"Apa kau tidak bekerja dengan benar?!"sentak Alaric sambil mencekram kerah kemeja milik Seorang dokter muda bernama Elardio Hengkara. Dokter muda itu menjadi sasaran amarah Alaric yang meletup-letup layaknya popcorn. Alaric sudah menyudutkannya pada dnding rumah sakit,meskipun begitu pria yang biasa dipanggil Elard itu tidak kesal sedikitpun. Baginya,ini bagian dari resiko pekerjaannya.
"Saya sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan Nyonya Zeas,"geram Elard dengan mata tajam menusuk kedalam netra coklat terang Alaric. Dia tidak kesal,tetapi dia ingin Alaric sadar bahwa yang dilakukannya salah.
"Al,sudahlah...."Nyonya Cashel datang melerai keduanya sedangkan yang lain sudah masuk menangisi Nyonya Zeas.
"Tapi Mom Zeas tidak mungkin meninggal semudah itu,kemarin dia bahkan tersenyum kepadaku Mom!"bentak Alaric dengan cekraman yang semakin mengencang membuat Elard sulit bernafas.
"Al,kau harus menerima kenyataan."Nyonya Cashel memegang lengan Alaric berusaha melepas tangan putranya dari Elard.
Alaric jatuh lemas setelah melepaskan Elard. Dia terduduk pasrah di lantai rumah sakit yang terasa sangat dingin. Matanya menatap gadis yang juga sedang terduduk diam di depannya,itu Rosea. Dilihatnya Rosea sedang menatap ayahnya yang tengah memeluk jasad istrinya. Gadis itu tidak menangis sedikitpun,dia hanya terdiam dengan ekspresi kecewa yang mendalam,entah kepada siapa rasa kecewa itu ditujukan.
Nyonya Cashel memegangi pundak putranya berusaha menenangkan. Nyonya Zeas sudah seperti ibu kedua bagi Alaric,Nyonya Cashel tau betul itu. Sifatnya yang sama dengan Rosea membuat Alaric merasa nyaman dengan mereka tanpa merasakan beban marganya yang terasa berat.
Di sisi lain,Darren memeluk Mom Gale yang juga ikut menangis melihat wajah pucat Nyonya Zeas. Dia berusaha menopang Mom Gale yang sudah sangat lemas hampir pingsan ditempat jika saja tidak ditahan oleh dirinya. "Kita duduk dulu ya?"tanya Darren sambil menuntun Mom Gale menuju salah satu kursi di depan Alaric. Darren yang selalu dingin itu mulai luruh seakan matahari melelehkannya. Dia ikut menangis meskipun tidak histeris. Pria itu merasa sangat terpukul namun tetap harus memikirkan kondisi sekitarnya. Darren Gale memang orang yang sangat bijak sesuai dengan arti namanya. Dia sangat mampu mengontrol situasi seburuk apapun itu.
Ditengah tangisan mereka,Rosea keluar dari ruangan dengan wajah tanpa ekspresi. Matanya kosong tak menyiratkan apapun,langkah kakinya melangkah tanpa tujuan. Gadis itu kehilangan semangat hidupnya. Dia kehilangan hal berharga yang dimilikinya.
"Ternyata menangis tak semudah yang dipikirkan,"gumamnya.
Dunia Rosea seakan runtuh detik ini juga. Baru ditinggal beberapa saat saja dia sudah merindukan Mom Zeas,bagaimana dia bisa bertahan untuk kedepannya? Tanpa gadis itu sadari,langkah kakinya telah mengantarkan Rosea ke rooftop rumah sakit. Dia merasakan hembusan angin di cuaca yang cukup dingin.
"Mom,aku berhasil mengikuti perintahmu untuk tidak menangis di depanmu, Mom..."gumamnya. Matanya menerawang ke langit biru yang tertutup awan tebal. Pasti Mom Zeas sudah berada di surga, Kan?
Rosea menatap kendaraan yang lalu-lalang di bawah sana. Tak terasa kakinya sudah terangkat menuju sekat pembatas. Jiwanya seakan menghilang bersama dengan kesadaran yang Rosea miliki. Dia kosong,bagaikan kertas putih tanpa sedikitpun coretan pena.
Sampai akhirnya,salah satu kaki indah milik Rosea menapak di udara. Dia ingin terbang bersama dengan burung dan membawanya menuju nirwana untuk bertemu dengan ibunya.
***
Darren masih berusaha menenangkan Nyonya Gale yang masih terpukul,bagitupun dengan Alaric. Dia berusaha mengontrol dirinya agar tidak mengamuk. Ingin sekali dia mengumpati tuhan karena telah mengambil Mom Zeas dari mereka,tetapi untung saja tingkat kewarasan Alaric masih ada. Daripada mengumpati sesuatu yang tidak ia percaya,Alaric memilih pergi mencari tempat untuk merokok.
Darren yang melihat adik satu harinya pergi tentu saja langsung menyusul,dia taku Alaric akan menghajar Elard habis-habisan. "Kemana kau akan pergi?"Darren bertanya.
"Rooftop,mau ngerokok. Join?"ajak Alaric. Dengan berat hati Darren akhirnya mengikuti Alaric menuju rooftop rumah sakit ini. Karena lift sedang dalam masa perbaikan,mau tidak mau mereka harus melalui tangga darurat yang memakan waktu lebih lama.
"By the way,My Rose kemana tadi?"tanya Darren saat keduanya tengah menaiki anak tangga terakhir.
Alaric tidak menjawab bukan karena tidak peduli,tetapi karena dia tau bahwa Rosea sedang butuh waktu untuk sendiri. Bahkan Alaric pun begitu,saat ini hanya ingin menyendiri dan lagi-lagi mencoba berdamai dengan diri sendiri. Tetapi,kakak satu harinya yang sepertinya sangat khawatir terhadap Alaric menggagalkan rencana Alaric.
Pintu rooftop terbuka membuat Darren dan Alaric sama-sama membulatkan matanya. Di depan mereka,ada Rosea yang sedang terdiam menatap awan kelabu. Setelah itu,gadis bermarga Zeas tersebut melangkah maju memperhatikan satu persatu kendaraan yang lalu-lalang.
Awalnya semua terlihat baik-baik saja hingga akhirnya Rosea melayang.
"My Rose!"teriak Darren dan Alaric bersamaan.
***
"Kau sudah mendapatkan foto-foto itu?"tanya Bara. Pria yang sudah berumur tersebut duduk di kursi kebesarannya yang selalu ia agung-agungkan. Kaki kanannya terangkat di atas meja kerja miliknya. Dibelakang kursi kebesarannya tersebut,tersaji pemandangan indah Ibu Kota. Pria itu selalu haus kekayaan dan kekuasaan. Dia selalu menatap pemandangan dibelakangnya dengan kilat mata penuh nafsu seakan ingin memiliki semuanya,dia ingin menjadi orang nomor satu di dunia dan membuat siapapun tunduk. Bahkan cara-cara licik dan keji Bara lakukan demi sebuah kekayaan.
Seorang pria yang lebih muda darinya maju dan menyerahkan beberapa foto kepada Bara."Sudah tuan,saya yakin foto ini mampu menarik perhatian banyak orang."jawab Asisten pribadinya yang bernama Harry.
Blazer berwarna abu-abu yang dikenakan terlihat pas pada tubuh atletisnya. Harry sudah seperti anak Bara,dia sudah bekerja dengan Bara kurang lebih 15 tahun lamanya. Dia adalah orang kepercayaan Bara nomor satu meskipun pangkatnya hanya sebagai Asisten. Tentu saja dia selalu mendukung apapun yang dilakukan Tuannya,tanpa terkecuali. Bahkan membunuhpun ia lakukan untuk Tuannya.
"Kau bisa menjadi fotografer jika hasilnya sebagus ini,"puji Bara.
Pria tua itu terlihat puas dengan foto-foto ditangannya yang memperlihatkan sepasang kekasih tengah bergandengan tangan,bersamaan di dalam mobil,hingga memasuki sebuah rumah bersama. Siapapun yang melihat foto itu akan langsung berpikir bahwa keduanya benar-benar sepasang kekasih.
"Terima kasih pujiannya,Tuan. Ngomong-ngomong foto itu akan Tuan gunakan untuk apa?"tanya Harry. Dia mendapatkan foto itu tidak mudah,banyak hal dan biaya yang sudah dikeluarkan hanya untuk sebuah foto,tetapi Bara belum memberi tahu kegunaannya.
Bara terdiam selama beberapa detik. Merenung,dan berpikir sejenak.
"Berikan kepada media dan katakan jika mereka sepasang kekasih. Jangan lupa untuk menyebutkan informasi detail mengenai Rosea. Setelah identitas gadis itu terbongkar,dia akan sedikit ketakutan sehingga aku bisa membalas dendam dengan mudahnya."Bara mengetatkan rahangnya dan meremas kencang foto Rosea bersama Darren yang sudah berada di tangannya. Hanya tinggal satu langkah lagi maka rencana balas dendamnya akan terlaksanakan.