"Aghh Sial" Viana mengejapkan matanya berkali-kali dan memegang kening nya yang terasa nyilu, Ia terduduk bersandar di atas batu di pinggir dermaga. Darah, pantas saja ia sangat merasa pusing, sepertinya kepalanya terbentur karang saat ombak menghanyutkan sampan miliknya.
Viana memegangi perutnya yang terasa keroncongan, ia sama sekali belum makan sejak hari dia melarikan diri. Setelah membasuh kening nya dengan air, Ia berjalan terpapah dengan sebatang ranting, Viana terkagum kagum dengan tempat ia Terdampar yang menampilkan hutan hijau dan bunga yang bermekaran di sepanjang jalan. Mengingat Viana hanya berbalut celana ketat dan dress mini, ia mengambil daun talas yang tumbuh dengan lebatnya dan menutupi tubuhnya.
Viana menarik nafas dalam-dalam, Harum bunga memenuhi penciumannya, aroma yang teramat asing, berbeda dari pulau Albin yang gersang dan kering. Viana mengambil beberapa buah Apel yang masih terlihat bagus di tanah, Dengan lahapnya ia sampai tidak menyadari bahwa ada seseorang yang sedang memperhatikan nya.
Merasa perutnya sudah kembali terisi, Viana berjalan lagi menyusuri hutan itu. ia tak sengaja bertemu Buaya hitam yang sedang tertidur dengan mulut terbuka
"Astaga, hewan apa itu? Buaya? Apa dia jinak seperti di pulau Albin? semoga saja iya, aku akan berjalan dengan waspada untuk jaga-jaga"
Viana melewati Rawa yang penuh dengan buaya, Ia menjingkat jingkat langkah nya agar tidak terdengar dan membangunkan mereka. Karena tak sabar ingin segera pergi dari kondisi ini, Viana sedikit berlari dan dengan cerobohnya ia melepaskan pegangan pada daun talas nya dan daun itu terbang tepat di atas kepala salah satu buaya terbesar. KREP!? Mulut buaya itu menutup dengan tiba-tiba dan ekor nya bergoyang kekanan kekiri.
"bodoh" desus pelan seseorang yang dari tadi mengikuti arah perginya Viana
Viana Berlari tanpa peduli banyak buaya yang mengikutinya dari arah belakang.
"APA MEREKA LAPAR?? MEREKA INGIN MEMAKANKU? TIDAK BISAKAH MAKAN APEL SAJA SEPERTI AKU? TOLONGGG BERHENTI MENGIKUTIKUUU!!!"
Saat itulah dari arah belakang muncul cahaya terang sampai Viana melihat betapa terangnya cahaya itu dipantulkan ke pohon-pohon di depannya, Sejurus kemudian cahaya itu lenyap, hutan kembali sunyi, Buaya-buaya itu entah hilang kemana, Viana merasa aneh, saat ia melihat sekelilingnya dan membalikkan badan, tiba-tiba
"Hai" sapa seseorang berwajah tampan dengan kulit sawo matang dan mata bulat hitam bertelanjang dada.
Viana kaget dan refleks terjungkal ke belakang hampir membentur batu di belakang nya kalau saja lelaki itu tidak menangkap tubuh Viana.
Tubuh mereka sangat dekat, hingga deru nafas keduannya saling terasa satu sama lain.
"Oh maaf-maaf, hampir saja kepala mu itu pecah" kata lelaki itu sambil membantu Viana berdiri.
"Kamu... Emm.. Trimakasih" Suasana menjadi hangat dan Viana memunculkan opini bahwa lelaki ini baik dan hendak menolongnya.
"Aku Tertarik padamu" kata lelaki itu kemudian.
Viana melongo bingung, yang semula semua tubuh nya berwarna putih susu, kini tampak ada warna merah di kedua pipinya.
Valen yang menyadari hal itu pun tertawa manis dan menggaruk-garuk kepala bagian belakangnya.
"Maaf bukan hal itu yang ku maksutkan, maksutku aku tertarik padamu karena tubuhmu yang serba putih dan tingkahmu yang konyol" kata Valen sambil menjulurkan tangan nya "Namaku Valen"
Viana menjadi malu dan diam seribu bahasa salah mengartikan kalimat dari Valen
"Namamu..?" Valen mengambil tangan Viana dan menjabatkan tangan mereka,
"Ah iya, Nama kita huruf depan nya beralfabet sama ya, Viana" kata Viana yang langsung melepas jabatan tangan mereka.
"Viana, mari ku obati luka di keningmu" kata Valen sambil mempersilahkan Viana jalan mengikuti nya.
Mereka berjalan menuju sebuah sungai jernih di tengah hutan, sungainya kecil tapi mengalirkan air yang sangat deras dan di tepi sungai itulah Valen dan Viana duduk untuk membalut luka Viana.
Valen menatap Viana dengan penuh tanda tanya, ketegangan luar biasa jelas terasa di antara kedua orang itu. Viana pun berusaha menemukan kata-kata untuk mencairkan ketegangan, tapi tidak berhasil. Lidahnya terasa kelu, perasaannya mulai lari-lari tak jelas ketika Valen menyibakkan rambutnya ke belakang telinga, rambut putih Viana yang panjang itu sudah sepenuhnya ke belakang.
"Rambutmu agak menutupi lukanya, maaf kalau aku kurang ajar" kata Valen sambil menggerus daun obat di atas bebatuan sungai.
Viana hanya mengangguk dan sesekali meringis kesakitan saat daun obat yang diberikan Valen menyentuh kening nya.
"Banyak yang ingin ku tanyakan darimu, mulai dari asalmu, dan kenapa kau bisa sampai di sini" Kata Valen yang sudah membalut kening Viana dengan kainnya.
"it-" belum sampai Viana menyelesaikan kalimatnya Valen sudah tersenyum dan menjawab "sudahlah, kamu pasti punya beban hidup yang berat" kata Valen sambil tertawa memegang perutnya.
Viana hanya menyengirtkan alisnya merasa lelucon apa yang ada di antara mereka?
Valen berdeham dan kembali merasakan ketegangan. Viana masih saja heran dengan tubuh lelaki itu, ia melihat ke arah tangan nya, Warnanya yang putih susu rasanya agak aneh jika di sandingkan dengan tangan milik lelaki itu, perlahan-lahan, Viana memegang tangan Valen dan membuat Valen kaget setengah mati, Jantungnya terasa berlarian ke semua organ tubuhnya.
Valen menatap Kegiatan Viana yang menyama-nyamakan tangan mereka dan Viana yang terus memegang tangan Valen.
"Kau suka tangan ku?" Ucap Valen menyeimbangi situasi
"Yaa, rasanya, aku jadi ingin memiliki warna tubuh yang seperti ini" kata Viana sambil menatap Valen dan tersenyum kecut. "Apa kau tau Valen? Aku Sebelum terdampar di pulau ini, aku baru saja kabur dari acara pernikahanku, bagaimana bisa 300 orang lebih hidup di pulau yang gersang dan... agh tak layak lagi pulau itu di huni, Mereka semua berwujud sepertiku, entahlah, aku hanya ingin keluar dari pulau itu dan suatu saat aku akan kembali membawa cara agar mereka semua bisa hidup layaknya manusia normal" Viana terdiam dan berfikir bahwa Valen tak tertarik dengan ceritanya
"lalu... apa hubungan nya dengan acara pernikahan mu? Bisa saja kau kabur setalah itu berlangsung atau kau bisa pergi bersama suamimu mencari solusinya" kata Valen yang ternyata memiliki ketertarikan akan cerita Viana
Viana tersenyum lebar dan melepaskan genggaman tangan nya "Dipulau tempat tinggal ku, siapapun yang keluar dari sana dan menampakkan dirinya, seluruh keluarganya akan di cari sampai habis dan di jadikan budak semasa hidupnya, apa aku tega harus kabur setelah menikah dan memikirkan suami beserta keluarga besarku menderita di sana? Kalau aku saja yang kabur sebelum pernikahan ku, pasti tidak akan ada yang menderita di sana, karena sejatinya pemimpin dan mencetus peraturan itu adalah Ayahku" Viana lagi-lagi tersenyum kecut.
Valen tersenyum dan bergumam "sepertinya aku benar-benar menyukaimu"