Aku tidak mungkin bisa keluar dari tempat ini kalau belum membayar. Adakah seseorang yang bisa menolong ku?
________________________
_____________________
___________________
_________________
______________
"Ya. Apakah anda ingin menambah pesanan, nona?" Pelayan wanita tadi menghampiri ku setelah melihatku melambaikan tanganku.
"Begini, saya sepertinya kehilangan dompet saya. Bolehkan saya mengembalikan minuman ini?" Tanya ku sambil sedikit mendorong minuman ku ke arah pelayan ini.
"Tidak masalah, nona. Anda masih bisa membayarnya melalui handphone. Cafe kami juga menyediakan pembayaran melalui handphone." Pelayan ini menjelaskan sambil tersenyum ramah ke arah ku.
Memang di zaman modern sekarang ponsel juga sudah bisa di gunakan sebagai alat untuk pembayaran. Sepertinya pelayan ini adalah gadis yang baik. Bagaimana kalau aku meminta bantuannya.
"Tapi masalahnya ponselku juga hilang. Bisakah kau membayarkan minuman ku?" Harap ku pada gadis ini.
Seketika ekspresi wajahnya berubah seketika. Dia mulai menatapku sinis. Lalu dia menyilangkan kedua tangannya di dada.
"Kalau kau tidak punya uang, kenapa harus ke mall?" Senyuman dari wajahnya hilang seketika.
"Aku punya, tapi dompet dan ponselku hilang." Jawabku pelan.
"Kalau aku boleh tahu, kau datang ke sini menggunakan apa?" Dia bertanya sambil menghela napas.
"Aku naik taxi." Kataku dengan heran.
Apa hubungannya dengan masalah ini? Aku mendengar dia mengatakan kata 'cih' sebelum berkata.
" Kau mengatakan tidak punya uang, tapi kau malah ke sini naik taxi. Kalau kau memang ingin mengembalikan minuman ini, seharusnya sebelum kau meminumnya." Gadis ini mulai berteriak.
Di saat seperti ini aku mulai merindukan ketiga teman-temanku. Kalau saja Ree melihat kejadian ini, pasti gadis ini sudah habis dihajar olehnya. Mana aku tahu kalau dompet dan ponselku hilang.
"Enak saja kau menyuruhku untuk membayar minuman mu." Teriaknya lagi padaku. Kedua tangan gadis ini sudah berpindah di pinggangnya.
"Maksudnya, nanti aku akan menggantikan uang mu. Hanya saja ponselku juga hilang, jadi aku tidak bisa menghubungi siapapun." Kata ku dengan mata yang sudah berair.
Aku menangis bukan karena cengeng, hanya saja aku malu. Gadis ini juga membentak ku. Pada hal orang tua ku saja tidak pernah melakukannya.
"Sudahlah, lebih baik aku membawa mu ke pihak yang berwajib." Dengan kasar dia menarik ku.
Aku mulai berdiri dari kursi ku. Apakah aku akan di penjara? Bagaimana ini? Masa depan ku hancur sudah hanya karena segelas minuman ini.
"Lepaskan. Aku tidak mau." Aku mulai berontak.
Kutarik tangan ku dengan sekuat tenagaku. Kalau ini terlepas aku hanya perlu berlari keluar dari cafe ini. Aku mulai mundur beberapa langkah untuk melepaskan tangan ku darinya. Akhirnya tangan ku terlepas. Tiba-tiba aku merasakan menginjak sesuatu. Sepertinya aku menginjak ujung sepatu seseorang. Aku pun berbalik.
"Maaf." Kataku pada orang yang berada di belakangku.
Pria yang mengenakan kemeja panjang bewarna biru sedang menatap ku.
"Akhirnya, kau datang juga." Aku tersenyum lega menatap pria tampan ini.
"Ini biar aku yang bayar tagihannya." Pria tampan ini segera menyodorkan selembar uang kertas kepada pelayan galak ini.
Lalu segera pelayan itu mengambil uang yang di sodorkan Daniel padanya. Aku melihat dua pria asing sedang menunggu di depan pintu masuk cafe ini. Ternyata Daniel terlambat datang karena masih ada pekerjaan yang harus dilakukannya.
"Tunggu sebentar, saya akan mengambil kembaliannya, tuan." Kenapa nada gadis ini berubah menjadi centil?
Aku tidak suka caranya menatap Daniel. Kalau bukan karena Daniel sedang bersama dengan rekan bisnisnya, pasti aku akan merangkul Daniel di depan gadis centil ini.
"Tidak perlu ambil saja kembaliannya untuk mu, sebagai imbalan karena gadis ini sudah merepotkan mu." Suara Daniel terdengar ketus pada si pelayan centil.
Rasakan, dia fikir Daniel akan tergoda padanya. Tapi baru kali ini aku melihat sikap tegas Daniel. Mungkin dia menjaga wibawanya di depan koleganya. Apa mungkin, Daniel memang bersikap seperti itu kalau sedang bekerja? Seketika aku menundukkan kepalaku. Pasti Daniel malu dengan kejadian ini. Daniel berbicara dengan kedua orang asing itu. Aku mengikutinya dari belakang. Mereka bertiga berjalan keluar dari mall ini. Ada sebuah mobil yang sudah menunggu di depan mall. Kedua orang asing itu masuk ke dalam mobil setelah menjabat tangan Daniel. Setelah itu Daniel berbalik ke arah ku. Dia memandang ku dengan raut kebingungan.
"Oh, aku memang sengaja tidak memakai dress merah. Karena ku fikir akan terlalu mencolok kalau aku sedang berada di dalam mall, sayang." Kataku setelah menyadari arti dari pandangan Daniel.
Aku mulai maju mendekatinya, tapi Daniel menghindari ku. Apakah dia masih malu karena kejadian tadi? Aku melihat ke sekeliling mall, memang banyak orang-orang sedang yang lewat di sini. Mungkin Daniel berfikir, bisa saja salah satu dari mereka adalah orang-orang yang melihat kejadian memalukan di cafe tadi. Tidak lama Daniel merogoh saku celananya. Sepertinya ada yang menghubunginya. Aku mencoba mendengar percakapannya. Awas saja kalau si penelepon membuat Daniel untuk membatalkan kencan kami. Tapi Daniel malah menjauhi ku.
📞" Hallo" Suara Daniel menyapa si penelepon
📞"...." Aku tidak bisa mendengar suara balasan dari si penelepon.
📞"Katakanlah, kalau bisa akan aku bantu." Balas Daniel.
Bantuan apa yang di inginkannya dari Daniel? Aku lupa kalau ponselnya selalu saja berdering setiap beberapa jam sekali. Handphonenya tidak pernah diam sehari pun. Seharusnya tadi aku menyita ponselnya dulu sebelum berdering.
📞"...." Aku masih mencoba menajamkan Indra pendengaran ku, tapi masih belum bisa terdengar olehku.
📞" Lalu, kau mau memintaku untuk memanggil kan mobil derek?" Daniel bertanya sambil menunggu jawaban dari si penelepon.
📞"..." Aku mulai berjalan pelan mendekati Daniel.
📞"Jadi bantuan apa yang kau inginkan dariku?" Sepertinya Daniel akan mengiyakan permintaan si penelepon.
📞"...." Daniel terlihat sedang mencerna perkataan si penelepon.
📞"Kenapa kau tidak meneleponnya saja?Kenapa harus aku yang pergi menemuinya?" Bagus, sepertinya Daniel akan menolak.
📞"..." Aku hanya dapat mendengar suara seorang pria.
📞"Tidak bisa kau urusi saja sendiri. Sekarang aku sedang berada di mall untuk menemui klien." Daniel memang yang terbaik, demi berkencan denganku, dia bahkan mau berbohong.
📞"...." Hanya kata 'kebetulan sekali' yang aku dengar. Sepertinya pria yang menelepon Daniel mengucapkan kata itu terlalu keras.
📞"Kau sungguh sangat merepotkan." Daniel mulai menggerutu.
📞"....." Daniel terdiam cukup lama. Mungkin pria itu berusaha membujuk Daniel dengan kalimat yang terlalu panjang.
📞"Baiklah setelah selesai dengan urusan ku, aku akan melakukannya. Coba kau kirim fotonya padaku. Tidak mungkin kan aku berkeliling mencarinya tanpa mengetahui wajahnya." Daniel memutuskan sambungan telepon selulernya setelah mengatakan kalimat itu.
Sial! Jadi, si penelepon berhasil membujuk Daniel? Aku tidak mau kencan ku gagal. Aku harus mencari cara agar Daniel menolak permintaan pria tadi.
"Sayang, kau tega membatalkan kencan kita?" Ku peluk lengan Daniel menggunakan kedua tangan ku.
Daniel hanya menatap ku dengan bingung. Mungkin dia tidak mengira aku akan segenit ini padanya. Biarkan saja, toh dia kan pacarku. Tapi, kenapa Daniel melepaskan tangan ku dari lengannya?
"Apa yang kau lakukan? Ka..." Daniel menghentikan perkataannya setelah ponsel yang masih berada di tangannya berbunyi.
Sepertinya, itu sebuah notifikasi. Daniel menatap layar ponselnya. Seketika dia melotot. Lalu dia menatapku bergantian dengan ponselnya secara berulang-ulang.
*ToBeContinued*