"Budak?"
Arasha mengangguk. "Budak. Lo harus turutin semua perintah gue selama dua bulan tanpa terkecuali."
Mendengar hal itu, Arland tertawa terbahak-bahak. Dia menggeleng, mengejek Arasha. "Lo pikir gue butuh lo?! Seenaknya aja menfaatin keadaan." Dengusnya kesal.
Arasha mengendikkan bahunya acuh. Dia memiliki senjata lain untuk bisa mengabulkan keinginannya sendiri. "Lo gak mikirin Dylan? Dia mati-matian belain lo. Dia bahkan berani jadiin dirinya jaminan. Berkali-kali dia ikut dihukum gara-gara lo. Berhenti egois, kali ini masalahnya gak sepele. Lo bisa kena kasus. Dan gue yakin Dylan bakal belain lo mati-matian."
Dylan, kelemahan Arland.
Setidaknya Arasha mengetahui fakta itu. Bahwa Dylan adalah seseorang yang sangat berarti untuk Arland.
Hidup Arland adalah Dylan, kakaknya. Dia sangat menyayangi Dylan, sebagaimana sebaliknya.