi sama sekali. "Saudara tiriku takut posisinya terancam jadi aku di-di buang..."
Setelah dia bicara, hanya ada keheningan yang mengisi.
Dalam hati Melinda berpikir, apa mungkin Adrion punya saudara? Tapi siapa tahu justru Emperor Adrion di masa depan adalah anak di depannya?
"Beritahu nama lengkapmu."
Kiselan, karena identitasnya sudah di ketahui, dengan pasrah menyebutkan namanya. "Istvan En Kiselan."
"...Mmm, siapa Emperor yang sekarang itu, ya...," Melinda menggoyangkan botolnya sambil berpikir keras. Darah di dalamnya yang tinggal sedikit berayun seirama ayunan.
"E-emperor yang sekarang Emperor Jory."
"..Jory? Itu nama yang.. tidak biasa." biasanya sebutan anggota kekaisaran terdengar rumit. Nama itu juga terdengar sederhana.
Mendengar reaksi yang di berikan si kakak cantik di depannya, Kiselan bernapas lega. Kelihatannya mereka tidak kenal dengan Emperor Jory. Mengesampingkan si kakak cantik yang tahu identitasnya, mereka sepertinya bukan kiriman kekaisaran.
"Jadi Emperor adalah ayahmu?"
"I-ibuku di bawa ke kerajaan setelah aku lahir, ayahku orang lain... dan-dan setelahnya ibuku meninggal, Emperor menikah lagi dan, dan punya anak."
Dengan kata lain, anak di depannya adalah anggota kekaisaran namun tanpa darah kerajaan yang mengalir, sudah pasti posisinya di kekaisaran tidak jelas. Tapi kalau terjadi sesuatu pada Putra Mahkota/ anak kandung Emperor, bisa jadi posisi berharga itu jatuh ke tangan Kiselan. Tapi anak di depannya memiliki darah suci dan mata biru selayaknya anggota kekaisaran. Melinda yakin bahkan anak di depannya ini sendiri tidak tahu kalau dalam darahnya mengalir darah suci. Dia mungkin meragukan originnya, dan yakin kalau dirinya bukan keturunan kerajaan. Melinda menyadari kalau masa lalu anak kecil di depannya lebih rumit dari ujian MPTN. Tapi kekaisaran Odessa? Ah, kalau dia ketahuan menyembunyikan dan menyimpan anggota kerajaan yang hendak di singkirkan, tidak hanya akan manarik perhatian, mungkin gerakan pemusnahan akan dijalankan oleh orang lain dan di lakukan lebih awal dari waktu yang di perkirakan.
Meskipun dari jawaban Kiselan, Melinda lima puluh persen yakin anak ini bukan Emperor Adrion. Sebenarnya Adrion, Jory, bukan nama asli, melainkan gelar. Melinda tidak bisa mempertaruhkan dirinya untuk masa depan yang asing. Lebih baik dia menyingkirkan masalah sebelum berkembang. Ya, ya... Tapi kalau anak di depannya adalah Emperor Adrion, hmm, Melinda mungkin akan di buru setelah anak ini tumbuh besar kalau dia menyerahkannya ke istana. Kalau Melinda membunuhnya, dan ternyata dia bukan Adrion, dia berarti membunuh orang tidak bersalah. Dirinya tidak akan bisa hidup tenang.
[Ratu, ada yang datang.]
[Kau urus.]
[Sesuai perintahmu, Ratu.]
Sven menghilang tiba-tiba, tak berapa lama suara pintu di gedor terdengar.
Sven membuka pintu, menyambut dua orang penjaga yang tidak asing di pintu masuk.
"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Sven dengan kening berkerut. "Mungkin anda tidak lihat ini jam berapa? Mungkinkah anda tidak punya jam?"
Penjaga 1 menahan kekesalannya dan minta maaf. Dia sadar orang yang bisa mendiami pondok ini pasti membayar cukup besar. "Kami mohon maaf atas keributan yang terjadi."
"Oh, maksudmu kebakaran itu?"
"Ya?" Penjaga 1 seketika curiga. Lokasinya memang tidak jauh, tapi kalau tidak ada yang memberitahu, orang tidak akan sadar soal kebakaran karena efeknya tidak sampai kemari.
"Darimana anda tahu itu kebakaran?"
Sven yang kelepasan segera berkeringat dingin, karena di balik dinding, dia merasa Ratu-nya kini melotot padanya.
"Dengan semua keributan itu, kau pikir aku akan diam! Demi ketenangan istirahat Ratu-ku, aku keluar dan bertanya pada orang yang berlarian!"
Bergitu rupanya, si Penjaga 1 kemudian paham. Memikirkan pria di depannya yang datang bersama seorang perempuan, dia pasti sangat mencintainya. Bahkan di hadapan orang asing pun dia tidak malu menyebutnya sebagai Ratu. Benar-benar cinta yang mendalam.
"Kami minta maaf karena sudah mengganggu istirahatmu. Lalu, kami sedikit malu mengatakannya. Tapi kalau ada anak kecil yang tersasar kemari, tolong beritahu kami."
"Anak kepala desa biasa duduk di rumah, namun karena siluman yang mengganggu pikirannya, anak ini jadi sedikit liar." timpal penjaga 2.
"Apa! Siluman macam apa yang mendiami anak kecil!" Sven yang tadinya akting, mendadak jadi serius. Siluman! Omong kosong apa itu!
"Ya, karena siluman ini berbahaya, kami berusaha untuk tidak menyebarkan berita ini pada sekitar. Tapi karena anak ini melarikan diri, kami terpaksa membukanya. Kami harap anda mengerti."
"Hmph! Kalau aku bertemu siluman itu, aku akan mengoyaknya!"
"Ya, ya. Silahkan anda kembali istirahat." si Penjaga 1 dan 2 tampak segera ingin pergi. Kelihatannya orang di depannya terobsesi dengan hal supranatural? Ada baiknya mereka berhenti bicara sekarang.
"Apa kami boleh memeriksa pondok anda? Anak ini pandai bersembunyi, anda tahu. Bahkan kebakaran itu di sebabkan oleh siluman dalam dirinya yang mengamuk.. kami hanya ingin memastikan."
Saat itu, terdengar suara lenguhan dari dalam kamar.
"Emmm, sayang, ada apa?" pintu dibuka, Melinda yang berselimutkan selendang mengusap kedua matanya. Keberadaannya begitu kontras dengan keadaan pondok itu. Seperti dewi yang turun dari langit dan mendarat di kandang domba. "Kenapa ribut sekali? Aku tidak bisa tidur ahh!! Sejak tadi aku terus terbangun gara-gara suara yang berisik!"
"K-k-kami minta maaf. Nyonya, mohon maaf, kami hanya ingin memeriksa."
"Memeriksa apa! Kalau mau lakukan dengan cepat! Aku tidak tahan dengan suara sekecil apapun saat tidur!" bahkan dalam keadaan marah perempuan itu terlihat cantik.
"Hei, sebaiknya kita keluar saja. Mereka tidak terlihat seperti menyembunyikan anak itu." si penjaga 2 berbisik. "Mereka bahkan tidak punya pengawal. Kita bisa mengawasi wagon mereka dan menghentikan mereka kapan saja."
"Nyonya silahkan kembali istirahat. Kami minta maaf atas gangguannya." penjaga 1 akhirnya setuju. Kedua penjaga itu segera meninggalkan pondok. Sementara Sven, yang mendengar sang Ratu bilang 'sayang', merasa darahnya di kuras habis.
[Seret kakimu kemari.]
"S-segera, Ratu." dalam hari Sven menyerapahi dirinya sendiri. Dia benar-benar tidak berguna, sampai membuat Ratu-nya bersandiwara dan bilang s-s-s-sayang pada dirinya yang rendahan ini.
Keduanya kembali masuk ke kamar, dimana anak kecil yang jadi sumber masalah malam ini tengah duduk berlutut di tengah kamar.
"Aku tahu kau tidak bisa kembali ke istana Odessa untuk sementara waktu." kata Melinda setelah keadaan di sekitarnya kembali tenang. Lalu dengan enteng dia melemparkan sekantung koin ke lantai. Di dalamnya emas dan perak berkilau, namun Kiselan tidak langsung menerimanya.
"Kami bisa membantumu melarikan diri dari desa ini. Tapi kami tidak bisa membawamu serta karena akan berbahaya juga." dengan ini, kalau anak di depannya ternyata Emperor Adrion, Melinda tidak akan jadi incaran karena sudah mengabaikannya. Malah, dia mungkin akan berterimakasih. Dan Melinda juga bisa terbebas dari semua kerepotan ini.
Kiselan tahu dia tidak bisa pergi bersama mereka. Tapi melihat dua orang ini tidak menyerahkannya dan malah berniat membantunya, Kiselan merasa berat untuk pergi. Selain ibunya, tidak pernah ada yang peduli padanya seperti ini.
"..T-tapi kau punya kekuatan. Kau bahkan bisa menghilang.." Namun hal itu tidak berarti keduanya kuat, Kiselan sadar hal itu. Mendadak air mata menggenang dan air mata jatuh perlahan.
"A-aku minta maaf. Kakak, aku bisa melakukan apa saja." Kiselan mengangkat wajahnya yang memerah dan penuh dengan air mata. "Aku biasa bersih-bersih, aku bisa melayani dengan baik. Aku tidak bisa memasak, tapi aku sangat cepat belajar, hiks, ibuku memujiku karena kepintaranku," sambil mengoceh, air mata tidak berhenti membanjir keluar. Dengan tersendat-sendat dia terus berusaha meyakinkan. "Aku tidak akan mengganggumu, aku tidak akan bicara, aku akan berusaha untuk tidak membuatmu kesal. Aku bisa melakukan apa saja asal kau mengajari satu dua kali. Hiks, aku tidak punya tempat untuk pergi, meski pun aku pergi, aku akan diburu dan di buang lagi-dan lagi. Kakak, tolong jangan buang aku."
Melinda yang berdiri mendengarkan merasa hatinya sakit melihat anak di depannya menangis. Begitu kecil, tapi sudah mengalami hal semenyedihkan ini. Ah, tapi kenapa anak ini bilang di buang? Melinda tidak pernah memungutnya sejak awal...
"..Kakak satu-satunya yang baik padaku. Kakak, hiks, aku berjanji akan melakukan apa saja. Saat besar nanti aku tidak akan melawan perintahmu. Aku akan jadi anak baik, tolong jangan lepaskan aku.." bayangan saat dirinya di buang dan di pukuli kembali terlintas. Saat dirinya kelaparan di istana, diabaikan, bahkan di ejek para pelayan. Tatapan dingin Emperor, kematian ibunya yang tidak lazim, kesedihan dan kesengsaraan yang dia alami selama ini kembali merasukinya. Lalu ketika dia menerima pertolongan kakak di depannya, rasa hangat mengisi hatinya, sama seperti senyum ibunya yang penuh kehangatan ketika mereka masih hidup berdua di sisi kota.
"...Ratu-ku sudah bermurah hati padamu. Beraninya meminta jantung saat diberi hati..!" Sven berpikir untuk menyerahkan anak ini saja pada para penjaga. Dia akan berpura-pura untuk menemukan anak ini, ya, ya, dia bisa melakukannya.
Tapi Melinda menghentikannya.
"..Kau bilang kau tidak akan membantah perintahku dan akan melakukan apa saja?"
Melinda menarik seringai indah. Bagus, bagus sekali. Kalau seperti itu, tidak perduli identitas asli dan masa depan anak di depannya seperti apa, dia tidak akan rugi. "Aku tidak bisa menerima ucapanmu sebagai jaminan. Kalau kau berani, ayo ikat kontrak denganku."