Chereads / the V topia / Chapter 3 - Mengenal lebih dekat

Chapter 3 - Mengenal lebih dekat

Malam itu Desa Wilyard terasa amat damai, bintang-bintang terhampar di langit malam yang di pimpin oleh Bulan, rasanya seperti di surga, padahal sore tadi hujan sangat lebat, tapi malam ini, tinggallah embun dan sisa-sisa air hujan di penghujung rumput dan genteng.

Malam memang sudah larut, tapi sejak sore tadi Valen tak menampakkan dirinya, nenek juga sudah pergi beristirahat. Setelah lelah membaca buku pemberian nenek, Viana menutupnya dengan penuh harap agar kaum seperti nya bisa berangsur-angsur sembuh. entahlah, ini adalah sebuah penyakit yang tak bisa di obati, tapi semoga saja.

"Viana" kata seseorang yang berlarian dan memercik genangan air di tanah, "kenapa kau pergi tanpa pamit? Padahal ku kira kamu sudah terlelap karena lelah" kata Valen yang masih terengah-engah di sela sela kalimatnya.

Viana memegang tangan Valen dan menarik nya untuk duduk di samping Viana.

Jujur Valen merasa jantung nya berdegup kencang saat Viana menyentuhnya. Valen buru-buru berdeham dan membetulkan letak duduknya agar tidak terasa kikuk.

"Apa kamu bersikap manis begini juga pada calon suamimu di pulau Albin?" Kata Valen yang merasa perasaannya hanya sepihak.

Viana merasa aneh pada kalimat 'bersikap manis'. sikap apa yang dimaksudkan oleh Valen? apa saat ia menarik tangan nya?

"Tidak, suamiku itu..." Viana tersenyum lalu bermuka datar seketika. "lelaki bodoh yang slalu mementingkan keluarga nya padahal keluarganya sangat membencinya, sepertinya juga dia tidak pernah memikirkanku, dipikirannya hanya ada keluarga, keluarga, keluarga" decih lirih mengakhiri kalimat Viana.

"Artinya, dia orang yang baik" kata Valen sambil tersenyum.

"Tentu, Itu sebabnya aku tak ingin menikah dengan dia" kata Viana sambil menatap Valen yang sedang menerawang ke gamparan lapang luas di depannya.

"Oh iya Len" Viana membuka halaman demi halaman buku yang ia pegang sedari tadi. "Apa kau tau? Menurut buku ini, Albino adalah penyakit cacat genetik yang mengakibatkan tubuh tidak dapat memproduksi melanin. Nah, tadi nenek bercerita bahwa di pulau Albin terdapat Permata yang menggersangkan pulau yang bertimbal balik pada kemajuan tehnologi pulau kami, apakah permata itu termasuk penyebab cacat genetik ini?" Tanya Viana sambil menunjukkan Lembar yang berisi tulisan yang hampir luntur.

"ah, soal itu, yaa.. yang aku ketahui sih melanin itu adalah senyawa biologi, biasanya ada pada tumbuhan, hewan, dan protista yang fungsinya sebagai pigmen. karena kamu bilang bahwa pulau albin berlatar gersang, kalian pasti tidak mengkonsumsi tumbuhan dan hewan, karena kalian hanya mengkonsumsi protosta saja, mungkin itulah sebabnya" jelas Valen yang mendapat respon kagum dari Viana.

"Ada apa?" kata Valen merasa salah tingkah sendiri.

"Kamu sepertinya paham sekali masalah pengetahuan" kata Viana yang malah tertawa melihat ekspresi Valen yang lucu.

"itu belum seberapa, di sini, banyak lagi pengetahuan yang belum di ketahui, kami semua juga masih meneliti nya, jadi, jangan kaget jika kamu kenal teman-teman ku" kata Valen yang berdiri dan menghirup udara malam dalam-dalam.

"Bukankah kau lelah? Ayo kembali dan beristirahat" Valen tidak menunggu Viana untuk jalan bersama lagi, Viana yang melihat punggung lelaki itu pergi menjauh hanya bisa bersyukur saat di tengah keras nya dunia ini, ia dipertemukan oleh orang yang sangat baik, Walaupun berat meninggalkan pulau Albin, tapi Viana mencoba meninggalkannya di belakang, Ia sadar telah memasuki masalah besar, apapun akibat yang menunggu nya nanti.

Matahari mulai menyingsing di ufuk timur, Langit cerah dan bersih, tidak ada awan tebal atau kabut gelap yang menggantung si atas sana. Viana bisa melihat segalanya dengan jelas. Desa Wilyard seolah baru terbangun dari tidurnya, para pengembala menggiring ternak nya menuju padang rumput di belakang desa, dan para petani yang mulai mengerjakan lahan mereka di perkebunan dan ladang-ladang.

Viana menyadari ada sebuah hiuk priuk di dekat ladang jagung, suasananya yang masih asri membuat Viana ingin berjalan-jalan sembari melihat keramaian di sana.

Viana melihat ada gerombolan anak muda berpakaian rapi dan tertutup rapat, ia melihat salah satu tubuh yang sangat di kenalinya, Valen.

Viana memperhatikan Valen dari kejauhan, rasanya ia ingin mendekat dan menanyainya sedang apakah mereka, satu persatu orang itu menaiki kereta bermesin ringan dan berlalu pergi satu persatu, Valen berada di barisan terakhir, Viana yakin akan langkah nya untuk mendekat ke arah Valen, tapi tiba-tiba langkah nya berhenti.

Seorang Gadis berambut hitam menyodorkan kotak peralatan semacam cairan-cairan kimia kepada Valen. Wanita itu tinggi semampai. kulitnya yang kuning kecoklatan tampak begitu bersih. Ia sangat anggun menggunakan dress semata kaki di lengkapi jas yang membalut nya.

Mereka bercengkrama cukup lama sembari tertawa, hingga teman-teman Valen memanggilnya dan saat itulah mereka berpisah sambil saling melambaikan tangan.

Satu meter mempertemukan Viana dengan wanita itu, Langkah wanita itu berhenti di depan Viana, senyumnya sangat manis, bagaikan melihat malaikat, Viana menjadi salah tingkah di hadapan wanita itu.

"Apa kau yang namanya Viana?" kata wanita itu sambil menjulurkan tangan nya, dengan cepat, Viana langsung menjabat tangan itu, Halus.

Viana mengangguk dan membalas dengan senyuman tak lupa buru-buru ia melepas dengan cepat tautan tangan mereka.

"Aku banyak mendengar tentang Pulau Albin dan tentang dirimu dari Valen" kata Wanita itu masih dengan senyuman di wajahnya itu.

Viana hanya menampilkan wajah heran dan bertanya-tanya, mengapa Valen menceritakan dirinya kepada wanita ini.

"kau pasti belum sarapan, ayo, pertemuan kita kita rayakan dengan sarapan, Aku traktir" katanya yang lagi-lagi tersenyum

Wanita itu berjalan mendahului Viana, dan dengan cepat Viana berkata "Maaf, aku tidak bisa makan bersama orang yang baru aku kenal, apa lagi di traktir" kata Viana sambil memberi hormat tanda maaf.

Wanita itu tertawa dengan anggun. "Kau tidak berfikir aku akan meracunimu kan??, Ayolah, aku tidak sejahat itu, lagipula kita sarapan di pasar, disana ada bermacam-macam Sayur Perkebunan yang sangat lezat-lezat" Tanpa pikir panjang, Wanita itu merangkul tangan Viana.

Mereka menyusuri jalanan yang cukup ramai selama beberapa saat, hingga mereka sampai di tengah pasar yang terdapat bangunan berlatar meja-meja kecil untuk para pelanggan dan di atas atap terdapat cerobong asap yang mengeluarkan asap yang jernih tetapi sangat pekat.

Mereka duduk di meja kayu yang sudah terdapat dua gelas dari bambu dan teko dari tanah liat yang terasa menyegarkan saat di minum. Bau aroma yang sudah tercium sedari tadi membuat perut Viana keroncongan. Hal itu membuat wanita di depan nya tertawa dan di matanya tercetak kata 'sok-sok an nolak sarapan'. Rasa malu pun tercipta begitu saja.

"Oh iya, Siapa namamu" kata Viana saat ingat bahwa ia belum mengetahui nama wanita di depannya itu.

"Ah iya aku juga lupa untuk mengenalkan diri, Aku Zhifa, Zhifa Riwadx" katanya sambil membuat piss di tangan nya.

Namanya pun Indah.