"Habis digendong, dijatuhin. Sakit lah! Rasanya kayak dibawa ke langit atas, tapi tiba-tiba dihempaskan ke bawah."
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
"Maaf ya Al.. tadi Valdi gak tau kenapa tiba-tiba maksa aku buat mau pulang bareng sama dia. Padahal aku udah bilang kalau aku ada janji sama kamu. Kamu sampai nyusulin segala balik lagi masuk sekolah." Ujar Audy yang merasa tak enak semenjak Alan datang dan membela dirinya untuk menjauhkan paksaan Valdi.
"It's okay.. santai aja." Ucap Alan singkat.
Audy hanya bisa diam duduk di jok samping Alan. Lelaki itu tidak melirik sama sekali ke arahnya, dan hanya fokus dengan kondisi jalanan di depan.
"Ah, tadi aku gak sengaja sisipan di tangga sama kakak kelas. Kata Valdi dia perisak. Tapi aku gak percaya, orang kakaknya imut gitu."
Mendengar itu Alan mengernyit heran. Ada yang sengaja mencegat Audy di tangga lantai murid kelas 11? Siapa?
"Siapa?" Tanya Alan.
"Aku lupa deh tadi namanya siapa gitu loh.. kakak itu tadi cantik. Tapi kok rambutnya berani dicat warna pink ya. Tapi lucu sih..curly gitu rambut dia." Jelas Audy lebih rinci.
Alan sedang berpikir, namun dengan cepat pikirannya tertuju pada satu nama. Karena di sekolah elite tersebut yang berani mewarnai rambutnya adalah satu orang saja. Alan kenal sekali dengan gadis itu, Bianca.
Dengan napas agak memburu dan rasa sebal yang meningkat, Alan memegang setir mobilnya dengan agak meremas seolah menyalurkan emosinya. Mengapa Bianca berada di tangga murid kelas 11? Mengapa Bianca mencegat Audy yang akan pulang? Jika sampai ada apa-apa dengan Audy dan itu ulah Bianca, Alan tidak akan segan-segan membalasnya.
Tunggu, memang ia sepeduli apa terhadap Audy? Bukannya Alan tidak memiliki perasaan dan sisi perhatian? Kenapa sekarang ia mengkhawatirkan Audy? Ah, mungkin ini hanya pikiran Alan semata.
"Alan kenapa? Kok bengong gitu mukanya tegang?" Tanya Audy yang memang memperhatikan Alan yang seolah bergelut dengan pikirannya sendiri.
"Gue gak kenapa-napa."
"Ah, oke."
***
Audy begitu terlihat kagum sekali setelah memasuki perpustakaan milik keluarga Alan yang berada di lantai tiga. Rumah Alan memnag ada tiga lantai, dan perpustakaan ditaruh di lantai tiga dengan dibagi menjadi dua ruangan luas. Yaitu perpustakaan dan ruangan santai yang terbuka dan diberi pagar balkon.
Perpustakaan itu luasnya setengah bagian dari lantai tiga. Sangat luas bahkan rak-rak buku terbuat dari kayu jati yang mahal. Setengah wilayah lantai tiga itu bentuknya terbuka memang untuk bersantai, sebut saja bagian rooftop yang diberi kanopi dengan design minimalis berwarna putih agar tidak terlalu panas.
"Lo lihat-lihat aja dulu. Gue mau turun." Ujar Alan.
Audy ini tipe yang gampang takut. Otomatis gadis itu memegangi jas sekolah Alan. Mencegah lelaki itu pergi dari sana.
"Alan.. aku takut sendirian. Luas banget. Ikut turun yah.." pinta Audy.
Alan menyingkirkan tangan Audy yang memegangi ujung jas sekolahnya. "Norak banget sih. Gitu aja takut."
"T-tapi nanti kamu balik ke sini kan?"
"Iya." Jawab Alan cuek.
"Oke deh.."
Mendengar itu Alan melanjutkan langkahnya untuk menuruni anak tangga.
"Jangan lama-lama Aaallll.." teriak Audy.
Memang saat ini di rumah Alan sedang tidak ada orang selain mereka berdua dan satu pembantu di lantai satu yang masih bersih-bersih segala hal. Orang tua Alan sedang pergi ke luar kota. Sedangkan Arel sedang mengikuti les matematika di rumah temannya.
Audy yang cemberut itu hanya pasrah saja ditinggal Alan. Kini dirinya sendiran di lantai tiga yang luas. Nuansa kayu jati lah yang membuat Audy agak merinding kalau sendiri di sini. Pasalnya lantai tiga pasti jarang sekali ada yang kemari. Apalagi jaman sekarang membaca saja bisa melalui blog atau aplikasi. Sudah jarang sekali orang yang membaca di perpustakaan dan meminjam buku pengetahuan.
Diletakkannya tas ransel miliknya itu begitu saja di atas karpet berbulu yang luas berwarna putih. Audy memilih untuk berkeliling rak-rak buku untuk mengusir rasa takutnya. Lagi pula tempat ini sangat terang dan banyak lampu.
Audy menyisir rak demi rak buku. Pandangannya tertarik pada salah satu rak yang berisi khusus buku-buku pengetahuan alam, biolgi, sains, fisika dan kesehatan tubuh. Sebenarnya tadi ada rak buku yang koleksinya novel dari atas sampai bawah, tapi Audy kurang tertarik dengan novel. Apalagi yang dikoleksi adalah novel-novel yang halamannya tebal. Kalau Audy sudah membaca salah satu itu, ia akan kesal karena tidak bisa menyelesaikan bacaannya sekaligus.
Audy tertarik dengan satu buku berisi ilmu pengetahuan yang sepertinya belum pernah ia baca. Punggung buku tersebut berjudul 'Wealth of Nations'. Audy tahu buku tersebut berisi tentang Adam Smith yang menjelaskan teori Ekonomi. Adam Smith yang memang dijuliki sebagai Bapak Ekonomi yang mampu mengubah dunia dan ilmu pengetahuan. Ah, Audy mendengar itu ketika sedang belajar tentang sejarah. Ia penasaran ingin membaca buku itu saja dari pada membaca novel.
Meskipun jurusannya kelas IPA, tapi Audy cukup tertarik dengan pembahasan sejarah maupun ekonomi. Kalau setiap hari mempelajari biologi atau fisika saja membuat Audy bosan.
Gadis itu menggeser tangga kayu yang enteng, tangga yang memang digunakan untuk mengambil buku yang berada di posisi rak paling atas.
Audy menaikinya dengan hati-hati, sebenarnya ia cukup takut kalau nanti akan jatuh karena tidak ada yang memegangi tangga tersebut. Tapi ia ingin segera mengambil buku yang ia inginkan untuk dibaca itu.
Alan yang baru saja masuk, melihat Audy sedang berusaha meraih sebuah buku karya Adam Smith tersebut. Lelaki itu hanya tersenyum tipis dan meletakkan nampan berisi dua gelas jus jeruk segar dan satu toples kue bolu di atas meja.
Alan melihat Audy dengan bersedekap dada. Mencoba mengamati Audy yang belum juga bisa meraih buku Adam Smith itu.
Krep!!
Audy berhasil memegang buku yang ia inginkan itu dan berniat untuk turun. Namun, buku tersebut halamannya cukup tebal dan tangannya yang kecil tidak bisa menggenggam buku sekaligus memegangi pinggiran tangga.
Bingung, tangan Audy tak sengaja seperti terpeleset dan buku iti jatuh ke lantai. Cukup membuat suata buku jatuh itu menggema. Audy yang kaget itu tak sengaja membuat kakinya salah menginjak di posisi yang membuatnya jadi terjengkang ke belakang.
Kedua mata Alan terbelalak dan dengan cepat lelaki itu berlari di bawah Audy. Dan Bluukk!! Audy terjatuh tepat di kedua tangan Alan yang kuat. Gadis itu bahkan tidak bisa berteriak dan hanya menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.
"Buka mata lo." Perintah Alan.
Audy mengintip dan langsung bernapas lega. "Huuffttt.. aku pikir aku jatuh." Ujarnya sambil mengalungkan kedua tangannya pada leher Alan dan berpikir bahwa Alan akan membawanya dan didudukkan ke sofa.
Namun apa yang terjadi? Alan tidak suka dipegang orang. Lelaki itu langsung menjatuhkan badan Audy begitu saja.
"Aaawwhhh!! Aduuuuhhhh..sakit.. Alan kamu kok jatuhin aku kayak barang sih!!" Sungut Audy karena pantatnya yang mendarat duluan.
"Lantai kayu. Gak usah cengeng." Ujar Alan dengan cuek dan berlalu untuk duduk di atas karpet bulu.
Audy berdecak sebal dan menepuk-nepuk sekaligus mengusap-usap pantatnya sendiri karena lumayan sakit. Dijatuhkan begitu saja setelah digendong. Gadis itu lantas mengambil buku karya Adam Smith tadi dan menyusul Alan untuk duduk di karpet bulu juga.
"Bisa kan kalau nggak mau gendong diturunin dulu. Apa gunanya juga kamu nangkep aku tadi kalau dijatohin lagi. Sakit tauk!!"
Alan cuek dan malah memakan kue bolu yang ia ambil dari dalam toples kaca. "Kalau gak gue tangkep, terus lo jatuh dari tangga siapa yang tanggung jawab kalau tulang lo retak."
"Ish.. ya tapi jangan dijatuhin lagi kan bisa."
"Gue gak suka dipegang. Dan jatuh dari gendongan gue juga gak ada satu meter. Gitu aja cengeng."
Audy hanya bisa cemberut saja mendengar kalimat mengenaskan itu dari Alan. Pantatnya masih sakit dan rasa sakitnya menyebar ke pinggang. Alan cukup menyebalkan ternyata.
***