Chereads / Annaya & Takdirnya / Chapter 2 - Isakan Pilu

Chapter 2 - Isakan Pilu

"Anna ... Anna" Panggil seseorang.

"Anna ... Sayang" Katanya lagi.

"Anna ..." Lanjutnya.

Sosok seorang pria yang sangat tampan, terlihat wajah yang tersenyum menatap Anna lekat dengan tatapan penuh cinta dan mendamba. Pria itu mengelus sayang kepala Anna yang yang berada dipangkuannya, Anna membuka mata dan menatap balik pria yang kini ada dihadapannya, perlahan air matanya mengalir dengan tangan mungil miliknya membelai sayang setiap inci wajah pria itu, mereka saling menyalurkan rasa cinta dan kerinduan yang begitu besar.

"Ini, bukan mimpi kan sayang?" Tanya Anna padanya, "jika ini mimpi, aku tidak ingin bangun lagi Fateh," ucapnya sayang kepada pria itu. Hanya senyuman yang Anna dapati sebagai tanggapan dari suaminya, senyuman yang bisa dengan mudah membuat hatinya merasa tenang dan damai.

"Anna, kamu ingat saat pertama kali aku mengucapkan janji 15 tahun yang lalu? Tepat hari dimana kita mengikrarkan hubungan pertemanan kita, hmm?," tanyanya sayang. Anna yang mendengar itu langsung bangkit dan duduk berhadapan dengan pria ini dan langsung mengangguk cepat sambil mengulang isi dari janji itu.

"Kamu berjanji, apapun yang terjadi kedepannya disaat kita dewasa, Dunia boleh saja berubah, dan tahun bisa selalu berganti, tapi satu hal yang pasti disaat kita dewasa, kamu tidak akan pernah meninggalkanku, kecuali kematian menjemputmu." tutur Anna yang sudah menangis tersedu sambil mememeluk erat pria yang juga memeluknya sayang.

"Dan ingatlah ini sayang, alasanku hidup adalah untuk menjamin kebahagiaanmu dan sebelum aku mati, aku harus memastikan hidupmu tetap dalam kebahgiaan yang sempurna meski tanpaku," ujarnya sambil mememeluk Anna.

Setelah mengucapkan itu, perlahan dan pasti pelukan itu tidak terasa lagi bagi Anna, Anna melihat pria itu semakin menjauh dengan senyum penuh cinta yang tak lepas dari bibir indahnya, ia berusaha keras meraih pria itu, namun sosok pria itu semakin lama semakin jauh dan akhirnya menghilang seiring asap putih yang mengahalangi pandangannya.

Kemudian, Anna terbangun dengan wajah berkeringat, dan ia pun langsung terduduk, mimpi ini begitu indah namun menyakitkan, melihat jam yang ada di atas nakas baru menunjukkan pukul 2 pagi dini hari.

Menyandarkan tubuh dikepala ranjang, perlahan Anna menutup mata dengan rasa sakit yang teramat dalam.

'Kenapa? kenapa Fateh menyembunyikan ini dari ku? jiika aku tau lebih awal, aku tidak akan kehilangan seperti ini. Jika aku tau dari awal aku tidak akan merencanakan program itu. Fateh adalah pria berharga bagiku, pria pertama dalam hidupku, aku tidak bisa hidup tanpanya.' Batin Anna.

Tapi sejak sedari awal Fateh memang berencana untuk tidak memberi tahunya. Bahkan ia tahu dihari kecelakaan itu, pada saat akhir ia baru mengetahuinya . Tuhan seolah-olah membuat lelucon mengambil Fateh darinya tanpa membiarkan ia berusaha berjuang untuk kesembuhan suami tercintanya itu.

Dimalam dingin yang sunyi serta dikamar yang gelap, suara isakan penuh kepiluan dari sosok wanita yang begitu cantik dan indah, bibir mungil itu mengeluarkan tangisan yang ia redam dengan genggaman tangannya, membuat suasana semakin menyedihkan. Bisakah kalian bayangkan seperti apa kehancurannya saat ini.

***

"Keadaan Anna semakin memprihatinkan?" tanya Fitra kepada seorang pria yang tak lain adalah Ammar kakak kandung Anna.

"Ya, gadis yang biasanya hidup penuh dengan kasih, kini seolah hidup tanpa jiwa" jawab Ammar pelan.

Mereka selalu memperhatikan Anna dari jauh, ingin rasanya Ammar memeluk dan mengatakan semua akan baik-baik saja pada Anna, tapi saat ini Anna bagaikan landak kecil yang penuh dengan duri, duri yang menjadi pelindung agar tidak ada yang dapat mendekatinya. Bahkan jika itu untuk mengobati lukanya, Anna tidak akan mengizinkan.

Adik kecil yang selalu bergantung dan manja padanya sekarang berubah menjadi asing untuknya. Anna yang seperti ini juga karena kesalahan. Kesalahan yang harus terjadi.

"Semua terjadi begitu cepat," ucap Fitra sambil memberikan sekaleng minuman soda kepada Ammar.

Saat ini mereka berdua ada ditaman belakang rumah keluarganya, ia yang tidak dapat tidur dengan tenang setelah apa yang terjadi berniat menikmati angin malam sambil melepaskan rasa sesak dan beban yang menumpuk dibahunya akibat masalah dan musibah ini.

Tapi ia tak menyangka akan bertemu kakak dari adik iparnya ini jadi, ia memiliki teman untuk sekedar minum guna membantu fikiran mereka sedikit lebih tenang.

Ammar Khalil Wijaya, pria tampan yang sangat berbakti pada orang tua, seorang kakak yang hebat untuk adik-adiknya, seorang lelaki tangguh untuk anak dan istri, dan seorang pilot sejati, itulah gambaran dari seorang Ammar bagi siapapun yang mengenal.

Tapi ia tetaplah manusia yang memiliki sisi terendah dalam dirinya dan itu sangat jelas terlihat saat ini, di saat adik kesayangannya kehilangan sumber kebahagiaan. Dan ia tidak dapat melakukan apapun untuk adiknya itu, karena Anna yang menolak kehadirannya.

"Bagaimana kondisi ibumu dan Fania?" tanya Ammar balik setelah mengambil minuman itu dan menenggaknya. Rasa sakit di tenggorokannya akibat soda yang ia minum, tak membuatnya berhenti untuk menghabiskan minuman itu. Sakit ini tidak sebanding dengan sakit yang dirasakan oleh Anna itulah Fikirnya.

"Tidak berbeda jauh dari Anna," jawab Fitra. Lalu ia ikut menenggak minuman soda, setelah itu tak ada percakapan lagi dari keduanya, mereka diam menikmati angin malam dengan fikiran masing-masing, karena tanpa saling bicara dan berdiskusi mereka mengetahui beban yang mereka tanggung tidaklah ringan.

Ammar cukup paham bagaimana hancurnya keluarga pria yang duduk tak jauh darinya ini, Fateh layak Annanya yang menjadi kesayangan keluarga, perangainya yang ramah dan santun membuatnya mudah diterima, bahkan ia pun begitu menyanyangi adik iparnya itu, jadi dia sangat paham betul bagaimana rasanya kehilangan sosok Fateh dalam hidup mereka untuk selamanya.

Sebagai putra tertua di keluarga, Fitra harus tetap terlihat lebih kuat dari siapapun, karena ia harus melindungi semua anggota keluarga yang menjadi tanggung jawab dan prioritasnya.

Fitra Malik Al-Ghifary, seorang CEO sukses dari perusahaan yang bergerak dibidang properti, pembawaannya yang tenang dan iritnya bicara adalah ciri khas pria ini, memiliki wajah tampan dan sempurna. Pribadi yang seperti itu banyak membuat orang takut untuk mengajaknya bicara tapi tidak bagi Ammar, ia tau pria ini juga sangat hangat dengan keluarga, sama seperti dirinya yang memprioritaskan keluarga diatas kepentingannya.

"Aku mendengar suara isakan tangis Anna," ucap Fitra. Ammar yang mendengar lalu menatap kearahnya. "Saat aku berjalan kemari, aku mendengar suara tangis yang berasal dari kamarnya." Jelas Fitra lagi karena mengerti arti tatapan itu. Tatapan yang menyiratkan kekhawatiran besar.

"Dia selalu menangis setiap malam, aku khawatir kesehatannya akan memburuk," ucap Ammar pada akhirnya. Ia meluruhkan tubuh di bangku taman, menutup mata serta memijat pelan pangkal hidungnya, jika bisa ia yang ingin memikul segala rasa Anna saat ini, melihat Anna yang seperti ini ia Merasa gagal menjadi seorang kakak.

"Dia tidak akan membiarkan dirinya sakit," jawab Fitra tenang. Dengan tatapan lurus kedepan memandang jauh kegelapan malam yang semakin menusukkan rasa dingin yang menembus tulang.

"Maksud mu?" tanya Ammar yang kini telah membuka matanya dan kembali menatap Fitra dengan tatapan bingung.

Fitra bangkit dari duduk dan berbalik melangkah ingin pergi, sebelum melangkahkan kakinya ia menepuk bahu Ammar sebagai tindakkan saling memberi kekuatan, Ammar masih terdiam menunggu jawaban darinya.

"Ingatlah kebiasaan Anna seminggu ini." Setelah mengatakan itu ia pun pergi meninggalkan Ammar yang diam tidak menjawab ucapannya karena sibuk mencerna ucapannya barusan.

Setelah beberapa detik akhirnya ia pun tau maksud dari ucapan Fitra.

Ah! ya, aku ingat, Anna selalu kekuburan Fateh setiap pagi seminggu ini, ia akan kembali kerumah siang atau sore hari, meski Anna tak pernah bicara atau sekedar menyapa bila bertemu.

Tapi ia akan melihat adiknya dalam kondisi yang baik, meski penampilannya terlihat kacau di tambah wajah sembab dan mata yang membengkak akibat tangis yang tak pernah berhenti.

'Anna bagaimana caranya agar kakak bisa meringankan bebanmu?, kami semua mencintaimu An.' Batinnya.

Ia sedikit lega karena Anna pasti menjaga kesehatan, demi bisa nyekar kekuburan Fateh. Dengan begitu ia selalu bisa memantau kondisi Anna, karena ia tak bisa bertemu Anna kecuali Anna keluar dari kamarnya untuk pergi.

Bahkan makan dan minum Anna lakukan dikamar, ia tidak pernah mau diajak makan bersama yang lain dimeja makan. Anna benar-benar menarik diri dari siapapun.

Setelah merasa lebih baik Ammar bangkit dari duduknya menarik nafas dalam-dalam guna menghirup udara malam gelap yang semakin dingin karena hujan yang selalu turun dari pagi dan berhenti ketika menjelang malam seminggu ini.

Membuang nafas perlahan dengan harapan bebannya juga sedikit berkurang. Langkah pelannya membawa ia kembali kedalam rumah mewah berlantai 3 milik mertua Anna, menuju kamar tamu yang ada dilantai 2 tepat dipaling ujung, tempat yang disediakan pemilik rumah untuk ia, istri dan kedua anak kembarnya beristirahat.

Ia membutuhkan pelukan mereka saat ini untuk menenangkan fikiran yang berat, serta tubuhnya juga membutuhkan istirahat, karena hari kedepannya akan mereka hadapi jauh lebih berat dari hari ini.

Selamat membaca ya 😁😁😁, maaf telat update, semoga suka.

-Ardha Haryani-