Chereads / Mr. A / Chapter 22 - 22. Ketahuan

Chapter 22 - 22. Ketahuan

Jie hampir putus asa melihat dirinya yang masih belum menemukan cara untuk keluar dari tempat ini. Tidak cukup menakutkan, karena Jie menghidupkan lampu toilet itu.

Tapi, bukan itu yang harus ia pikirkan. sekarang adalah bagaimana caranya untuk keluar dari tempat ini.

"Kenapa sih A?" rengek Jie yang memikirkan A pergi tanpa dirinya.

Pukul sudah menunjukkan jam setengah 12 malam, membuat Jie tambah panik. Intensnya tak berhenti melihat seisi toilet ini. Mana tahu ada cara baginya untuk keluar dari tempat ini.

Ting!

Notifikasi pesan berbunyi. Dengan ling-lung gadis itu mencari handphonenya yang berbunyi lantaran karena terlalu khawatir.

'Maaf, gue harus berjalan sendiri kali ini. Avar, itu bukan temanku, tapi orang misterius yang mengenal targetku. Aku tidak mau melibatkanmu untuk kali ini saja. Jadi, jika kamu berhasil keluar, jangan cari aku atau jangan beritahu kemana aku pergi.'

Jie susah payah meneguk salivanya. Rasa khawatirnya bukan mereda setelah membaca pesan itu malah semakin menjadi-jadi.

Ia takut jika sesuatu terjadi pada A. Ia tidak mau kehilangan cintanya kali ini. Sudah cukup dengan Guan yang telah menyakitinya. Kali ini A tidak boleh pergi darinya.

Tapi, bagaimana ia keluar dari sini. Jie mengedor-gedor pintunya dengan keras.

"Hey! Tolong!"

"Tolong siapapun disana buka pintunya!"

"Tolong!"

Jie berhenti berteriak kala gadis itu mendengar suara pintu yang akan dibuka oleh seseorang. Namun, saat pintu terbuka, betapa terkejutnya ia saat melihat A tepat berdiri di hadapannya.

Gadis itu tersenyum lantas memeluk A dengan erat.

"Lo jahat! Lo...."

"Sshutt!"

Jie mendongak melihat wajah A yang keringat dingin itu. Lantas gadis itu melepaskan pelukannya. Ia tersentak saat melihat seseorang mendekati mereka, siapa lagi kalo bukan Gilang sang kakak.

"Kalian apa-apaan? Hmm?" Gilang mendekati mereka dengan wajah yang seakan menginterogasi A dan Jie.

"Katakan! Lo mau kemana A dan mengurung kekasihmu di dalam WC?" tanya Gilang lagi.

"Kakak, A gak kemana-mana kok, hanya cari angin saja," ujar A dengan gelegapan, sementara Jie sudah bersembunyi di balik punggung A.

"Cari angin malam begini, jam 12 malam? Apa kau gila? A, kakak gak mau sesuatu terjadi sama kamu. Ayah sudah mempercayai kamu kepadaku. Jadi, katakan kamu mau kemana?"

"A..., sudahlah kak, sekarang A gak apa-apa kan? jadi, please lupakan aja," ujar A lalu menarik tangan Jie untuk kembali ke kamar tidur.

Gilang menghela nafasnya, rasa curiganya semakin menjadi-jadi. Baiklah, kini waktunya ia untuk menyelediki kejadian ini.

A meraup wajahnya dengan kasar lalu beralih menatap Jie yang juga tengah menatapnya. Kini, dua insan itu duduk dengan gelisah di atas ranjang masing-masing sembari menatap satu sama lain.

"Sekarang apa? Tualat, 'kan karna kunci gue di kamar mandi," ujar Jie.

"terserah deh. Semua rencana gue batal. Sekarang, gue harus barhati-hati dengan kakak gue yang pasti bakal curiga," balas A dengan helaan nafas pasrah.

"Lo yang kirim pesan itu sama gue?"

Seketika, A mengerutkan kening mendengar penuturan Jie.

"Maksud lo?" tanya A.

"Iya, lo kirim pesan sama gue." Jie mengeluarkan handphonenya dari saku celananya. Lalu memperlihatkan pesan itu kepada A.

A membaca pesan itu dengan pelan-pelan. Setelah membaca itu, buru-buru A melihat handphonenya. Benar, Ia mengirim pesan itu melalui whatsapp, tapi ia bukan dia yang mengirimnya.

"Benar." A memperlihatkan pesan itu kepada Jie di whatsappnya.

"Tapi, gue gak kirim ini," ungkap A.

"Lah, maksud lo apa? jadi, pesan ini di kirim orang lain, gitu?"

A mengangguk. "Benar, sepertinya ada seseorang yang tahu rencana kita," timpal A.

"Sekarang, kita harus apa A?" tanya Jie sembari membaringkan tubuhnya. Gadis itu menguap bersamaan dengan ditariknya selimut oleh A menutupi tubuh Jie.

Jie terbelalak kala tindakan A yang spontan itu.

"Kamu tidur saja, biar gue yang mikirin itu semua," ujar A.

Jie tak bergeming, hanya menatap A yang kian hari kian aneh saja.

'Dasar A! moodnya suka berubah-ubah,' batin gadis itu di dalam hati. Perlahan Jie menutup matanya, lalu menit kemudian gadis itu sudah menuju alam mimpi.

A yang melihat itu tersenyum tipis. Kali ini, ia memilih rekan yang baik dan sudah tentu setia. Lagi dan lagi A hanya bisa tersenyum tipis. Entah kenapa hatinya terasa berbunga-bunga melihat wajah Jie yang sangat damai itu ketika tidur.

Mungkinkah ia sudah jatuh cinta?

Apa betul cinta itu tanpa syarat dan sebab dan itu terjadi padanya?

Sudahlah, itu tidak mungkin. Mana mungkin ia akan jatuh cinta sementara ia tidak percaya dengan cinta. Ahk ayolah!

Mungkin ini rasa sesama teman saja. Yah, ini rasa sesama teman saja.

"Tunggu! Kok gue jadi ling-lung begini, ya?" tanya A dalam hatinya.

"Aku harus memastikan pesan itu dari siapa. Avar? Dia adalah temanku saat Smp dulu. Lalu kenapa dipesan itu ia mengatakan Avar tahu tentang mantan kekasihku? Jadi, ini orang berbeda. Siapa dia?" Monolog A.

Tak mau berpikir terlalu lama yang hanya akan membuat otaknya semakin meleleh, lebih baik ia tidur. Karena besok ia akan melakukan banyak hal.

***

Pagi kali ini mentari bersinar dengan cerah. Menembus ventilasi-ventilasi ruangan kamar tidur. Jie mengucek kedua matanya saat sinar sang mentari mengenai wajahnya. Jie menguap bersamaan gadis itu terbangun lalu berjalan keluar kamar.

"Mamah! Mamah!" teriak Jie yang masih terus mengucek matanya. Ternyata ada suatu hal yang belum ia sadari.

Ia bukan di rumahnya, tetapi di panti jompo!

"Papa! kalian dimana sih? Air panasku sudah disiapkan belum?" tanya Jie yang masih belum sadar juga.

Tingkah Jie yang aneh itu membuat teman-temannya yang sudah bangun duluan tertawa terbahak-bahak. Hingga A yang baru keluar dari kamar mandi untuk mandi merasa bingung dengan teman-temannya yang malah asyik tertawa itu.

Lantas ia pun bertanya, "Kenapa kalian tertawa?" tanya A kepada salah satu murid.

"Ehk, Mr.A. Itu Jie ngigao. Dia pikir ini di rumahnya," jawab murid tersebut.

A terbelalak dan langsung berlari menemui Jie. Rekannya itu ada-ada saja. Lelaki itu berhenti kala melihat Jie berdiri tepat di hadapannya. Lantas A menghampiri Jie yang masih mengucek-ngucek matanya itu.

"Hei, bangun! Lo bukan di rumah lo, tapi di panti jompo," ucap A sambil menggoyangkan tubuh gadis itu.

"Mmm, apaan sih?"

"Nih anak kebiasaan." Batin A. Lalu mendoring tubuh Jie untuk masuk berjalan ke dalam kamar mandi.

Namun, belum sempat niatnya untuk mencuci wajah gadis itu supaya ia tersadar dari ngigaonya, A malah dicegah oleh seseorang membuat A mengerutkan keningnya.