"Anna."
Anna mendongakkan kepala saat mendengar ada suara pria memanggil namanya.
"Apa aku mengganggumu?" Tanyanya dengan suara lembut. Tapi ia tidak mendapatkan jawaban dari sosok yang ia ajak bicara, hanya diam dan menatapnya bingung.
"Aku Rezky, teman SMA Fateh," jelasnya menebak isi fikiran Anna.
Anna yang seperti ini jauh dari kata baik, itulah yang dapat pria ini simpulkan. Melihat Anna yang bangkit dengan sedikit sulit akibat terlalu lama duduk dengan kepala menunduk ingin rasanya ia menolong, tapi ia tau Anna tidak akan nyaman dengan kontak Fisik jadi ia urungkan.
Anna berdiri sambil menepuk pelan dressnya, ia melihat payung yang masih setia diatas kepalanya, akhirnya ia tau kenapa tidak merasakaan air hujan membasahinya, ternyata pria ini pelakunya.
Rezky yang mengerti arti tatapan itupun langsung menyingkirkan payung yang ia pakai untuk melindungi Anna dari hujan.
Saat ia tiba lima menit yang lalu, ia melihat Anna tertunduk digundukkan tanah dan membiarkan dirinya sendiri basah. Bahkan Anna tidak menyadari kehadirannya, tak ingin mengganggu, ia dengan perlahan menaruh bunga yang ia bawa diatas makam lalu dalam diam ia berdo'a. Melihat Anna yang tidak kunjung bergerak dengan inisiatifnya ia menggunakan payung miliknya untuk memayungi Anna. Tidak peduli jika ia sendiri basah.
"Aku turut berduka," ucapnya lagi sambil menatap nanar nisan itu. Ia sungguh terkejut saat mendengar kabar kematian teman baiknya, dan lebih ia sesalkan ia tidak bisa hadir dihari musibah itu terjadi.
"Terima kasih," jawab Anna pada akhirnya. Ia mengingat pria ini, beberapa kali Fateh pernah mengajaknya bertemu dengan teman-teman SMA nya, dan pria ini salah satunya. Bahkan pria ini sempat menjenguk Fateh ketika koma dirumah sakit.
"Dia selalu terlihat baik, tidak pernah mengeluh, bahkan aku fikir penyebabnya meninggal adalah kecelakaan itu," katanya pelan. Tapi kali ini ia menoleh dan menatap Anna yang menatap sendu nisan almarhum suaminya. Tidak ada air mata, tapi jejaknya terlihat jelas.
"Bahkan dengan aku pun dia tidak mengatakannya," jawab Anna datar tersirat rasa sakit saat ia mengucapkan kalimat itu, Setelah itu ia mengambil payung miliknya dan berbalik pergi tanpa melihat lawan bicaranya.
Rezky yang mendengar kebenaran itupun terkejut, kembali menatap makam itu dan bergumam dalam hati.
'Cintamu sungguh luar biasa, bahkan sampai akhirpun kamu tetap menjaga hatinya.'
"Biarkan aku mengantarmu, kebetulan aku ingin berkunjung." Tawarnya sopan, ia telah mensejajarkan langkahnya dengan langkah Anna, tapi yang ia dapatkan hanya abaian dari wanita itu.
Mendapat penolakan halus, ia hanya tersenyum tipis, ia mengagumi sifat Anna yang memang tidak mudah ramah dengan lawan jenis dari dulu.
Ia berjalan memasuki mobilnya dan melajukan dengan pelan agar tetap berada dibelakang Anna dengan jarak yang tidak terlalu jauh. Ia dapat melihat wanita itu berusaha terlihat kuat, tapi kenyataannya ia sangat rapuh. Fateh sungguh berpengaruh besar dalam hidup wanita cantik ini, bagaimana mungkin wanita itu mampu melewati dengan mudah fikirnya.
Lima belas menit pun berlalu dan Anna sampai dirumah dengan basah kuyup, ia memasuki gerbang dengan langkah kecilnya, security yang berjaga pun langsung bergegas membawa payung, namun lagi-lagi Anna menolaknya.
"Ya Tuhan Anna!" Pekik Fania dari dalam rumah langsung bergegas menghampiri Anna yang sudah basah kuyup. Ia sedari tadi memang menunggu adik iparnya ini.
"Aku tidak apa-apa," ucapnya datar. Anna menolak halus bantuan Fania.
"Apanya yang tidak apa-apa, lihat wajahmu sudah pucat begini, ayo kita bersihkan tubuhmu." Ajak Fania dengan suara yang sedikit kesal bercampur khawatir. Ia jelas-jelas mendengar gigi Anna yang gemeletuk karena menggigil dan tubuhnya sedikit gemetar menahan dingin.
"Permisi," ucap seseorang. Fania menoleh kearah sumber suara tapi tidak dengan Anna. Ia melepaskan tangan Fania yang memegang pergelangan tangannya lalu masuk kedalam rumah melangkah menuju kamar, ia butuh berendam air hangat sekarang.
"Siapa ya?" Tanya Fania. Ia tidak sadar bahwa orang yang sedari di tunggunya sudah melepaskan pegangan tangannya dan melenggang pergi meninggalkan ia dan tamu. Tamu yang datang tidak terlihat asing tapi Fania lupa pernah melihatnya dimana.
"Saya Rezky, teman almarhum. Kebetulan saya nyekar, jadi sekalian mampir untuk silahturahmi," jelasnya. Dapat ia lihat tatapan bingung Fania, berubah menjadi sendu begitu ia jelaskan siapa dirinya.
"Anna kam-." Ia menoleh kearah tempat Anna berdiri tadi, tapi ia sudah tidak mendapati lagi keberadaan adik iparnya itu. 'Anna pasti sudah kekamar' batinnya.
Rezky memperhatikan gerak kecil Anna yang menolak perhatian dari Fania.
"Kalau begitu masuk dan duduklah, saya akan panggilkan kak Fitra," ucapnya dengan senyum ramah. Dan diangguki oleh pria itu, pria itu lalu menuju sofa dan duduk. Rumah ini dulu sering ia kunjungi ketika masih SMA.
******
Sesampainya Anna dikamar, ia langsung menuju kamar mandi, meloloskan seluruh pakaian yang melekat, dan merebahkan tubuhnya dibathub, membiarkan air hangat perlahan merendam tubuhnya, ia memejamkan mata mencoba menikmati kehangaatan ini. Tanpa sadar Anna tertidur, mungkin karena tubuh, fikiran, hati dan jiwanya yang sangat lelah membuatnya begitu mudah terlelap.
Sementara ponsel yang berada diatas nakas terus berdering tiada henti sedari tadi.
****
'Ck!'
Decak Alya kesal sambil melempar ponselnya keatas ranjang, ia merebahkan tubuhnya sambil menatap langit-langit kamar. Berfikir apa yang telah terjadi hampir dua bulan ini sungguh menyesakkan dada. Adik ipar kesayangannya pergi dengan cara yang tiba-tiba ditambah Anna yang berubah menjadi mayat hidup, sungguh membuat ia ingin gila rasanya.
Tok...Tok...Tok
"Masuk." Lamunannya buyar saat mendengar pintu kamarnya diketuk, ternyata itu kakaknya.
"Diangkat?" tanyanya pada Alya setelah masuk, lalu berjalan dan duduk ditepi ranjang Alya, ia tau sedari perjalanan tadi Alya selalu mencoba menghubungi Anna.
Alya menggeleng lemah sebagai jawaban, lalu menatap sedih kakaknya, "apa Anna tidak ingin bicara dengan kita lagi kak?" Tanyanya khawatir.
"Jangan berfikiran yang berlebihan Al, mana mungkin Anna tidak ingin bicara pada kakak tampan dan cantikny," ucapnya lembut sambil mengerlingkan mata menggoda Alya, ia tak ingin adiknya ini semakin berfikir keras.
"Kakak aku serius! Anna terlihat sangat asing bagiku, bahkan aku tidak mengenal tatapannya," ujarnya pada sang kakak sambil membayangkan Anna. Sebenarnya Ammar juga memikirkan hal yang sama tapi ia tidak mengatakannya kepada Alya.
"Itu hanya fikiranmu saja, Kita sangat tau bagaimana ia terbiasa hidup dengan almarhum, semua terjadi begitu tiba-tiba untuknya, Anna yang tidak pernah mengalami hal menyakitkan sebelumnya tentu ini adalah pukulan terberat," jawabnya.
Ia mengelus sayang Alya, meskipun Anna dan Alya sudah dikategorikan wanita dewasa tapi baginya, mereka tetaplah adik kecil kesayangannya, ia takkan sanggup melihat mereka terluka dan menangis, tapi apa yang terjadi pada Anna adalah sesuatu diluar kuasanya sebagai manusia.
"Ini juga berat untuk kita, kita yang terbiasa adanya Fateh tidak akan dengan mudah terbiasa tanpanya, jadi kamu bisa bayangkan seperti apa Anna harus menghadapinya," lanjutnya lagi memberi pengertian pada sang adik. Setelah itu mengecup sayang kening Alya.
"Sekarang kamu tidurlah, nanti saat makan malam mbo inah akan memanggilmu," Ujarnya. Lalu ia berjalan keluar meninggalkan Alya yang sudah berbaring. Jika ia katakan tidur, maka Alya harus tidur, meskipun Ammar sangat memanjakan Alya dan Anna tapi Ammar sangat keras dalam hal mendidik.
"Kak." Paggilnya saat Ammar sudah memegang handle pintu bersiap keluar. Mendengar panggilan Alya, Ammar pun langsung menoleh menatap adiknya lalu menunggu ucapan Alya selanjutnya.
"Batalkan saja rencana pernikahan Anna dengan pria itu," ucapnya lirih menatap Ammar penuh harap. Ia tidak ingin menanggung kemarahan dan kekecewaan Anna lebih banyak lagi.
"Istirahatlah Alya." Tanggapan yang tidak di harapkan Alya yang diberikan Ammar, lalu ia pun menutup seluruh tubuhnya dengan selimut, ia benar-benar butuh istirahat.
'Andai kakak bisa, kakak juga tidak ingin pernikahan itu terjadi dek.' Batinnya. Menghela nafas lelah ia meninggalkan kamar Alya.
*****
"Rezky," Sapa Fitra ketika tiba diruang tamu.
"Kak Fitra," balas Fitra langsung berdiri sambil mengulurkan tangan dan disambut oleh Fitra.
"Silahkan duduk." Fitra mempersilahkan tamunya dengan isyarat tangan dan di angguki oleh Rezky.
"Maaf, saya datang disaat yang tidak tepat," ucapnya sopan.
"It's ok," balas Fitra tenang. Ia cukup mengenal pria tampan yang ada didepannya ini.
"Saya baru mengetahui jika Fateh mengidap penyakit, selama ini jika bertemu ia terlihat sehat lebih dari orang sehat," ucapnya membuka pembicaraan. Ia mengenang bagaimana temannya itu selalu tersenyum dan banyak bicara jika bertemu atau mengobrol lewat ponsel.
"Dia tidak ingin istrinya tau," jawab Fitra.
"Ya, Anna juga bilang seperti itu tadi," ucapnya membenarkan ucapan Fitra.
"Kamu, bertemu Anna?" Tanyanya dengan mengerutkan alis.
"Ya, ketika saya nyekar, saya bertemu Anna dan menyapanya, tapi ketika saya tawari tumpangan ia menolak," jelasnya dan tanggapan Fitra hanya diam.
"Bagaimana keadaan bibi?" tanyanya lagi. Ia ingin tau kabar ibu Fateh yang sangat baik dan cantik itu walau sudah berumur lebih dari 50 tahun.
"Tidak seburuk Anna, mama sudah mencoba menerima dan ikhlas," jawab Fitra.
"Rezky," sapa seorang wanita paruh baya memotong pembicaraan putranya dan tamu yang di maksud, ia membawa nampan berisi dua gelas teh hangat. Saat Fania mengatakan padanya ada teman SMA fateh yang datang, ia menawarkan diri untuk mengantarkan langsung minuman itu, ia ingin melihat siapa teman anaknya.
"Bibi," jawab Rezky sambil menolong Maira meletakkan nampan di atas meja dan langsung memeluk wanita paruh baya ini dengan hangat, ia sudah menganggap Maira seperti mamanya sendiri.
"Apa kabar nak?" tanya Maira setelah mengurai pelukan dan menatap sayang Rezky tampak matanya berkaca-kaca. Teman baik Fateh yang selalu saja dibawa Fateh pulang saat masa sekolah dulu.
"Aku baik bi, bibi apa kabar? Maaf disaat hari terakhir Fateh pergi aku tidak bisa hadir, aku juga mendapat berita setelah 2 hari," ucapnya balik sambil menatap sayang ibu temannya ini.
"Lebih baik dari sebelumnya nak, tidak apa-apa yang penting kamu sekarang sudah datang, kamu sudah nyekar?" jawabnya lembut sambil bertanya balik dengan tatapan ibu kepada anaknya.
"Sudah, ketemu Anna juga tadi dimakam," jawabnya sambil mengangguk dengan mengelus sayang punggung tangan Maira.
"Oh, untung kamu ingatkan tentang Anna, bibi hampir lupa kalau sedang menyiapkan bubur untuknya, seharian kehujanan ia butuh makanan hangat agar tidak demam, kalau begitu kamu berbincanglah dengan kak Fitra dulu, nanti bibi kembali, dan makan malamlah disini ya," ucapnya panjang lebar dengan tawaran penuh semangat, lalu ia beranjak meninggalkan mereka.
Fitra yang melihat interaksi keduanya memaklumi perubahan sikap mamanya, ia paham jika mamanya merasa sedikit terobati karena kehadiran Rezky yang memang adalah sahabat dekat almarhum.
"Apa kegiatanmu sekarang?" Tanya Fitra sambil menyesap tehnya.
"Saya seorang polisi yang bertugas di daerah terpencil, itu sebabnya saya terlambat mendapat info di karenakan sinyal yang sulit terjangkau," jawabnya sopan.
Fitra sudah menebak sejak awal jika sahabat adiknya ini pasti bekerja di bidang keamanan, sebab itu sangat terlihat jelas dari pembawaan sikapnya dan juga bentuk fisik yang sangat terjaga.
"Tinggallah untuk makan malam, mama baru bisa tersenyum ketika melihatmu," ucap Fitra. Dan itu kalimat terpanjang yang pernah Rezky terima selama mengenal kakak temannya ini.
"Ya kak," jawabnya mantap. Setelah itu mereka mengobrol ringan membahas apapun kecuali tentang almarhum.