Chereads / the V topia / Chapter 2 - wilyard

Chapter 2 - wilyard

Seusai membalut luka milik Viana dan beristirahat sejenak di pinggir sungai, Awan mendung keperakan bergelayut memenuhi pandangan Viana dan Valen.

Viana menyadari ada sebuah jalan dibalik semak-semak yang dikelilingi pohon-pohon trembesi yang menjulang tinggi.

"jalan menuju kemana itu?" Tanya Viana yang di ikuti arah pandangan Valen.

"Ah, sudah waktunya ya" kata Valen sambil berdiri dan membersihkan tangan nya dari tanah-tanah yang menempel.

"waktunya untuk apa" tanya Viana yang ikut berdiri dan berlari kecil menyeimbangkan langkah Valen yang menuju ke dalam jalan itu.

"Bersiap lah, Semua orang pasti akan terkejut melihat mu".

Viana ternganga, seluruh orang yang ada di hadapan nya bagaikan ratu dan raja dari Kekaisaran Arab, rupawan dan cantik jelita, itulah yang ada di pikiran nya. Begitupun dengan orang-orang itu, mereka menatap Viana tanpa berkedip, Bisikan-bisikan kecil mulai terdengar,

Siapa dia?

apa dia seorang Albino?

lihat dia, mengagumkan.

Astaga, ada seorang albino di Wilyard

Dan masih banyak lagi bisikan-bisikan yang terdengar jelas fi telinga Viana, Viana mundur selangkah mengira orang-orang itu tak menyukainya, tapi sedetik kemudian Valen mencengkram tangan Viana dan menarik nya untuk jalan kembali melewati kebising-bisingan itu.

"Tegapkan punggung mu dan berjalan lah seperti biasa" bisik Valen di samping Viana dengan tetap melihat jalan nya.

Viana menarik nafas dan mencoba beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, udaranya cukup mendamaikan, bising gilingan padi pun cukup ramah di telinganya, andai pulau Albin suasananya seperti ini, batin nya.

"sudah sampai" kata Valen yang menatap bangunan di depan nya dengan sumringah.

Dari luar bangunan yang bisa di sebut rumah susun itu terdapat pintu kayu sederhana dan dua kusen jendela di samping nya, di atas pintu, Viana melihat sebuah lonceng yang berdenting karena tertiup angin, mungkin karena sudah tua dan pengerat nya sudah kendor, tetapi lonceng itu masih bagus dan indah.

"Ayo, masuklah" Ajak Valen saat Ia sudah membuka ganggang pintu dan dari dalam rumah terdengar suara Nenek-nenek yang berteriak keras

"ANAK KURANG AJAR?! SUDAH KU BILANG UNTUK PULANG SECEPATNYA DAN MENGANTAR OBAT-OBAT INI KE KOTA!!! LIHAT, AKU HARUS MENGELUARKAN UANG LAGI UNTUK MENYEWA PEKERJA PARUH WAKTU! ENYAHLAH, AKU KESAL MELIHAT MUKA MU, YA TUHANN,,, ANDAI AKU BISA MENUKARKAN CUCUKU INI DENGAN CUCU YANG LEBIH PENURUT" Panjang lebar Suara itu hingga terdengar sampai seantero desa.

"Ampun nenek, pantas saja uban di rambut nenek bertambah banyak, ternyata karena nenek memiliki cucu sepertiku" kata Valen yang terlihat memeluk nenek nya dengan dramatis

"JIKA KAU TAU, MAKA ENYAHLAH!" Teriak nenek itu kembali dengan memukul lengan Valen.

"Tunggu nenek, aku merasa malu karena aku membawakan seorang tamu, lihat, tamu kita menatap kita dengan tatapan naas, perlakuan nenek ini sungguh membuat ku malu" kata Valen sambil melipat tangan di depan dadanya.

Nenek Valen yang baru sadar bahwa ada seorang Albino di belakang Valen pun diam seribu bahasa, Ia menatap Viana dengan tatapan kasihan, Ia lalu beralih menatap cucunya dengan kesal, Lagi-lagi nenek Valen memukul lengan cucunya dan berkata

"Naiklah! pakai bajumu!!" perintah sang nenek yang langsung di iyakan oleh Valen.

Nenek Valen berjalan mendekat ke arah Viana, Ia mengenggam tangan Viana yang dingin karena bajunya sangat pendek dan tipis.

"Albino" gumam Nenek sambil menarik Viana untuk duduk di atas kursi kayu.

Nenek membalikkan badan nya dan mencoba mencari sesuatu di dalam laci lemari, sebuah slimut.

"Pakailah, kamu pasti kedinginan karena sebentar lagi akan turun hujan" kata nenek yang menyodongkan slimut ke tangan Viana, Suasana nya sangat kikuk bagi Viana, Ia melingkarkan selimut itu ke badan nya, di samping nya, Nenek mengambil wajah Simetris Viana dan Menerawang nya, Tatapan nenek sangat dalam, rasanya Viana seperti ter sihir. Tak lama kemudian, Nenek melepaskan tangan nya dari wajah Viana dan berkata

"Selama aku hidup, aku hanya mendengar kisah bangsa Albino di pulau kering yang mengenaskan, kalau saja bangsa mereka mau berkerja sama dengan bangsa lain, pasti sedikit demi sedikit kalian akan menjadi normal" Nenek Valen mulai mengeluarkan buku tebal dari bawah kolong meja di depan nya.

"Di Wilyard ini, kami sangat ketinggalan dalam hal kemajuan zaman, tapi di pulau Albin, kalian mempunyai permata yang bisa mengetahui alat-alat modern dan menjadikannya sebagai penyongkong kehidupan kalian, tapi permata itulah yang menyebabkan tumbuhan hijau serta hewan-hewan berprotein tinggi tidak bisa hidup di sana" Jelas nenek yang sama sekali Viana baru pertama kali mengetahuinya.

Lembar demi lembar di buka oleh nenek dan menampilkan beberapa potret jenis tanaman yang sangat asing bagi Viana.

"di pulau Albin, pernah sekali saat hujan deras datang, keesokan paginya tumbuh rambatan-rambatan dan lumut di atas kayu lapuk dan saat itu pula kami merasa ada anugrah dari Tuhan, tapi saat itu juga, Ayah memerintahkan semua anak buahnya untuk membakar habis tumbuhan yang ada, sejak saat itu kami mengalami masa-masa yang sama dengan sebelumnya" jelas Viana sambil menunjuk tumbuhan yang ada pada buku milik nenek yang sangat persis bentuknya dengan tanaman yang pernah tumbuh di pulau Albin.

"Ayahmu? Siapa nama ayahmu?" Tanya nenek dengan menutup buku di pegangan nya.

"Aldrec Extread" satu kata itu mampu membuat nenek terkejut dan cepat-cepat ia menghilangkan kekagetan nya itu.

Kata-kata nenek sempat terpatah patah hingga akhirnya Viana bertanya.

"Nenek? sejujurnya aku baru tahu kalau Ada permata semacam itu di pulau kami" kata Viana yang menyadari tatapan nenek kali ini berbeda dari sebelumnya.

"Siapa nama panjang mu?" Tanya nenek kemudian

"Viana Delread"

Hela nafas lega terdengar begitu saja ketika Viana menyebutkan nama panjang nya, kalimat syukur sempat tercetak dari mulut nenek.

"Sepertinya kamu di takdirkan untuk menjadi penawar penyakit Albino ini, jadi, trimalah, buku ini milikmu, jaga lah" Nenek Valen menyodorkan buku tadi yang pada bagian sampulnya tertulis sejarah Bangsa Albin.

"Buku ini milik nenek, aku tak bisa menerimanya" kata Viana yang menolak padahal sejujurnya dia sangat senang saat nenek mengatakan bahwa ia bisa membawa penawar bagi penyakit di pulau nya.

"Buku ini milik kakek mu, Edward Extread, kisahnya akan ku ceritakan lain kali, sepertinya kamu butuh istirahat" kata nenek yang sudah berlalu begitu saja

Viana meraba sampul buku itu, buku semacam ini pernah ia lihat di ruang bawah tanah tempat barang-barang mendiang buyut nya. Situasi apakah ini sebenarnya, Viana yang masih di pusingkan oleh keadaan di luar pulau nya ini mulai merasa otak nya sebentar lagi akan pecah.