Embusan napas Alekta terasa sangat berbeda, dia mulai merasakan sesuatu yang sangat aneh. Dia merasakan degup jantung Caesar yang bergerak tidak beraturan.
Hujan mulai reda, hari pun sudah malam tidak ada cahaya lampu yang menyinari kamar yang gelap. Hanya cahaya lilin yang redup menjadi cahaya di tengah kegelapan.
Caesar berusaha keras untuk menahan gejolak yang ada dalam dirinya saat ini. Dia tidak ingin melakukan hal ini pada Alekta. Karena dia tahu dirinya belum cukup pantas bersanding dengannya.
"Kau sudah tenang 'kan?" bisik Caesar pada Alekta.
"Sedikit," jawabnya singkat.
Caesar berusaha melepaskan tangannya dari tubuh Alekta. Namun, Alekta tidak mau melepaskannya, dia masih belum sepenuhnya terbebas dari rasa sedih dan takut.
Ponsel Alekta berdering, Caesar mengambil ponselnya yang tepat ada di atas nakas di samping tubuhnya. Sehingga dia tidak perlu berbaik dari tempat tidur.
"Ayahmu...," ucap Caesar.
"Biarkan saja!" jawab Alekta yang tidak mau menjawab teleponnya.
"Tidak boleh. Kamu harus menjawabnya, jangan membuat ayahmu khawatir."
Caesar berakta lalu menyerahkan ponsel pada Alekta. Dengan tangan yang masih gemetar, Alekta mengambil ponselnya.
Alekta berusaha kuat untuk bicara seperti biasanya. Sang ayah bertanya di mana keberadaannya dan dia menjawab ada di rumah temannya dan akan menginap.
Saat Alekta sedang bicara dengan sang ayah, tangan Caesar mulai mengelus-elus tubuh Alekta. Sehingga membuat Alekta langsung memutuskan sambungan teleponnya.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Alekta sembari mengubah posisi tidurnya menjadi posisi duduk.
Caesar menatap Alekta dengan lekat, tatapnya turun ke bawah dan melihat bagian dada Alekta sangat jelas meski cahaya lilin menyamarkannya.
Dia kembali menatap mata Alekta, kedua mata mereka saling bicara. Perlahan-lahan Caesar memegang pinggang Alekta lalu mendidiknya di pangkuan.
"Aku tidak bisa menahannya lagi," katanya sembari mencium bibir Alekta dengan lembut.
Kedua mata Alekta terbelalak, dia masih belum menyadari apa yang sedang terjadi. Ciuman Caesar begitu lembut dan hangat, membuatnya terhanyut di dalamnya.
Alekta pun mulai mengikuti permainan Caesar, kedua lidah mereka saling terpaut di dalam rongga mulut. Ciuman mereka semakin memanas dan membuat Alekta hampir kehilangan napas.
Caesar melepaskan ciumannya, melihat wajah Alekta yang begitu menggoda saat menghirup udara untuk mengatur napasnya.
Dia tidak memberikan cukup waktu bagi Alekta untuk menghirup udara dan mengatur ritme pernapasannya. Tangannya memegang tengkuk leher Alekta lalu mencium kembali bibirnya.
Sekarang tidak hanya lidah yang bermain di rongga mulut Alekta. Tangan kiri Caesar mulai berjalan menelusuri tubuhnya dengan lembut.
Tangan Caesar berhenti berjalan menelusuri tubuh Alekta tepat di dadanya. Memijit dengan lembut bagian dadanya lalu memutar lembut bagian puncak kenikmatannya, sehingga membuat Alekta menggeliat.
Ciuman Caesar menjalar melewati leher jenjang Alekta. Tidak hanya di leher saja ciuman itu kembali menjalar ke bagian dada Alekta.
Lidahnya dengan lembut memainkan bagian puncak kenikmatan yang sudah menegang. Itu adalah salah satu bagian sensitif Alekta yang berada di bagian dadanya.
Tubuh Alekta menggeliat merasakan setiap permainan yang dilakukan Caesar pada bagian puncak kenikmatannya.
Terdengar suara lembut dari mulut Alekta yang menandakan jika dirinya sangat menikmatinya. Suara itu terdengar oleh Caesar dan membuatnya semakin terprovokasi untuk terus melakukannya.
Caesar berhenti sejenak lalu mengubah posisi, sehingga Alekta terbaring tepat di bawahnya. Ditatapnya sejenak wajah Alekta yang sudah memerah, Caesar menyeringai.
Diciumnya kembali bibir yang terlihat manis untuknya. Tangannya pun selalu bermain di tubuh Alekta dengan lembut.
Ciuman itu menjalar ke leher jenjang Alekta lalu menyapu bagian dadanya sehingga meninggalkan sebuah tanda kepemilikan.
Setelah memberikan tanda kepemilikan, dia mencecap puncak kenikmatan Alekta dengan lembut. Cukup lama dia bermain di sana.
Tangan Caesar mulai berjalan menuju bagian sensitif Alekta yang menyerupai mutiara kecil. Bermain di sana dengan lembut, sedangkan dia masih sibuk dengan mencecap bagian puncak kenikmatan Alekta.
"Apa kamu suka?" tanya Caesar dengan lirih.
"Mmmm...," jawab Alekta dengan tubuhnya yang masih menggeliat.
Tangan Caesar semakin cepat memainkan mutiara kecil Alekta yang sangat menggemaskan, sehingga mengeluarkan cairan yang menandakan jika Alekta hampir mencapai klimaks.
Caesar berbisik, "Apakah boleh sekarang?"
Alekta mengangguk, dia sudah tidak bisa menahan semua hasrat yang ada dalam dirinya. Caesar pun mulai memasukkan kejantanannya secara perlahan.
"Pelankan ... itu terlalu menyakitkan," Lirih Alekta.
Baginya itu terasa menyakitkan saat Caesar memasukkan kejantanannya. Setetes air mata keluar, dia menahan rasa sakit itu.
"Tidak apa-apa sebentar lagi tidak akan terasa sakit," kata Caesar sembari memperlambat gerakannya.
Alekta memegang erat kain yang masih menempel di atas kasur. Rasa sakit yang begitu kuat perlahan berubah menjadi kenikmatan.
Deru napas Alekta sudah tidak beraturan begitu pula dengan Caesar. Entakkan demi entakkan yang dilakukan oleh Caesar membuat Alekta mengeluarkan suara dari mulutnya.
Gerakkan Caesar semakin cepat, dia sudah berada dalam tahap klimaks. Begitu pula dengan Alekta, mengalikan kedua tangannya ke leher Caesar.
Akhirnya mereka mencapai titik klimaks bersamaan. Caesar merebahkan tubuhnya tepat di samping Alekta.
Rasa lelah menggelayutinya, dia menyapa Alekta yang napasnya masih terengah-engah. Dia mengambil selimut kalau menutupi tubuh Alekta dan tubuhnya.
"Istirahatlah," ucap Caesar sembari mengecup pucuk kepala Alekta dengan lembut, dia pun memejamkan kedua matanya.
Alekta terdiam sembari memikirkan apa yang baru saja terjadi. Dia tidak menyangka akan melakukan semua ini bukan dengan pria yang dicintainya itu.
Entah mengapa dia merasa tidak akan menyesali semua yang sudah terjadi. Dia memiringkan tubuhnya sehingga bisa melihat Caesar yang sudah terlelap.
'Apakah semua ini sudah benar? Apa kau tahu jika aku mencintaimu?' batinnya.
Ya. Ini adalah rasa yang ada dalam hati Alekta, semenjak pertemuannya pertama kali dia sudah jatuh cinta pada Caesar. Namun, dia tidak mengutarakannya karena saat ini masih ada wanita yang bersamanya.
Alekta pun memejamkan kedua matanya, rasa lelah membuatnya malas untuk memikirkan setelah ini akan seperti apa.
Keesokan harinya.
Suara dering ponsel membangunkan Alekta, dia mengambil ponselnya. Untuk mematikan alarm yang sudah di atur olehnya.
Dia termenung lalu melihat wajah Caesar yang masih terlelap. Disentuhnya rambut Caesar yang menutupi kedua matanya dengan lembut.
"Apa kamu tahu, Caesar? Saat pertama kali melihatmu aku sudah jatuh cinta. Namun...," katanya dengan lirih sembari memainkan rambut Caesar.
"Apa ini serius?" sambung Caesar lalu membuka kedua matanya.
"Tidak," jawabnya singkat sembari mengubah posisi tidurnya, sehingga dia membelakangi Caesar.
"Aku juga menyukaimu," ucapnya sembari memeluk Alekta dan mengecup lehernya dengan lembut.
"Hentikan kebohonganmu?" jawab Alekta sembari berusaha melepaskan tangan Caesar yang melingkar di perutnya.
Tangan Caesar mulai bermain di dada Alekta dan memainkan pucuk kenikmatannya. Alekta berusaha untuk tidak terbawa dengan permainannya.
Dengan perlahan Caesar mengubah posisi Alekta sehingga mereka saling berhadapan. "Bagaimana jika kita mencoba menjalin hubungan yang lebih serius."
Sebelum menjawab pertanyaan yang dilayangkan oleh Caesar, bibirnya sudah dicium dengan sangat lembut. Namun, dia tidak ingin membalas permainannya.
Akan tetapi apa yang dipikirkan dan kenyataan selalu bertolak belakang. Alekta menikmati permainan Caesar dan akhirnya mengikuti semua permainan yang dilakukannya.
Terdengar suara pintu rumah yang terbuka tetapi Caesar tidak mendengarnya. Karena dia terhanyut dalam permainannya sendiri.
"Caesar...,"panggil seorang yang baru saja masuk.