"Apakah menyukai seseorang adalah suatu kesalahan?"
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Audy meraih handuk mini di dalam lokernya, mengusap keringatnya di bagian leher dan wajah. Gadis itu baru saja selesai latihan cheers untuk penampilan dua minggu lagi. Karena dua minggu lagi akan ada pertandingan basket antar sekolah dan tuan rumah perlombaan basket itu diselenggarakn di sekolah Audy, Mega Bangsa.
"Badan gue rasanya kayak mau remuk." Keluh Audy ketika selesai minum dan duduk di sebelah Vallen.
"Kenapa?" Tanya Vallen heran.
"Kemarin, gue dijatuhin sama Alan dari gendongannya. Gila sih. Pinggang gue masih sakit." Jelas Audy sambil memijat pinggang belakangnya pelan. Karena pagi tadi saat ia selesai mandi, bagian belakang pinggangnya saat dilihat di kaca ternyata membiru. Ulah siapa lagi kalau bukan Alan yang menjatuhkan Audy begitu saja dari gendongannya.
Mendengar itu Vallen berdecak. "Oh pantesan lo gak mau jadi flyer. Aku tadi cuman ngebatin aja tumben banget lo gak mau jadi flyer. Ternyata pinggang lo encok..hahaha.."
Audy hanya mampu memberengut saja. "Biarin adik kelas lah, gantian. Masa gue mulu. Banyak yang iri juga gue gak nyaman."
Vallen mengangguk setuju, ada benarnya perkataan Audy. Karena tahun lalu saat mereka masih kelas 10, Audy memang langsung jago menjadi flyer dalam cheers. Banyak yang iri apalagi kakak kelas.
"Jadi lo kemarin gak mau diajak nge Mall gara-gara diajak Alan?" Tanya Vallen yang kini sudah mengganti costum cheers dengan seragamnya lagi.
"Iya.."
"Jadi ke perpustakaannya?"
"Iya.. ya ini dapetnya biru di belakang pinggang. Kaget banget gue tiba-tiba dijatuhin Alan. Emangnya dia bisu atau gimana sih?!" Protes Audy yang masih tak terima kejadian kemarin.
"Emang kenapa kok Alan jatuhin lo? Kan bisa diturunin dengan baik-baik aja."
"Tauk tuh! Emang cuman dia yang punya perasaan beku. Ngalah-ngalahin kutub utara. Ya kan gue jatuh dari tangga abis ambil buku di rak atas. Dia nanggep gue. Giliran gue pegangan lehernya, dia malah jatuhin gue secara dadakan. Auto kaget kan gue." Sungut Audy sambil menutup loker ketika selesai berhanti pakaian.
Vallen malah terkekeh menertawakan Audy begitu saja. "Hahaha abisnya lo lugu amat. Orang kayak Alan yang sikapnya beku kayak gitu kenapa lo sukain sih? Masih mending ya nge fans sama cowok korea yang gak bisa diraih. Dari pada nge fans sama manusia kayak Alan aja lo kejar-kejar." Omel Vallen.
"Iihh Vallen. Kok gitu sih.. dia ganteng tauk." Ujar Audy yang tentu saja tidsk suka Vallen mencibir Alan.
"Haduuuhhhh ganteng doang, tapi kaku. Ogah banget."
Audy cemberut dan bersedekap dada sambil mengikuti Vallen yang keluar dari ruang ganti ekskul cheers. Mereka berdua berjalan pelan di koridor sekolah untuk menuju ke kelas lagi. Jam menunjukkan pukul 3 sore, banyak yang sudah pulang dan sekarang suasana sekolah lumayan sepi.
"Lo dijemput nggak?" Tanya Vallen.
"Dibarengin Alan lagi kok. Dia janji nunggu gue di parkiran sebrang sekolah."
"Beneran?" Tanya Vallen memastikan.
"Iya.. lo bawa mobil Len emangnya? Steffani udah pulanh duluan yah.."
Vallen mengangguk. "Gak, gue dijemput sama bokap. Iya si Steff tadi pulang gercep tauk tuh anak ke mana. Eh, lihat tuh Dy.. nah.. cowok kayak gitu tuh yang harusnya lo sukain." Ujar Vallen sambil menunjuk ke arah bawah di mana di tengah-tengah taman masih berkumpul beberapa cowok basket angkatan kelas 12. Di mana ada kapten basket yang bernama Dirga di sana.
Audy mengikuti telunjuk Vallen dan menatap salah satu cowok yang menurutnya paling menonjol. "Siapa dia?" Tanya Audy dengan polosnya.
"Kudet lo mah! Di Kak Dirga. Kapten ekskul basket, dia kelas 12 sama kayak Alan. Tapi dia jurusan IPS." Jelas Vallen dan senyum-senyum sendiri melihat Dirga dari lantai dua.
Audy merasa ngeri melihat Vallen yang mungkin agak sedikit gila kalau memandang cowok yang tampan sedikit saja. Gadis itu memilih berlalu dan masuk ke kelas saja untuk mengambil tasnya.
"Len, lo mau sampai kapan di sini? Gue pulang duluan yah. Alan udah nunggu pastinya di parkiran sebrang." Ujar Audy yang sudah keluar dari kelas dan masih menemukan Vallen memandang Dirga dengan setia.
"Ah iya, duluan aja. Gue juga udah mau pulang kok."
"Oke."
Audy bergegas mempercepat langkah kakinya untuk segera turun dari lantai dua dan keluar dari sekolah. Namun, saat hendak menuruni tangga Audy menemukan papan peringatan kalau tangga tersebut hendak diperbaiki dan tidak boleh dilewati. Gadis itu hendak memanggil Vallen, namun saat dirinya menengok ke belakang Vallen sudah tidak ada di lorong depan kelas.
Tapi Audy dengan santai saja mengambil arah lain dan langkah kakinya menuju arah lurus. Karena seingatnya tangga tidak cuman satu. Ada lagi di dekat toilet pojokan yang memang untuk jalan keluar bagian kelas di sebelah sana supaya murid tidak terlalu jauh mencari keberadaan tangga.
Perasaan Audy tiba-tiba merasa tidak enak saat langkah kakinya semakin mendekati tangga tersebut. Seperti ada yang mengawasi, tapi tidak ada orang di situ. Baru saja kakinya hendak menuruni anak tangga dan baru memijak tangga ke satu. Mulutnya sudah dibekap seseorang dari arah belakang dan menyeretnya paksa untuk mengikuti langkah seseorang tersebut memasuki toilet perempuan.
BRUK!
Badan Audy tersentak kala ditabrakkan pada tembok. Ia mengerang kecil karena lebam biri di belakang pingganga akibat dijatuhkan Alan kemarin malah semakin sakit. "Awwhh.." ringis Audy pelan.
BRAAKK!!
Audy terperanjat kecil mengetahui pintu toilet itu ditutup dengan kencang dan dikunci dari dalam. Cahaya di toilet wanita yang letaknya pojokan itu memang sedikit redup kalau lampu tidak dinyalakan.
Mengerjapkan matanya, Audy hanya mengenali satu diantara tiga gadis yang diduga kakak kelasnya. Satu orang yang pernah tidak sengaja bersisipan dengan Audy di tangga. Bianca. Lebih tepatnya Bianca Adellina Revicta. Begitu lah yang Audy baca nametag yang berada di atas saku seragam Bianca.
"Utututuuuuu.. apanya yang sakit? Lemah banget sih badannya.. bukannya lo ikut cheers? Kenapa lemah banget?" Tanya Bianca dengan mimik wajah kasihan.
Audy merasa dirinya terpojok, pikiran-pikiran buruk dan firasat buruk dalam benaknya seolah memang akan terjadi padanya. Tapi karena apa? Apa Audy melakukan kesalahan?
Bianca menaikkan dagu Audy dengan satu jari telunjuknya. "Nyalain lampunya." Perintahnya dan Stela yang ada di dekat pintu itu langung menyalakan lampu toilet sehingga mencari terang kembali.
"Awwwhh.." ringis Audy ketika Biance dengan dadakan menjambak rambutnya. "Kakak siapa? Ngapain? Kenapa aku digiin?" Tanya Audy dan berusaha melawan Bianca namun kedua tangannya segera dicekal oleh Stela dan Belva yang memegangi di sebelah kanan dan kiri.
Bianca tersenyum devil. "Kakak baik kok. Cuman mau memperingatkan kamu kalau jangan coba-coba jadi perempuan yang gatel ke cowok."
Audy mengernyit dan masih menahan sakit di kepalanya karena rambutnya masih dijambak oleh Bianca. "Maksudnya?" Tanyanya heran.
"Lo gak paham maksud gue?" Tanya Bianca sebal. "Kalau lo gak paham juga.. boleh lah kita bikin kue bareng di sini." Sambungnya dengan mengambil sebungkus telur ayam mentah yang isinya mungkin ada setengah kilogram.