Sungguh hari yang melelahkan. Nick berurusan dengan polisi. Beruntung ia tidak dituntut apa-apa. Tidak perlu ada persidangan. Semuanya murni kecelakaan. Polisi turut memeriksa motornya dan memang remnya blong. Ia tidak sengaja menabrak mobil Milly. Milly telah menandatangani surat perjanjian di atas materai yang menyatakan bahwa Nicholas harus mengganti biaya kerusakan mobilnya dan setelah itu tidak akan menuntut apa-apa lagi.
Motornya sendiri rusak. Motornya sudah tua. Tidak ada yang menginginkannya. Jadi ia berencana akan mengambil motornya besok dengan menggunakan mobil kap terbuka lalu menjualnya. Jadi ia pulang dengan taksi.
Ibunya panik setengah mati saat melihat keadaan Nick pulang dengan mata bengkak sebelah, dahi yang benjol dan tanpa motor.
Adiknya, James, mengambilkannya air minum. Ayahnya sudah pergi ke restoran. Ayahnya adalah koki di restoran seafood miliknya sendiri.
Nick juga seorang koki di sebuah hotel bintang lima di Malaysia. Saat ini ia sedang berlibur di Batam. Dan betapa liburan yang menyenangkan. Motornya malah menabrak mobil sampai hancur. Ia sendiri terluka. Bukan hanya mata dan dahinya yang memar, tapi dada dan perutnya juga sakit.
Ia teringat bahwa dulu sekali ia pernah berkelahi dengan calon kakak iparnya hingga ia babak belur. Bersyukur keadaanya yang sekarang tidak seburuk waktu itu.
Sekarang ini hubungannya dengan kakak iparnya jauh lebih baik. Lebih baik karena pada dasarnya mereka jarang bertemu.
Terkadang ia merindukan kakaknya, Rissa. Tapi ia harus mengubur dalam-dalam semua perasaan cintanya pada kakaknya itu.
Rissa dan James bukanlah saudara kandungnya. Ayahnya menikah lagi dan ibu barunya memiliki dua anak tersebut. Dan Nick jatuh cinta pada anak pertamanya, Rissa.
Ia sungguh malu pada dirinya sendiri karena telah bertindak sembrono dengan menghancurkan hubungan Rissa dan calon suaminya saat itu, yang kini telah menjadi suaminya, Charlos.
Nick sama sekali tidak menyukai Charlos. Pria itu benar-benar... Ah sudahlah... Tapi karena cinta yang begitu mendalam yang Rissa berikan pada Charlos sehingga pria bajingan itu bertobat dan kemudian jatuh cinta pada kakak tirinya.
Mereka sudah menikah dan sudah memiliki dua anak. Charlos benar-benar membuktikan bahwa dirinya benar-benar pria sejati. Syukurlah.
Nick teringat pada Milly. Wanita itu benar-benar luar biasa cantiknya. Dulu saat SMP, ia tidak pernah sekelas dengan Milly. Wanita itu agak pendiam. Mungkin mereka pernah berbicara beberapa kali di berbagai kelompok belajar atau mungkin di lab fisika? Entahlah. Nick sudah lupa lagi.
Milly memang keturunan bule. Kulitnya begitu putih. Rambutnya pirang kecoklatan dan matanya begitu hijau. Tinggi badannya mungkin sekitar seratus tujuh puluh sentimeter atau bahkan lebih. Wanita itu memang tinggi sekali.
Bintik-bintik di wajahnya seolah menghilang. Sekarang wajah bule itu jadi semakin bercahaya. Rambutnya tergerai indah. Kalau tidak salah dulu Milly selalu mengikat rambutnya dan menutup wajahnya dengan poni yang selalu berkeringat. Sekarang poni itu sudah tidak ada lagi.
Nicholas heran pada dirinya sendiri, mengapa ia tidak pernah mengenal Millicent? Jika sejak dulu ia dekat dengan Milly, bisa saja ia akan menjadikannya sebagai kekasih, seandainya Milly mau. Nick tersenyum. Sungguh wanita itu tampak cantik sekali. Tapi tidak. Wanita itu sudah menikah. Saat di rumah sakit, Nick melihatnya dengan putrinya yang mirip sekali dengannya.
Keesokan harinya Nick mengambil motornya dengan mobil kap terbuka bersama ayahnya. Bersyukur karena ayahnya tidak marah. Justru ayahnya sangat mengkhawatirkannya dan menyesal karena tidak memperingatkan Nick mengenai remnya yang sudah aus.
Motor rusak itu hanya dihargai satu juta rupiah saja. Nick tidak protes. Sudah beruntung ada yang mau menawarnya dan tidak menjadi onggokan sampah.
Tabungannya cukup banyak. Semenjak ia bekerja di Malaysia, gajinya naik berlipat-lipat. Ia berniat membeli motor yang baru.
Nick menghitung kira-kira biaya yang dibutuhkan untuk membayar perbaikan mobil. Milly akan menghubunginya kapan saja. Ia akan mentransfer berapapun jumlah yang Milly sebutkan.
Ia tersenyum sendiri ketika mengingat bahwa ia pernah berkata agar Milly tidak melebih-lebihkan jumlah biayanya. Sungguh konyol. Ia sama sekali tidak ingat dengan wajah Milly.
Wanita itu berarti sudah mengenalnya sejak awal. Tapi sikapnya mengapa begitu ketus? Milly bisa saja menyapanya dengan ramah.
Ugh! Bagaimana mungkin Milly mau menyapa dengan ramah? Ia telah menghancurkan mobilnya. Jika yang ia tabrak itu orang lain, mungkin ia akan menerima beberapa tinju atau mungkin bahkan memperkarakannya ke meja hijau. Mengerikan. Jadi sebaiknya Nick bersyukur jika Milly hanya bersikap dingin dan sedikit galak. Itu sama sekali bukan apa-apa.
Liburannya kali ini hanya satu minggu saja. Jika memang sempat, Rissa, Charlos, dan kedua anaknya akan berkunjung ke Batam. Kata James, mereka sedang berada di Singapura. Jarak Singapura dan Batam begitu dekat. Bisa saja Nick melompat ke negeri seberang sana dan bertemu dengan Rissa. Tapi itu sama sekali bukan ide yang bagus.
Nick akan tetap terus menjaga jarak dengan Rissa. Ia harus menepati janjinya. Ia ingin Rissa bahagia.
Beberapa tahun setelah pernikahan Rissa, Nick habiskan dengan hidup sendiri di Malaysia. Ia disibukkan dengan berbagai acara. Selain kegiatannya memasak di hotel, ia juga menjadi juri dalam acara kontes memasak. Sesekali ia menjadi bintang tamu di acara-acara khusus. Mengajari mereka memasak. Terkadang jika sedang beruntung, ia akan diundang untuk menyajikan masakan untuk bos-bos besar di Malaysia.
Uangnya cukup banyak. Ia bisa berlibur ke mana saja. Ia bisa membeli motor sport terbaru yang ia cita-citakan sejak dulu. Ia bahkan mungkin bisa mendapatkan wanita manapun yang ia inginkan. Tidak secepat itu.
Nick berjalan-jalan ke showroom motor bersama ayahnya untuk membeli motor Kawasaki Ninja. Rencananya motor itu akan dikirim ke rumahnya dalam beberapa hari.
Sebenarnya ia tidak perlu membeli motor apapun karena setelah liburannya usai, ia harus segera kembali ke Malaysia dan bulan depannya ia akan disibukkan dengan acara besar di Jakarta.
Tapi tidak ada salahnya memiliki motor impiannya. James bisa memakainya ke kampus. Adiknya itu akan terlihat sangat keren. Ia sungguh tidak sabar melihat wajah James yang kegirangan mengendarai motor baru.
Ibunya memberitahu bahwa Rissa tidak jadi berkunjung ke Batam karena ia sedang tidak enak badan. Rissa dan keluarganya akan langsung pulang ke Bandung. Jika memang Nick ingin bertemu dengan Rissa, ia harus terbang ke Bandung. Tentu saja itu tidak mungkin.
Sesuai dengan perjanjian dari dealer, motornya tiba di rumah pada keesokan harinya. Ia dan James berjalan-jalan ke pantai terdekat. Ia menyerahkan kunci motornya pada James. Betapa anak itu bahagia luar biasa.
Nick bangga bisa menyenangkan adiknya. Apapun akan ia lakukan untuk keluarganya.
Liburan hampir usai. Milly sama sekali belum menghubunginya. Ini agak aneh. Memangnya berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengkalkulasi biaya perbaikan mobil?
Nick mengecek ponselnya dan menemukan nomor telepon Milly. Ia menekan tombol telepon. Terdengar nada sambung dua kali.
"Halo!" Tidak ada suara. Kemudian teleponnya terputus.
Nick meneleponnya lagi. Komputer yang menjawab. Sepertinya teleponnya ditolak. Jadi Nick memutuskan untuk mengetik pesan.
"Hai Milly. Apa kabar? Sepertinya aku belum menerima kabar tagihan perbaikan mobilmu. Aku pikir sebaiknya kita bertemu. Apa kamu ada waktu? Bagaimana kalau kita makan malam di Restoran Seafood Juara Rasa? Apa aku perlu menjemputmu?"
Whatsapp-nya langsung dibaca. Tapi lama sekali tidak ada jawaban. Jadi ia meneleponnya sekali lagi dan langsung ditolak lagi. Ada apa sih dengan Milly? Apa wanita itu tidak mau berbicara dengannya lagi?
Milly mulai mengetik pesan.
"Jangan telepon. Aku sedang rapat. Oke nanti aku akan ke sana."
Yes! Ia akan bertemu lagi dengan Milly. Nick bersiap-siap dan kemudian ikut dengan ayahnya berangkat ke restoran bersama-sama. Ia bisa menyibukkan diri dengan membantu ayahnya menyiapkan masakan.
Sebuah mobil sedan CRZ hitam parkir di depan restorannya. Milly turun dari mobil kemudian masuk ke dalam dan duduk di pojokan.
Nick menghampirinya. Wanita itu memang luar biasa cantik. Hidungnya tampak sangat mancung dari pinggir. Nick sudah pasti akan tertusuk hidungnya bila mereka berciuman. Segera Nick menepis pikiran itu
"Hai Milly!" sapa Nick.
"Hai."
Nick melepas celemeknya kemudian duduk di hadapannya. Ia memperhatikan mata Milly yang tidak berani langsung menatap matanya. Wanita itu sibuk mengeluarkan ponsel dari tasnya kemudian mengambil minum dan meneguknya beberapa kali. Mungkinkah Milly merasa gugup?
"Apa kamu mau pesan sesuatu?"
"Em... Boleh." Milly mengambil menu dari meja.
"Kamu mau makan apa?"
Ia melihat-lihat sebentar menunya. Wajahnya tampak kelelahan. Dahinya tampak berkeringat. Udara di sini memang agak panas. Belum lagi panas api dari kompor.
Milly menutup buku menu kemudian menggelengkan kepalanya. "Aku bingung."
Nick mengerutkan dahinya. "Kenapa? Kamu tidak suka seafood?"
"Suka. Maksudku aku tidak tahu harus memesan apa. Kamu saja yang pilih."
Nick sempat melirik tangan Milly yang tampak agak gemetaran.
"Baiklah kalau begitu."
Nick berdiri kemudian memakai celemeknya lagi dan kembali ke dapur. Semoga saja Milly menyukai pilihannya. Nick memasak Cumi Lada Garam, Udang Saus Mentega, Ikan Kerapu Saus Padang, dan Kangkung Cah Spesial.
Minuman Lemon Squash akan menyegarkan malam ini. Nick membawa nampan penuh dengan makanan lalu menyajikannya di hadapan Milly.
Wanita itu terkesiap. Matanya membelalak. "My goodness. Banyak sekali."
Nick tersenyum. "Karena kamu bingung mau makan apa, jadi biar aku yang pilihkan menunya. Apa ada sesuatu yang tidak kamu suka? Cumi? Udang? Ikan?"
Milly mengambil nasi sedikit kemudian mengisi piringnya dengan semua makanan itu. Jelas sekali kalau Milly sedang kelaparan. Baiklah, agar mereka tidak terlihat canggung, Nick ikut makan bersamanya.
Selama makan, Milly hanya berkonsentrasi pada piringnya. Ponselnya sesekali berbunyi, tapi Milly mengabaikannya. Mereka makan dalam diam. Nick tahu kalau ini bukan saat yang tepat untuk membahas tentang tagihan. Jadi ia membiarkan Milly menyesaikan makannya dulu dan mereka akan bisa mendiskusikan itu setelahnya.
Semuanya makanannya habis. Hanya tersisa nasi putih di sangku. Mungkin Nick menyiapkannya terlalu banyak. Milly hanya mengambil nasi sedikit sekali. Sementara sayur dan lauknya banyak sekali. Mungkin begitulah cara bule makan. Nick teringat saat Milly menyergahnya bahwa ia adalah orang Indonesia.
Selesai makan. Milly cuci tangan lalu menyeruput Lemon Squash nya yang sudah tidak dingin lagi.
"Jadi kamu bekerja di sini?" tanya Milly.
"Tidak. Ini restoran milik ayahku. Aku hanya ikut membantunya memasak sementara aku sedang berlibur di sini."
"Berlibur?"
"Ya. Sekarang ini aku bekerja menjadi koki di sebuah hotel di Malaysia."
"Benarkah? Kamu menjadi seorang koki?"
"Ya. Kamu tidak percaya?"
"Jadi kamu yang masak semua makanan ini?" Milly menunjuk piring-piring yang sudah kosong. Nick mengangguk.
"Lalu bagaimana denganmu? Kamu bekerja di mana?"
"Aku join bersama teman-temanku di Wedding Organizer. Minggu depan kami akan mengadakan pameran pernikahan."
"Waw hebat. Jadi kalau aku menikah, aku bisa menyewa jasa WO padamu. Benar kan?"
Milly tampak sedang menelan ludah. Ia menundukkan wajahnya. "Ya tentu saja."
"Nah. Kamu belum cerita. Bagaimana dengan perbaikan mobilmu? Aku harus menggantinya berapa? Apa kamu menyimpan bonnya?"
"Apa? Oh. Lupakan saja."
Nick mengangkat sebelah alisnya. "Kenapa? Bukannya sejak awal kamu marah-marah padaku agar aku harus mengganti rugi?"
"Sudahlah. Kamu traktir aku makan malam ini dan selesai. Aku tidak akan mengutiknya lagi."
"Tapi... Aku jadi merasa tidak enak. Apa aku berbuat sesuatu yang salah, selain menabrak mobilmu?"
Milly menggigit bibirnya. Matanya mulai berani menatap mata Nick.