Chereads / Kawin Paksa (My Flatmate Husband) / Chapter 22 - BAB 22: Take Me Away Once Again.

Chapter 22 - BAB 22: Take Me Away Once Again.

Adelia mengirimkan pesan di group bahwa hari ini ia tidak ingin pergi ke Subiaco untuk berbelanja sayur dan buah. Ia bilang, ia ingin belajar untuk persiapan ujian minggu depan. Walaupun itu hanya bridging program, tapi Adelia ingin mendapatkan nilai yang bagus. Tapi alasan sebenarnya adalah karena ia masih muak dengan Subiaco. Perasaan tertekan tadi malam yang ia rasakan di tempat itu masih membekas. Entah kapan ia bisa kembali lagi ke situ.

Ia belum mendapat kabar dari Hisyam sejak tadi malam sampai pagi ini. Biar. Biarin dulu deh. Adelia menghabiskan pagi ini dengan sarapan dan belajar. Nanti mungkin sesudah makan siang, ia akan mampir ke flat cowok itu. Siapa tau mereka bisa ngobrol sambil makan siang. Mungkin Adelia akan memasak soto, sop atau apapun itu yang dapat meringankan kerja perut. Kemungkinan Hisyam pasti mabuk berat karena tadi malam ia kelihatan minum agak banyak.

-------

Adelia memencet bel flat 25. Josh membuka pintu itu dengan wajah agak panik. Adelia mendorong pintu itu dengan tersenyum. "I'm here to see Hisyam", jelasnya kepada Josh. Apakah ada alasan sampai Josh sepertinya enggan Adelia mampir untuk mencari pacarnya itu? Adelia berjalan dan membuka kamar nomor 4, kamar Hisyam.

Kamar itu berantakan dan bau muntah. Baju yang ia kenakan terletak begitu saja, yang sepertinya penuh dengan keringat, muntah dan tumpahan minuman beralkohol. Hisyam tidak mengenakan baju atasan apapun. Badan langsing berkulit sawo matang itu terpapar begitu saja. Ia mengenakan celana olahraga terbalik berwarna putih. Ia tertidur asal-asalan diatas tempat tidur yang masih penuh dengan barang-barang seperti baju, buku, ransel, dan bahkan sepatu!

"Hisyam....Hisyammm", Adelia berusaha membangunkan pacarnya itu setelah meletakkan 2 kontainer berisi nasi dan dan soto itu. Hisyam membuka matanya, dan kembali menutupnya seakan-akan matahari sedang mencongkel matanya. Tapi badannya menggeliat-geliat kesakitan. Akhirnya ia duduk dan mencoba membuka matanya. Adelia tersenyum manis. Saat ini bukan waktu yang tepat untuk mengajaknya berantem. Yang penting cowok ini sehat dulu. Adelia membuka kontainer itu dan mempersilahkan cowok itu makan. Wangi soto menyeruak dan membuat perut Hisyam menggelora.

"Thank you", katanya. Ia mengambil kontainer makanan itu dan mulai makan dengan sangat lahapnya. Adelia tetap tesenyum dan bernafas dengan tenang. Ia seperti sebuah petasan yang akan diluncurkan, seperti tenang sebelum badai. Ia bersabar sampai cowok itu bisa menjelaskan apa yang terjadi tadi malam. Ia berhak. Berhak atas sebuah penjelasan. Walapun... karena itu... tadi malam...ehemm... tadi malam... Justin... Adelia kontan memejamkan matanya dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Ada rasa bersalah menghimpit hatinya.

"Bagaimana kamu pulang?", tanya Adelia. Hisyam mengangkat-angkat bahunya dengan acuh sambil tetap menghabiskan makanannya.

"Do you know how I got home?", tanya Adelia sambil menahan emosi. Hisyam kembali mengangkat-angkat bahunya dengan acuh tak acuh kembali dan tetap melahap makanannya. Kelihatannya ia begitu lapar. Tidak sampai 5 menit, semua makanan itu habis tak tersisa. Ia meletakkan kontainer itu dan menatap mata Adelia. Mata setengah marah yang masih membutuhkan informasi dan penjelasan.

"How should I know? I don't even know how I got home girl! How should I know how you got here last night?!", katanya sambil setengah membentak dan merentangkan tangannya lebar-lebar. Badannya bau sekali. Adelia kembali bersabar.

"Don't you care? I mean, aren't you worry, worry about me? Maybe I was raped, I was kidnapped, I was caught by the police, or ... orr...",

"I'm sorry ok, I really have no idea what happen to me last night. Sekarang, boleh tak awak go back to your flat. Saya ni bau lah, nak mandi. Please...outside....", kata Hisyam sambil memberikan gesture mengusir Adelia keluar dari kamarnya. Adelia berdiri memaku. Ia tidak percaya, bahwa cowok yang sama tadi malam memberikannya bunga mawar dan membisikkan kata-kata yang manis sepanjang perjalanan ke Subiaco. Cowok itu tadi malam memeluknya dengan erat dan posesif, seakan tidak boleh ada yang mendekati dan menyakiti Adelia. Lalu ini apa?

"Bila awak tak keluar, I don't care, I'm going to be naked now", ancamnya sambil memegang celana olahraganya seakan mau membukanya. Tidak ada nada bercanda disitu. Hanya nada kesal. Adelia bener-bener kaget dan marah, ia membuka pintu kamar Hisyam dengan marah dan keluar dari situ. Ia sangat murka. Ketika ia akan membuka pintu flat 25, ia memandang Josh. Cowok itu menatap Adelia dengan serba salah. Adelia menghampiri cowok yang mencurigakan itu.

"Tell me what happen Josh. Please... I am just worried about him", pinta Adealia. Josh menghela nafas, dan mempersilahkan Adelia untuk duduk di sofa common room flat mereka. Ia pun duduk tidak jauh dari Adelia.

"I don't know what happen to him, but this morning at 7, one of his friends came here and dropped Hisyam. I mean, he looks terrible, but he still can walk. He was escorted to his room, still with his ughhhhhh... stinky cloths", jelas Josh sambil mengibaskan tangannya ke sekitar hidungnya. Sebegitu baunya Hisyam tadi pagi.

"And his frriend left I think about, .. 8 o'clock. And I didn't hear anything else until then", jelasnya lagi.

"Who is he Josh? Have you seen him before? Was it Emir? Irawan? Who was he?", tanya Adelia. Josh memegang erat tangan sofa. Ia menatap Adelia dengan kuatir.

"I've never seen her before", jawabnya. What??? HER???

Adelia sontak berdiri dan berjalan cepat keluar dari flat 25. Air matanya merebak keluar tanpa henti. Ia tidak sanggup berjalan. Ia menumpahkan air matanya sebanyak-banyaknya sampai akhirnya ia siap untuk berjalan lagi. Ia berjalan pelan melintasi taman di antara 2 gedung flat 25 dan 26, dan siap berlari menuju flatnya sendiri.

Ia hampir bertabrakan dengan Bastian dan Maretha di dekat tangga. Bastian dan Maretha kelihatan baru saja keluar dari flat 26. Mereka bertiga sama-sama terkejut. Baru saja kemaren mereka bertemu dan beramah tamah, saat ini Adelia justru kelihatan begitu menyedihkan. Adelia tidak ada nafsu untuk menyapa mereka berdua. Ia berlari menuju flatnya sendiri masih dalam keadaan menangis.

Bastian dan Maretha berpandangan dengan heran. "Mungkin abis berantem dengan pacarnya. Kayaknya pacarnya tinggal di flat itu tuh", katanya sambil menunjuk gedung di sebelah gedung mereka. Maretha memandang gedung itu, dan memandang ke lantai 2 gedung flat 27. Apakah kejadian tadi menggangu Bastian? Maretha memandang wajah pacarnya itu lekat-lekat.

"Yuk Ahh", kata Bastian sambil menggandeng tangan Maretha. Hari ini Maretha akan menemani Bastian untuk membeli mobil. Sudah beberapa hari ini mereka mencari-cari mobil yang sesuai dengan budget yang diberikan oleh orangtua Bastian. Mereka menemukannya dan hari ini akan membelinya. Maretha senang sekali, akhirnya kencan-kencan mereka bisa keluar dari area kampus dan Bentley. Siapa tau Bastian bisa mengantarkannya pulang setiap habis kuliah.

Saat ini sebenarnya Bastian sangat kuatir. Bukankah kemaren Adelia terlihat begitu bahagia? Apa yang terjadi? Aduh siall! Kenapa tadi malam ia tidak samperin aja Adelia. Setidaknya saat ini ia bisa tahu apa yang terjadi, dan mungkin bisa membantu. Sekarang sih sudah mustahil. Ia tidak ingin membuat Maretha kuatir.

-----

Adelia mengambil HP yang tadi tertinggal di kamarnya. Ia menemukan sebuah nomor yang penting dan menelfon nomor itu. Ketika panggilannya itu terangkat, tangisannya masih belum berhenti. Kontan sang penerima telfon panik dan mulai bertanya macam-macam.

"Justin, can you take away me once again?", tanyanya memohon. Lalu ia menutup panggilan itu. Ia mengganti baju rumahnya dengan pakaian yang paling indah yang bisa ia temukan dan mendempul wajah sembabnya.