Chapter 4 - 1.4

Yudha melihat kelakuan Reihan dengan mata penuh benci. Setelah saling mengenal begitu lama. Yudha sedikit melupakan sifat acuh Reihan karena tidak sering bertemu. Melihat bagaimana Reihan tidak peduli dan acuh pada dirinya sendiri, Yudha hanya mendesah pasrah.

"Ingatlah untuk dekat dengan ponselmu. Aku akan menghubungimu setelah bertemu Dena."

"Hmm…"

Yudha mendesah dan keluar dari kamar Reihan. Kamar Reihan ada di lantai 3. Dia menggunakan lift untuk naik dan turun. Sampai di lantai bawah, kakinya melangkah ke mobil yang dia kendarai sendiri.

Kepalanya memiliki sedikit migran saat dia menjauh dari area Villa. Yudha tidak habis pikir, jika bukan karena Reihan adalah teman baiknya, bagaimana dia bisa kejam pada dirinya sendiri dengan keluar di tengah malam yang dingin.

Yudha sibuk dengan pikirannya dan tidak menyadari bayangan hitam yang datang dari kanan mobil. Bayangan hitam itu mengenai mobil dan terjatuh begitu saja. Menimbulkan bunyi yang sangat keras. Yudha begitu terkejut. Dia mengerem mobil dan keluar dengan kecepatan tercepat.

Dihadapannya, seorang gadis yang menggunakan kedua tangannya menopang tubuh. Dia berusaha berdiri. Wajahnya ditutup oleh rambut panjang dan tidak membiarkan orang lain melihatnya.

Gadis itu tidak mengeluarkan suara apapun. Dia hanya dengan gigih mengangkat dirinya. Dengan tangan yang mengeluarkan darah, dia terus mencoba berdiri. Yudha mengerutkan alis. Kemarahan, kebingungan dan kekhawatiran melintasi wajahnya.

"Nona, anda terluka. Biarkan saya membantu anda."

Yudha tidak kuasa menahan kegelisahan dihatinya. Dia menghampiri gadis itu. Tangannya baru saja terulur saat dia berhenti 10 cm jauhnya. Dia melihat wajah cantik gadis itu dengan mata takjub. Gadis itu terlihat sangat baik. Dia berdehem menyesuaikan suasana hati. Dia melihat gadis itu menggeleng pelan dengan mata kosong penuh keputusan.

"Nona, ini juga salah saya karena tidak memperhatikan jalan."

Gadis itu tetap menggeleng dan berusaha berdiri. Tidak lama, bulir air jatuh dari matanya. Dia melihat ke depan dengan kosong. Tepat pada sepasang kruk yang tergeletak dijalan.

Sebagai dokter, Yudha tentu mengetahui apa itu. Kruk, sebuah alat bantu jalan yang sering digunakan satu atau dua untuk mengatur keseimbangan tubuh. Cara penggunaannya disandarkan pada ketiak dan ada juga yang disandarkan pada lengan.

Yudha sering mengingat jika penggunaan kruk ini memiliki tujuan lain selain membantu orang berjalan. Dengan kruk seseorang dapat meningkatkan rasa percaya diri karena mengurangi ketergantungan kepada orang lain dalam berjalan.

Bagaimana gadis itu menikah bantuannya mungkin terkait dengan harga diri dan percaya dirinya. Yudha tidak yakin. Bahkan jika karena kedua alasan itu, seharusnya dia tidak menolak permintaannya untuk membantu.

Yudha berdiri dan menghampiri kruk yang ada di jalanan. Gadis itu tidak mencoba berdiri, sejak awal setelah jatuh, dia tidak berusaha berdiri. Dia hanya berusaha bergerak ke jalanan untuk mengambil tongkat bantu untuk dia berjalan.

Kawasan ini masih merupakan tanah milik Reihan. Tidak banyak yang menggunakan jalan dilingkungan ini. Memikirkannya, Yudha tidak bisa berandai-andai jika gadis itu melewati jalanan ramai dan mengalami hal serupa. Apakah ada orang baik yang akan menolongnya. Dengan wajahnya yang cantik, banyak orang akan memiliki perasaan jahat dulu sebelum baik padanya.

Yudha mengambil kruk dan kembali ke gadis itu. Dia melihat kaki gadis itu normal dan tidak memiliki perban, gips atau apapun. Indikasi penggunaan kruk antara lain digunakan oleh pasien dengan kelemahan kaki, pasca amputasi, fraktur bawah, terpasang gibs dan pasca pemasangan gibs. Tali, gadis ini tidak memperlihatkan satupun dari indikasi itu untuk menggunakan kruk.

Yudha memberikan kruk. Seperti mendapat permen. Gadis itu menerima kruk dan menggunakannya. Yudha berjaga dibelakang, dia merasa gadis itu akan jatuh saat berikutnya.

Dan begitu saja, gadis itu baru saja berdiri dan ingin memberi salam padanya ketika salah satu kruk miliknya patah. Dia kehilangan keseimbangan dan jatuh. Yudha dengan tanggap menopang gadis itu.

"Nona, apakah perlu untuk mengantarkan anda pulang?"

Gadis itu sepertinya juga kehabisan pilihan. Sejak awal, dia tidak ingin merepotkan orang lain. Jadi dia menolak bantuan Yudha untuk berdiri. Lagipula, dia menggunakan alat bantu dan tidak bisa berdiri dengan sempurna. Akan merepotkan jika Yudha hanya membantunya untuk berdiri. Sekarang kruk miliknya patah. Matanya yang tidak memiliki sinar semakin redup. Ketika dia mendengar kata-kata Yudha. Dia mengangguk dengan kosong. Dia tidak peduli.

"Dimana alamat rumah mu?"

Gadis itu berkedip kosong. Rumah, dia memilikinya. Rumah yang sepi dan tidak ada siapa-siapa. Rumah itu, dimana?!

Dia melihat dengan kosong pada Yudha. Kepalanya sedikit menggeleng tidak tau.

Yudha merasa kesal dan lucu. Dari sejak dia berkomunikasi dengan gadis ini. Dia tau gadis ini tidak bisa berjalan dengan baik dan tidak akan bicara. Dia memiliki belas kasihan untuk gadis ini dan berniat mengantarnya. Dia tidak tega gadis ini terluka.

"Bagaimana dengan ponsel? Nomor orang rumah?"

Gadis itu mengangguk tenang. Dia hafal nomor saudara laki-lakinya.

"Bagus, berikan padaku." Yudha memberikan telapak tangannya pada gadis itu, meminta ponsel.

Gadis itu bingung. Dia ingin memberitahu nomor telepon bukan memberikan ponsel. Dia keluar tanpa membawa apapun hari ini dan tersesat. Dengan kebingungan, gadis itu membuka dan menutup mulutnya dengan susah payah.

"Aku tidak mengerti." Jika itu bahasa isyarat mungkin Yudha akan sedikit menangkapnya.

"Rumah temanku didekat sini. Mari ke sana sebentar dan mengobati lukamu. Kemudian mencari rumah mu?"

Gadis itu menurunkan kepala. Sepertinya berpikir. Saat kepalanya kembali diangkat dia mengangguk dengan tenang.

"Bagus."

Yudha membantu gadis itu duduk di kursi co-pilot. Lalu mengemudi kembali ke Villa Reihan. Mobilnya kembali parkir di tempat sebelumnya. Pertama dia keluar dari mobil dan membantu gadis itu keluar. Dia memasukkan gadis itu ke rumah dan menempatkan dia pada sofa lantai pertama. Dia dengan buru-buru mengambil tas dokter dan kotak p3k dari mobil.

Hanya tidak tau, saat dia sibuk mengambil alat di mobil. Reihan turun ke lantai dasar dengan kesal. Dia mendengar mobil masuk, mengetahui itu mungkin temannya dan ingin mengajaknya minum beberapa teguk anggur. Baru saja dia memiliki mimpi aneh lagi. Mimpi itu tidak bisa terlalu dia ingat.

Reihan turun dengan tangga dan melihat seseorang duduk di sofa. Reihan melihat orang itu dari belakang. Orang itu memiliki tubuh kecil, rambutnya panjang hitam sedikit berantakan. Ada sebuah kruk di sampingnya.

Reihan ingat dia tidak memiliki teman seperti ini. Wajahnya masih dingin dan kaku. Tapi rasa kesal dihatinya meningkat.

"Apa yang kau lakukan disini!" Reihan bicara dengan suara dingin dan membekukan.

Gadis itu bergetar terkejut. Dia menggerakkan kepalanya perlahan dan melihat seseorang di atas tangga. Tiba-tiba kepalanya berdenyut. Penolakan yang kuat dia rasakan dalam hatinya. Dia mengambil kruk dan berjuang mengangkat dirinya pergi. Dia baru berdiri dan jatuh. Kepalanya sedikit mengenai meja dan menjadi biru. Dia sepertinya tidak peduli dan tidak merasakan sakitnya. Dia masih berusaha untuk pergi.

Reihan yang awalnya kesal melihat ini menjadi tidak bisa dijelaskan. Dia tidak tau bagaimana gadis ini bisa begitu takut ketika melihatnya. Reihan bahkan sangat terkejut ketika mengetahui ternyata orang yang duduk di sofanya adalah seorang gadis. Dia akan kembali bicara saat langkah kaki tidak beraturan masuk ke dalam.

Yudha dengan kedua tangan terisi melihat gadis itu berjuang pergi. Dia sangat terkejut dan menjatuhkan semua barang-barang miliknya.

"Berhenti, apa yang kamu lakukan?!!"

Yudha panik dan tidak sengaja mengeluarkan nada tinggi. Gadis itu sepertinya terkejut. Dia melihat Yudha dengan bingung. Tapi seolah-olah dia memiliki iblis dibelakangnya, dia masih berusaha untuk pergi.

"Hei, luka mu terbuka. Tenanglah, obati dulu, ya."

Yudha merasa tidak berdaya saat itu. Dia tidak tau apa yang terjadi. Dia membantu gadis itu berdiri. Kepala gadis itu terus menggeleng dan matanya lembab penuh air mata. Yudha merasa hatinya sakit. Seorang dengan wajah cantik yang bahkan bisa mengalahkan tokoh hiburan memiliki wajah putus asa penuh air mata membuat orang tidak sanggup.

Yudha melirik ke belakang dan terkejut menemukan Reihan berdiri di tangga melihat mereka. Dia tidak peduli dengan mata mengejek Reihan saat dia dengan marah mengembalikan gadis itu ke sofa.

"Kamu, bajingan! Apa yang kamu lakukan pada gadis ini?!!"