Chereads / Mr. A / Chapter 16 - 16. Kenapa kau tak mesum juga?

Chapter 16 - 16. Kenapa kau tak mesum juga?

Sekarang waktunya bagi A mengambil handphone yang ia perbaiki pada salah satu toko kemarin. Mobil yang ia kendarain berhenti dengan baik tidak pada saat dia datang pertama kali dengan keadaan yang sangat kacau.

Almameter A gunakan sebelum keluar dari dalam mobil. Yah, setelah mengambil handphone itu maka ia akan pergi ke sekolah. Menyapa para gadis yang selama ini takut padanya.

Jelaslah mereka takut pada A yang kerjanya hanya sombong dan menghina hingga memarahi tanpa jelas. Sadar, A ingin menebus kesalahannya karena telah menyakiti hati gadis-gadis itu.

"Hari ini, gue bakal perbaiki semuanya, tapi tidak akan berhenti saat ini, balas dendamku akan tetap berjalan. Aku hanya menunggu waktu yang tepat saja." Monolog A sembari masuk ke dalam toko tersebut.

"Ada yan---." Ucapan pelayan itu tiba-tiba terhenti ketika melihat A dan itu membuat A mengerutkan keningnya.

Detik kemudian, lelaki itu baru sadar atas apa yang ia lakukan waktu itu. Dengan sopan, A berkata, "Maaf Mbak, handphone saya apa sudah diperbaiki?" tanyanya, lantas pelayan toko itu mengangguk sembari mengembalikan handphone A.

A meraih handphone itu. Senyum terbit begitu saja kala handphonenya itu hidup kembali.

"Berapa biayanya?" tanya A sambil mengeluarkan dompetnya dari saku celananya.

"500.000 ribu Tuan," jawab pelayan toko itu.

A mengeluarkan lima lembar uang berwarna merah lalu menyerahkannya kepada pelayan toko itu. "Maaf untuk kemarin," ucap A lalu keluar dari toko itu.

Hari ini, A pergi sekolah tanpa Gilang. Tahulah, Adik kakak ini sama-sama keras kepala dan tidak ada yang ingin mengalah saat berantem. Alhasil, A pergi ke sekolah sendiri dengan membawa mobilnya sendiri. Sementara Gilang, lelaki itu pergi ke sekolah dengan membawa motor sportnya. Semua sibuk dengan diri mereka masing-masing.

Setibanya A di sekolah, A disambut oleh Jie. Gadis itu sudah lama menunggu A di parkiran sekolah. Lantas saat melihat mobil A, gadis itu langsung menghampirinya. Saat A keluar dari mobil betapa terkejutnya ia saat melihat Jie yang tersenyum merekah ke arahnya.

Sontak, tangan A menyentuh kening Jie. "Kau tidak sakit?" tanyanya, membuat Jie langsung memberenggut kesal.

"Kau tidak bisa bercanda sumpah!" ucap Jie meledek dengan menekan kata terakhir.

"Apa kau bilang? Kalo gue bercanda maka lo udah jadi santapan anjing tibet Ayahku," ungkap A.

"Kau bilang itu bercanda? Apa kau gila? Itu sama halnya dengan membunuhku," tukas Jie marah.

"Kau tahu? Makanya aku gak mau bercanda." Dengan kesal, Jie berlari menghampiri A yang sudah berjalan duluan. Bercanda maksudnya dengan membunuh? Sungguh! Nih orang radang-radang Psikot kali.

Sampailah A di depan kelasnya. Di sana, sebelum ia masuk, ia mendekatkan kepalanya di telinga Jie, hendak membisikkan sesuatu. Namun, itu terhenti ketika orang yang tak diundang yang tak lain adalah kakaknya berdehem membuat A dan Jie langsung gelegapan seperti orang yang tengah tertangkap melakukan sesuatu yang jahat.

"Ekhemm. Kalo suka bilang aja," ucap Gilang seraya menyentuh lengan A dengan sikunya.

A menatap tajam kepergian kakaknya. "Untung kau kakakku, kalo tidak...,"

"Apa? Kau mau apa? Membunuhku?" tukas Gilang.

"Astaga, pendengaran yang sangat elit."

Gilang dengan wajah kesalnya memasuki kelas. Matanya tak henti menoleh ke belakang melihat A dan Jie yang menurutnya makin hari makin dekat saja. Ini harus dia selidiki. Apa yang terjadi diantara dua orang itu?

Karena Gilang sibuk melihat ke belakang sambil berjalan, tanpa ia sadari ia menabrak seorang gadis.

Bruk!

"Maaf!" Sang gadis yang di tabrak oleh Gilang langsung berdiri. Membersihkan roknya yang kotor.

Bukannya Gilang malah berdiri, ia yang telungkup sibuk memperhatikan kedua paha gadis itu dari bawah. Apalagi saat gadis itu menepuk-nepuk roknya yang terlihat mini itu. Itu sama saja membuka kenikmatan bagi mata Gilang.

Gilang memang mesum. Dan itu diwariskan dari sang Ayah Argan. Saat malam A memberitahu kepada Argan bahwa Gilang itu mesum, sang Ayah langsung memanggil Gilang untuk ke ruangannya. Sudah tentu malam itu saat A dan Gilang selesai bertengkar.

Bukannya menegur Gilang karena telah mencium seorang gadis, Argan malah memujinya. Itulah mengapa Gilang makin menjadi-jadi.

"Pahamu sangat sexi." Senyum Gilang meleleh.

"A-apa?" Gadis itu langsung memegang roknya. Memundurkan tubuhnya beberapa meter dari Gilang yang tengah telungkup. Matanya membulat sempurna.

"Ishh dasar mesum!" Seru gadis itu lalu langsung berlari keluar lelas.

Gilang berdiri dari telungkupnya. "Itu baru gadisku!" ucapnya setengah berteriak.

Sementara A dan Jie yang melihat itu hanya terperangah melihat Gilang yang begitu berani.

"Kakakku sedikit mesum," ucap A berbisik kepada Jie.

"Aku tahu? Tapi kenapa kau tak mesum juga?"

"Apa?" A mengerutkan keningnya, merasa aneh dengan ucapan Jie.

Jie yang tersadar telah mengatakan hal gila itu langsung berlari meninggalkan A karena malu.

A geleng-geleng kepala. Ia mengerti akan ucapan Jie itu. Tapi maaf, itu bukan dirinya. Ia tahu batas saat akan bermain dengan perempuan.

Pelajaran dimulai, guru-guru memasuki kelas masing-masing. Begitu pula dengan kelas A. Seorang guru wanita masuk. Ibu guru yang wanita paruh baya itu duduk di kursi yang telah disediakan.

"Anak-anak, hari ini kita akan belajar tentang...." Guru itu terpaksa menghentikan ucapannya saat melihat seorang guru muda mengetok pintu kelas.

Sontak, pandangan mereka langsung teralihkan.

"Permisi bu, kepala sekolah memanggil A dan Gilang," ucap guru muda itu.

"Baiklah. A dan Gilang silakan keluar."

A beranjak dari kursinya. Begitu pun dengan Gilang. Dua kakak beradik itu saling melayangkan tatapan tajam sebelum keluar kelas.

"Ada hubungan apa kamu dengan Jie?" tanay sang kakak di tengah-tengah perjalanan mereka ke kantor kepala sekolah.

"Kenapa kakak kepo?" Bukannya menjawab, A malah balik bertanya.

"Kau ini! Bisa gak jawab dulu?"

"Kalo aku tidak mau menjawab, kakak mau apa?" Ternyata sang adik sepertinya tengah membangunkan jiwa emosi sang kakak.

Lantas Gilang menoleh ke arah A dengan tajam. "A, seseorang memiliki batas kesabaran. Bahkan Tuhan ada saatnya dia murka."

"Hei kakak, ayolah A hanya bercanda." A yang melihat Gilang emosi malah merangkul dengan mengucapkan kata-kata manis.

"Kau tidak bercanda A," lirih Gilang. Mereka pun memasuki kantor kepala sekolah.

Sesampainya mereka di sana, mereka terlihat terkejut karena bukan hanya mereka yang di panggil. Perwakilan dari setiap kelas ada di sana. Mata A membulat saat melihat Jie ada di sana. Saat mata mereka saling bertemu, itu membuat darah Jie berdesir. Jantung berdegup sangat hebat.

Guan juga ada di sana, bahkan ia juga melihat A dan Jie yang saling menatap. Entah kenapa, ia sangat membenci tatapan itu. Sungguh! Guan cemburu.

'Jie, aku akan mendapatkanmu,' batin Guan dalam hatinya.