"Apa kau sudah mencintaiku juga, Sir?" Adeeva terus mengekori Yudistira yang memasuki lift untuk ke lantai teratas. Pria itu terlihat meliriknya sengit tanpa menjawab pertanyaan sekretaris gilanya.
"Sir?" Panggil Adeeva lagi. Manik mata Adeeva terlihat berbinar, memancarkan kebahagiaan yang berlipat ganda. Hal itu membuat Yudistira mengulum senyumnya singkat. Sangat singkat hingga Adeeva tak dapat melihatnya.
"Kau sudah jatuh ke dalam pesonaku?" Tanya Adeeva lagi. Gadis itu sedari tadi terus mengoceh tanpa henti, mengatakan hal-hal tidak jelas yang membuat kepala Yudistira terasa pening.
"Bisakah kau diam?" Geram Yudistira. Sekarang dia baru sadar bahwa Adeeva mengikutinya sampai ke penthouse miliknya. Fakta itu terasa mengganggu Yudistira. Pasalnya hari ini dia sudah menyewa seorang pelacur untuk melepaskan hasratnya.
"Aku tidak akan diam samp—" Adeeva sedikit tersentak saat tiba-tiba Yudistira mengurungnya ke dinding lift. Dia bahkan tak bisa bernafas dengan benar sekarang. Wajah tampan Yudistira terlalu dekat dengannya.
"Kau mengikutiku?" Tanya Yudistira dengan suara rendah yang terdengar sangat sexy di telinga Adeeva.
Adeeva menggeleng dengan ragu. Tiba-tiba nyalinya ciut melihat Yudistira yang berubah menyeramkan. Mungkin Yudistira sedang lelah?
"Tidak Sir. Aku sekarang tinggal di gedung ini juga. Satu lantai di bawah Anda, Sir!" Adeeva menunjukkan senyum terbaiknya saat Yudistira terlihat kesal. Sebelum Yudistira sempat memaki dirinya, pintu lift terbuka terlebih dahulu. Adeeva segera melangkahkan kakinya keluar sambil menggoda Yudistira.
"Jangan marah-marah, Sir. Nanti kau cepat tua." Goda Adeeva sambil menjulurkan lidahnya.
***
Rintik hujan terdengar semakin deras. Semilir angin mulai membaur bersama sang hujan, mengantarkan hawa dingin pada tubuh seorang gadis berusia 26 tahun. Gadis dengan rambut merah terang itu merasa terusik dari tidurnya saat mendengar dering ponsel yang tak kunjung senyap.
Sekitar tiga kali ponselnya berdering di pagi buta, membuat gadis dengan nama belakang Mahesa tersebut tidak memiliki pilihan selain membuka matanya.
"Sialan! Aku sudah bisa menebak siapa orang yang berani mengganggu waktu tidurku!" Adeeva mendengus kesal sambil meregangkan tubuhnya dan meraih dengan kasar ponsel miliknya. Tanpa melihat nama yang tertera di sana, dia sudah tau siapa yang menghubunginya di pagi buta.
"Saya di sini, Sir. Ada apa menghubungi saya sebanyak tiga kali di pagi buta seperti ini?" Tanya Adeeva dengan nada malas. Matanya bahkan kembali menutup saking ngantuknya.
Dia baru tidur dua jam setelah membereskan barang-barangnya, maklum dia baru saja membeli apartemen berukuran sedang di gedung yang sama dengan penthouse milik Yudistira.
"Saya memberimu waktu lima menit untuk datang ke sini. Tidak ada bantahan, karena aku bosnya." Ucap Yudistira membuat Adeeva mendengus kesal dan memaki bosnya tersebut.
"Dasar Yudistira sinting!"
"Tidak beradab!"
"Yudistira tidak punya otak!"
"Aish... kenapa? Kenapa di antara jutaan pria aku malah jatuh cinta padanya? Kenapa?!" Gadis itu mengacak rambutnya sendiri kemudian mulai memakai kimono tidurnya.
Adeeva berjalan menuju kamar mandi kemudian membasuh wajahnya dan menggosok gigi tanpa berniat mandi untuk menemui Yudistira. Persetan dengan penampilannya, yang penting dia tepat waktu.
Sekarang matanya bisa melihat dengan jelas kondisi apartemennya yang terbilang cukup rapi, hasil dari kerja kerasnya semalam. Apartemen dengan nuansa putih dan rose gold itu terbilang cukup minimalis. Hanya ada ruang tamu dan ruang keluarga yang menjadi satu, dapur dan meja makan yang juga satu paket, kemudian kamar pribadinya yang cukup minimalis dengan kamar mandi dalam.
Adeeva tersenyum, merasa bangga dengan hasil dekorasinya sendiri. Meskipun tidak mewah, tetapi ini lebih dari cukup untuknya. Adeeva terbiasa hidup sederhana sejak dulu.
Dia melirik ponselnya, tersisa dua menit untuknya tiba di penthouse milik Yudistira. Gadis itu segera menyisir rambutnya dan mengenakan lipbalm kemudian mulai berjalan menuju lift yang membawanya ke lantai teratas di Vashesa.
Lift berdenting dan terbuka lebar, Adeeva segera memasuki penthouse Yudistira dengan langkah yang cepat. Beberapa penjaga dan pelayan di sana sudah mengenal Adeeva sehingga tak perlu bersusah payah untuk mengkonfirmasi identitasnya lagi.
Mata Adeeva sekarang memicing, mencari sosok Yudistira yang tak terlihat dimanapun. Setelah beberapa saat, pria tersebut baru menunjukkan dirinya dari pintu kamar tamu. Hal itu membuat Adeeva merasa sedikit curiga.
"Haruskah kau datang dengan penampilan seperti ini?" Tanya Yudistira. Sorot matanya menyatakan tidak suka, seakan penampilan Adeeva adalah hal terburuk di dunia.
"Setidaknya aku sempat untuk mencuci muka dan menggosok gigi, Sir. Apa aku sejelek itu sampai kau memberikan komentar seperti itu?" Balas Adeeva. Dia sudah mulai bisa mengatasi Yudistira.
Yudistira tidak membalas, dia tidak ingin merusak pagi harinya dengan perdebatan tidak penting. Karena ada hal yang lebih penting dari itu.
"Ganti pakaianmu lalu uruslah seseorang di dalam kamar itu." Jari Yudistira menunjuk ruangan tempat dia keluar dari sana. Hal itu membuat Adeeva merasakan firasat tidak enak.
"Apa dia seorang wanita, Sir?" Tanya Adeeva dengan ragu. Hatinya berdenyut nyeri. Hatinya berdenyut nyeri saat melihat Yudistira mengangguk. Dia sedikit kecewa. Itu artinya ucapan Yudistira kemarin merupakan sebuah kebohongan.
***
"Aku tetap tidak mau, Sir!" Adeeva melipat kedua tangannya di depan dada. Dia menolak untuk mengikuti perintah Yudistira membuat pria tersebuta terperangah melihatnya. Baru kali ini dia memiliki karyawan kurang ajar sampai tidak mau mengikuti perintahnya.
"Aku tidak memberikanmu pilihan, aku memberikanmu perintah." Geram Yudistira. Pria tersebut memilih untuk duduk dan mengamati penampilan Adeeva yang terlihat menggoda. Gadis itu hanya menggunakan kimono berbahan satin berwarna hitam dengan bra senada. Yudistira bisa melihat dari tali bra yang nampak di pundaknya.
Adeeva berdiri tepat di depannya, di antara kedua kaki Yudistira yang terbuka lebar. Wajahnya terlihat marah dan cemburu.
"Itu bukan tugasku, Sir. Aku tak mau melakukannya. Lagipula, memangnya siapa wanita itu?" Adeeva tak mau menatap Yudistira. Mata gadis itu berlarian kemana-mana.
"Hanya salah satu pelacur yang merepotkan. Dia pingsan saat ku setubuhi." Jawab Yudistira membuat Adeeva membelalak terkejut. Hati gadis itu semakin hancur. Dia marah dan cemburu!
"Suruh saja Evan yang mengurusnya, kenapa harus aku." Kesal Adeeva. Yudistira semakin tertarik dengan gadis itu. Gadis yang berani-beraninya marah pada tuannya.
Yudistira menarik pinggang Adeeva dan membuatnya duduk di atas paha Yudistira. Adeeva terkejut bukan main. Dia bahkan sampai memekik dengan kesar saking kagetnya.
"Sir! Apa yang kau lakukan?" Tanya Adeeva. Kedua tangan gadis itu berusaha menarik baju tidurnya untuk menutupi pahanya yang terekspos.
"Mengancam. Kau gadis nakal yang hanya takut kepada satu hal." Yudistira mendekatkan wajahnya pada Adeeva, dia bisa merasakan gadis di depannya sedang menahan nafas.
"Lalukan perintahku atau kita bercinta di sini." Ancam Yudistira.