Kaki Milly melemas, perlahan turun ke bawah. Nick mengecup sudut bibirnya, pindah ke pipinya, kemudian turun sampai ke leher. Oow. Seharusnya ia tidak perlu memakai turtleneck. Lehernya terlindungi dengan sempurna.
Nick tersenyum memandang wajah Milly yang pastilah seperti yang habis disiksa, disiksa oleh kenikmatan. Sekarang giliran Milly yang menyerang. Bibir mereka kembali menyatu. Nick balas menciumnya. Ia tidak ingin berhenti. Selama ini ia hanya melihat adegan ciuman di TV atau mungkin membacanya dari buku, tanpa pernah mengalaminya sendiri. Dan ini sungguh... nikmat dan menguras tenaga.
Perlahan Milly membuka kancing kemeja Nick. Satu dua tiga. Lalu tangannya menyusup ke balik kemejanya. Ia mengelus dada Nick, kemudian membuat gerakan memutar dengan jarinya, berharap Nick melakukan hal yang sama padanya. Tapi tidak.
Nick terkejut. Ia melepaskan tangan Milly dari dadanya. Milly jadi ikut terkejut. Napas mereka masih memburu. Nick menatap Milly seolah menyesal. Ia tersenyum simpul, mengecup punggung tangan Milly, lalu mengisap telunjuknya. Milly mengerang. Aliran listrik menyengat jarinya hingga rasanya memenuhi kepalanya.
Milly langsung menarik tangannya. "Jangan..." Ia nyaris tidak mengenali suaranya sendiri. Begitu serak dan manja seperti anak ABG.
Nick mengerjapkan matanya, lalu kembali tersenyum. Ia mengecup Milly sekali. Lalu selesai.
Apa? Milly mengerang dalam hati. Ingin sekali ia protes. Tapi… Ah entahlah. Mungkin ia terlalu bersemangat. Apakah pria-pria Asia tidak menyukai wanita yang lebih aktif? Ya. Milly hanya sekedar aktif bukan. Ia tidak bermaksud menjadi wanita yang agresif.
Nick mengancingkan kemejanya yang hampir saja tadi Milly lepaskan seluruhnya. Lalu Nick mengambil kembali gelasnya dari wastafel, mengisinya sendiri dengan air galon. Ia menenggaknya hingga habis dan mengulanginya sekali lagi. Nick pasti kehausan. Milly juga. Jadi ia melakukan hal yang sama.
Dengan lembut Nick mengusap bibir Milly yang basah terkena air minum. Lalu menciumnya lagi. Milly nyaris lupa bernapas lagi. Tapi ciuman itu hanya beberapa detik saja.
"Milly, kamu adalah milikku." Nick merengkuh wajah Milly. "Aku tidak akan pernah mengijinkan ada orang lain yang merebutmu dariku."
"Hmm." Milly bergumam sambil mengangguk. Kepalanya agak berputar, mungkin karena mabuk.
Ya. Dia telah dimabuk asmara dan gairah yang memuncak. Tubuhnya menjerit protes karena meminta yang lebih. Dengan susah payah Milly menurunkan gairah di dadanya. Itu menyakitkan. Tidakkah Nick ingin melakukan petualangan bersamanya malam ini?
"Meskipun aku harus bekerja di Malaysia dan kita harus berjauhan, aku mohon, jangan pernah menyerah terhadapku." Nick menatap Milly dengan serius.
"Oke..." Milly mengerjapkan matanya. Ia masih bisa merasakan bibir Nick melumat bibirnya. Milly menjilat bibirnya tanpa sengaja.
"Kamu adalah hal terindah yang pernah kualami selama beberapa tahun belakangan ini," ungkap Nicholas dengan suara yang dalam dan mempesona. Milly bisa menggelinjang hanya dengan mendengar suaranya saja. "Rasanya senang sekali bisa merasakan lagi yang namanya rindu, ada seseorang yang sangat aku nantikan untuk kutemui hingga aku tidak bisa berhenti untuk terus memikirkannya. Orang itu adalah kamu dan aku tidak sabar untuk segera memeluk dan menciummu."
Jantung Milly berdetak semakin cepat mendengar pernyataan rindu Nicholas padanya. Apakah benar yang baru saja Nicholas katakan padanya? Rasanya sulit dipercaya jika ini nyata.
Mata Milly terasa panas dan perih. Tiba-tiba saja air mata telah menggenangi matanya. "Oh Nicholas..."
Tidak pernah ada satu pria mana pun juga yang pernah mengatakan hal seindah itu pada Milly. Nick merindukannya dan menginginkannya. Sama halnya dengan dirinya yang juga begitu merindukannya dan jatuh cinta setengah mati.
Ini sungguh sama sekali tidak seperti yang dibayangkannya ketika dulu ia masih SMP, di mana setiap pasangan yang resmi berpacaran akan ada perbincangan seperti: 'Aku suka kamu. Kamu mau tidak menjadi pacarku?' Tidak. Ini jauh lebih dalam daripada itu. Milly tersenyum dalam hati.
"Jangan menangis, Sayang." Nick mengusap air mata Milly.
Sayang? Baiklah. Milly kini telah melayang-layang di udara dan berhasil menembus ruang angkasa. Seorang Nicholas Adinegara memanggilnya 'sayang'. Oksigen. Mana oksigen?
Milly menarik napas dalam-dalam dan tersenyum hingga otot di pipinya tertarik. "Aku terlalu bahagia."
Nick tersenyum simpul, mengaitkan rambut Milly yang terlepas, ke kupingnya.
"Nick, tapi..."
"Kenapa, Sayang?" Nick menatapnya waswas.
"Aku masih harus bertemu dengan Martin." Wajah Nick berubah masam, ia membuang muka. "Kami masih harus membicarakan tentang musik jazz nanti di pernikahan Darius. Apa kamu akan marah padaku?"
Nick kembali menatapnya. "Bukan seperti itu, Sayang. Aku..." Nick memejamkan matanya sejenak, lalu membukanya lagi, menatap Milly dalam-dalam. Oh Nicholas! Pria itu sungguh sangat seksi saat melakukannya. Milly bagaikan terhipnotis. "Baiklah. Aku tidak akan marah lagi. Itu memang sudah pekerjaanmu. Seharusnya aku tidak mencampuri urusan pekerjaanmu dengan urusan pribadi."
Syukurlah jika Nick mengerti. Ia dan Martin memang sama sekali tidak ada hubungan apa-apa. Rasanya aneh sekali jika Nick begitu cemburu pada Martin. Ini benar-benar sesuatu hal yang baru baginya.
Kamu adalah milikku. Oh waw. Perut bagian bawahnya kembali menggelenyar.
Nick tersenyum manis. Milly balas tersenyum, air matanya telah reda.
"Kiss me," ucap Milly.
Tanpa ragu Nick kembali mencium Milly dengan mesra. Kali ini tanpa gesekan ke daerah sensitif ataupun rabaan ke payudara. Bibir Nick terasa lembut di bibir Milly. Ia memiringkan wajahnya dan memeluk leher Nick. Milly tidak ingin berhenti, ia tidak bisa. Yang ia butuhkan saat ini hanya Nick seorang. Napas mereka sama-sama terengah-engah. Samar-samar ia mendengar Nick mengerang.
Lalu Nick melepaskan ciumannya dan menempelkan dahinya di dahi Milly. "Kamu adalah milikku," ucapnya lagi.
Lalu mereka saling berpelukan. Pelukan Nick terasa begitu hangat melingkupi dirinya, membuat Milly merasa utuh sepenuhnya.