Kutermenung dalam bisu, menatap jauh dirimu yang pernah singgah di dalam hatiku. Melihatmu dengan tatapan mata serta bibir yang terbungkam membisu, saat engkau melaimbaikan sebelah tanganmu padaku.
Tiada senyuman untuk diriku, hingga kau lupa bahwa akulah pelipur lara hatimu. Kau campakan aku seolah tak ingin lagi bertemu. Kau lupakan aku meski air mata ini telah menjadi saksi bisu akan adanya rasa cintaku padamu pada saat itu.
Kuberjalan dalam kebisuan malam yang mencekam, bersimpuh hanya untuk memetik rembulan demi meletakannya pada cahaya bintang yang bersinar terang. Inginku menuai rasa dan mengingat masa-masa indah bersamamu, tapi mengapa engkau membutakan sepasang mata seakan tak kita tak pernah bertemu.
Chelsea Matsuda, itulah namaku. Tiada harapan dalam sebuah arti kehidupan, karena bagiku tersenyum di balik tangisan adalah suatu bentuk harapan tanpa adanya suatu kepastian.
Engkaulah cahayaku, yang selalu memberikan sinar terang dan kehangatan pada tubuh rentahku. Namun mengapa hatimu sekeras batu hingga kau campakan aku yang selalu menyertai di setiap langkah kakimu. Mencintaimu adalah suatu kebahagiaan bagi diriku, dan aku berharap engkau tahu bahwa aku sangatlah mengagumimu hingga tutup usiaku.
Kusebut namamu dalam tabur mimpi indahku, berharap agar engkau tahu akan semua perasaan cintaku padamu. Sesaknya dadaku tak merubah takdir kehidupanku. Seandainya aku tak terluka, akankah dirimu ada untuk tetap setia... Akina, aku harap kau mengingat malam indah yang pernah kita lalui berdua.
-bersambung-