Ayahnya menyalakan lampu kamar. Seketika kamar orang tuanya itu menjadi terang benderang. Ika bisa melihat dengan lebih baik.
Ika mencoba cincinnya dan ternyata cincin itu memang kebesaran. Tiba-tiba ia teringat bahwa ia pernah memasukkan cincin itu ke telunjuknya. Ika mulai percaya diri karena ia bisa mengingat beberapa kenangan di kepalanya. Ika tersenyum bangga sambil menatap cincin yang berkilauan di jemarinya.
"Bagus ya cincinnya," puji ayahnya sambil menarik tangan Ika dan memperhatikannya.
Ika terkekeh. "Terima kasih, Pa."
"Aduh, Nak, kenapa cincinnya dipasang di telunjuk? Nanti orang sangka itu bukan cincin lamaran. Kamu ini bagaimana sih?" protes ibunya.
"Loh ya tidak apa-apa," tukas ayahnya. "Yang penting kan bagus cincinnya dan cukup di telunjuk, daripada dipasang di jari manis terus jatuh dan hilang kan bahaya."