Flashback on
"Cinta itu ... buta, buta ampe gue gak tahu kalo lagi gak pake celana," ujar seorang lelaki dengan begitu dramatis di tengah koridor sekolah.
Banyak mata yang melihatnya aneh, tak sedikit pun yang menertawakannya. Lelaki itu yang memakai setelan almameternya, tetapi celana yang ia gunakan hanya boxer, berwarna pink pula.
Ia adalah Gilang. Unsur utama yang menyebabkan pagi hari ini menjadi ceria. Gilang menangkup kedua pipinya, helaan nafas pasrah keluar begitu saja. Sesekali ia melirik kedua anak yang begitu menyebalkan hari ini dengan kesal.
A menepuk pundak kakaknya itu. "Makanya, kalo pagi itu fokus sama pakaiannya jangan sama handphonenya, 'kan gini jadinya."
Aksel membenarkan. "Iya tuh. Malah nyalahin cinta lagi."
"Kalian! Ini semua salah kalian, kenapa tak memberitahu kalo gue hanya menggunakan boxer?" Gerutunya sembari menatap jijik bagian vitalnya. Bagaimana tidak? Bagian itu menonjol ke depan dan sangat terlihat karena ia hanya memakai boxer.
Sementara Gilang yang sibuk dengan kekesalannya, A dan Aksel yang berada di samping Gilang menatap dengan mata membulat bagian vital Gilang. Kedua remaja itu tersenyum jail. A menyenggol Aksel dengan sikunya.
"Bentar lagi pulang, 'kan?" Bisik A di telinga Aksel dan lelaki itu mengangguk.
"Bagaimana kalo kita ngerjain Gilang." Usulan A itu membuat Aksel tersenyum smirk. Mereka saling tos.
Tingkah A dan Aksel itu membuat Gilang mengerutkan dahi. Ngapain kalian?"
"Gak! Gak kak, kami main gunting, batu, kertas. Ye, 'kan Aksel." A kembali menyenggol Aksel.
"He'eh iya. Yok kita main lagi."
Gilang menggelangkan kepalanya. "Ada-ada aja. Ehk, daripada kalian gak ada kerjaan, main gunting, batu, kertas kek anak kecil, mending deh beliin gue celana di koperasi sekolah."
"Beli sendiri kak!" Buru-buru A dan Aksel berlari meninggalkan Gilang yang super kesal.
"Dasar adek laknat!" Umpatnya. Mau tak mau Gilang berjalan dengan menutupi bagian vitalnya kala melihat banyak siswa memperhatikannya. Setiap ada yang menatapnya, Gilang malah menatap balik dengan tajam.
Sesampainya di koperasi sekolah, dimana semua barang-barang yang berkaitan dengan sekolah dijual di sana. Mulai dari pensil, buku, hingga seragam sekolah.
Gilang menatap tajam pengurus koperasi sekolah yang menertawakannya karena tidak menggunakan celana.
"Lo tertawa gue pastikan lo keluar dari sekolah ini." Gilang mengancam dengan mata yang memperhatikan tubuh pengurus itu dengan seksama.
"Bagaimana kalo lo bermain dengan gue malam ini."
Pengurus itu menelan salivanya dengan susah payah. Ternyata tuan muda Gilang yang selama ini ia banggakan adalah mesum. Ia tak menyangka Gilang yang sangat baik itu ternyata mesum membuatnya menjadi jijik.
Tubuh gadis itu bergetar hebat. "Ada yang bisa saya bantu?"
"Ehk. Lihatlah juniorku udah bergetar. Ehk! Ehk! Gue mau beli celana! Tunggu sebentar, gue mau pipis!" seru Gilang seraya berlari. Ia sudah tak tahan lagi ingin buang air kecil yang sudah di unjung tanduk itu.
Sepeninggalan Gilang, A dan Aksel menghampiri pengurus sekolah itu.
"Mr. A, ada yang bisa saya bantu?" tanya pengurus itu sedikit terkejut dengan kedatangan A dan Aksel secara tiba-tiba.
A menyenggol lengan Aksel. Sorot matanya membuat Aksel menghela nafas. "Aku lagi, aku lagi," gerutunya kemudian menghampiri Pengurus itu lebih dekat. Ia kemudian berbisik di telinga pengurus itu membuat A tersenyum ketika pengurus itu mengangguk.
Saatnya memulai rencana mereka. Buru-buru A dan Aksel pergi sebelum Gilang datang. Tak lama kemudian, Gilang datang dengan senyumnya yang menggoda pengurus itu.
"Celananya ada gak?"
Pengurus itu menggeleng. "Khusus bagian seragam sudah habis tuan."
'Shit!' Gilang mengumpat dalam hati. Kenapa ia menjadi sial hari ini? Dengan perasan kesal, Gilang pun berlalu pergi.
A dan Aksel yang tadinya bersembunyi sembari memperhatikan Gilang terkekeh pelan. Rencana mereka berhasil!
Ting! Ting!
Bel pulang sekolah berbunyi. Semua siswa berbondong-bondong keluar kelas. Sama halnya dengan Gilang yang keluar kelas menuju parkiran sekolah.
Lelaki itu melihat sekelilingnya ketika tak melihat tanda-tanda adanya kedua adik laknatnya itu. Batinnya terus bertanya-tanya.
Lama Gilang menunggu, tapi A dan Aksel tidak kunjung datang juga. Ia mulai khawatir ketika melihat satpam sekolah menutup pintu gerbang.
"Pak! Pintunya jangan ditutup dulu."
"Kenapa nak belum pulang juga?" tanya satpam itu.
"Ini saya mau pulang juga." Perlahan Gilang keluar dari sekolah, barulah satpam itu menutup pintu gerbang sekolah. Gilang berjalan mondar-mandir dengan gelisah kala melihat tubuhnya yang hampir telanjang. Berulangkali ia menelfon A, tetapi tidak di angkat juga. Tidak mungkin, 'kan ia berjalan kaki pulang kerumah dalam keadaan begini? Bisa-bisa ia akan dikatain orang gila nanti.
Gilang terduduk dengan menutup wajahnya. Ia benar-benar tak tahu harus berbuat apa kali ini. Harga dirinya benar-benar sudah hancur. Semua ini gara-gara A dan Aksel. Awas saja mereka.
Tiba-tiba Gilang mendongak ketika mendengar suara mobil berhenti tepat di depannya. Namun, yang membuatnya tambah ketakutan ketika melihat mobil itu bukan milik A.
Seorang lelaki paruh baya keluar dari mobil membuat Gilang melotot tak percaya. Segera ia berdiri.
"Kau?"
"Papa. Dia yang udah rebut mahkotaku." Seorang gadis keluar dari mobil dengan menunjuk Gilang yang sudah keringat dingin.
"Alice. Kamu ngapain disini?" tanya Gilang ketakutan. Segera ia menutup bagian vitalnya ketika anak dan ayahnya itu menatapnya aneh.
"Berani sekali kamu meniduri putriku. Aku akan memotong tubuhmu!" teriak lantang paruh baya itu.
Gilang tersentak sembari meronta-ronta kala anak buah paruh baya yang merupakan seorang Gangster itu menangkapnya. Namun, aktivitas itu terhenti ketika A dan Aksel datang.
A berteriak, "Siapa kalian? Lepasin kakakku tidak?"
"Kau tanya siapa aku anak kecil? Aku Gangster di sini. Beritahu ayahmu kalo kakakmu yang bejat ini telah meniduri putriku?" Pernyataan Gangster itu membuat A dan Aksel terperangah.
Sungguh! A tak percaya dengan ini. Mana mungkin kakaknya akan melakukan hal bejat itu.
"Gil, itu benar?" tanya Aksel tak percaya. Dengan pelan Gilang mengangguk.
A menarik nafasnya lalu memberi kode kepada Aksel untuk segera menyerang. Perkelahian pun tak bisa dihindari lagi. Tiga lawan lima.
Aksel, A, dan Gilang menghajar habis-habisan anak buah Ganster itu. Tapi tiba-tiba saja sebuah pukulan mendarat di tengkuk Aksel membuat lelaki itu pingsan. Dan yang melakukan itu adalah ketua Gangster tersebut. Hampir saja Gangster tersebut menusuk Aksel kalo A tak cekatan mengeluarkan pisau kecilnya lalu menusuk Gangster tersebut lebih cepat.
Flashback off
Kini A, Aksel dan Gilang sedang bersembunyi di balik pohon dengan kepala yang menonjol keluar untuk melihat keadan.
"A mereka gak ngejar kita lagi." Barulah mereka bertiga bisa menghembuskan nafas lega. Para Gangster itu tidak mengejar mereka lagi atau mungkin Gangster-gangster itu sudah kehilangan jejak mereka.
"Hei, kalian mau sembunyi dimana?"
"Aaaaaaa!" teriak mereka bertiga serempak ketika melihat Jie dan Guan sudah berdiri di hadapan mereka.
"Kalian? Jie, Guan. Kabur!!" A dan sahabatnya itu kembali berlari.
Disusul oleh Jie dan Guan. "A kembalikan kolor emas gue!"