Audy bangun jam 5 pagi. Ia sudah selesai sholat subuh kemudian segera menyambar handuk untuk mandi. Selesai mandi ia merapikan tempat tidur kemudian ia duduk didepan meja rias menyisir rambutnya di depan cermin. Tak lupa ia memakai bedak hariannya, bedak yang ia pakai itu natural hanya tipis dan melihatkan wajah cantik alaminya. Dan sentuhan terakhir yaitu lipbalm pink rasa strawberry. Tak lupa juga ia menyemprotkan parfum beraroma strawberry soft. Ia sangat menyukai strawberry.
Tiga benda itu--bedak, lipbalm, dan parfum-- selalu berada dalam tasnya. Yah dia ini perempuan remaja. Jadi dia harus siap dengan keadaan apapun agar terlihat tetap cantik ataupun wangi. Selesai merapikan diri, Audy menyambar tasnya. Ia memandang keadaan kamar tamu tersebut sebentar dan ia rasa kamar itu sudah rapi. Audy menutup pintu kamar kemudian berjalan menuruni anak tangga dan meletakkan tasnya di sofa ruang keluarga. Ada bunyi peraduan antara barang kaca dan keramik dari dapur. Audy langsung saja menghampiri Sarah yang berada di dapur.
"Pagi tante.." sapanya.
"Eh Audy kamu sudah rapi saja sayang?" Tanya Sarah sambil menambahkan karamel diatas pancake rasa pandan yang sudah ditata menjadi lima piring.
"Sudah tan.."
"Kamu bangun jam berapa memang?"
"Jam lima pagi tan, Audy langsung mandi dan beresin kamar. Nggak enak Tan bangun agak siang, ini kan Audy nginep di rumah orang."
"Audy audy kamu ini ya bisa saja. Tante ini bukan orang lain loh ya jangan gitu. Anggap aja tante ini juga bunda kamu."
"Makasih ya Tan.. wah tante pagi-pagi udah matang aja makanannya. Pake menu pancake lagi. Sini tante Audy bantuin ya.." tangan Audy ingin meraih kaleng karamel namun dicegah Sarah.
"Ih jangan! kamu ini udah pakek seragam ntar belepotan nanti.."
"Yahh tante. Audy pengen bantuin gak enak dong Audy cuman diem di sini liatin tante doang." Audy mencebikkan bibirnya. Sarah yang melihat itu tersenyum.
"Gini aja deh kamu siapin lima gelas di meja makan terus tuangin orange juice yang ada di kulkas ya.."
"Siap tante." Audy langsung mengambil lima gelas model memanjang dan ditata di meja makan sesuai tempat duduk. Kemudian menuangkan jus yang baru dikeluarkannya dari kulkas. Dan ia kembali menghampiri Sarah.
"Udah siap tan, sini sini Audy taruh pancakenya di meja makan ya tante.." Sarah mengangguk dan membereskan bekas wadah membuat pancake tadi.
Audy yang sedang menaruh lima piring berisi pancake sesuai posisi duduk sangat senang ia bisa membantu Sarah pagi-pagi menyiapkan sarapan.
"Pagi Audy.. wah wah menantu idaman kamu ini." Suara bariton Abi ayah Alan menghilangkan hening di meja makan.
"Om Abi bisa aja. Audy kan bantuin tante Sarah om.." dan ya! Tentu saja pipinya merona begitu saja karna disebut 'menantu idaman'.
"Ciieee kak Audy blushing tuh Yah.. gapapa kali kak kalau emang beneran jadi mantu di sini. Arel seneng punya kakak ipar kayak kak Audy." Ucap Arel yang tiba-tiba ngibrit duduk di meja makan sebelah kanan Abi.
Tentu saja Audy masih melihatkan semburat merah yang menjalar dikedua pipinya. "Arel bisa aja deh.. kakak seneng kok bantuin siapin sarapan." Ucapnya sambil menahan senyum.
"Audy itu rajin loh Yah. Dia bahkan udah rapi, cantik, dan udah wangi. Padahal ini baru jam 6. Cekatan dia.." ucap Sarah yang barusan dari dapur langsung duduk di sebelah kiri Abi seperti biasa.
"Iya bun.. tuh Rel kamu tiru kak Audy yang rajin.. jangan males kamu juga perempuan loh." Mendengar itu Arel hanya mengangguk antusias.
Alan yang baru turun langsung duduk di sebelah Bundanya dan meminum jusnya sedikit. Audy juga baru duduk disamping Arel dan langsung melihat Alan dihadapannya. Tidak ada perubahan wajah. Ya. Tetap datar. Menyapa pagi saja tidak. Satu huruf pun tidak keluar dari mulut cowok itu. Abi berdehem menghilangkan keheningan yang tercipta beberapa detik.
"Sudah ayo kita mulai sarapannya." Ucapnya dan langsung memimpin do'a kemudia makan dengan tenang.
~~~~~
"Kamu berangkat sama Audy ya Al. Kalian kan satu sekolah, Arel biar ayah yang antar." Ucapan Abi tadi tidak menjadi penolakan buat Alan.
"Iya Yah." Jawabnya.
Audy yang hendak membantu membereskan piring dan gelas dicegah oleh Sarah.
"Udah Dy.. kamu berangkat aja. Ini biar tante yang beresin. Sebentar lagi bi Tutik dateng kok.." ucap Sarah.
"Ayo kita berangkat serakang aja." Ajak Alan. Audy yang mendengar itu terkejut sebentar kemudian langsung mengangguk. Mereka pun menyalami Sarah dan Alan.
"Makasaih tante, om.. Audy dibolehin nginep di sini maaf ya udah ngerepotin tante sama om." Audy tersenyum sopan.
"Gapapa Dy, om seneng kamu di sini. Kapan-kapan boleh nginep di sini lagi kok. Dan juga kalo kamu sendirian di rumah mending kamu di sini saja." Ucap Abi bijak.
"Iya kak.. Arel juga seneng kak Audy di sini. Arel jadi nyesel tadi malem nggak ngobrol sama kak Audy." Ucap Arel.
"Udah ah Alan berangkat Yah, Bun.. Assalamu'alaikum." Ucap Alan.
"Wa'alaikumsallam." Jawab Abi, Sarah, dan Arel serempak. Mereka menggelengkan kepala melihat Alan yang tidak pernah sabaran.
~~~~~
Tidak ada yang memulai percakapan sejak lima menit tadi dalam perjalanan. Audy sejak tadi hanya melakukan hal yang sama pada ponselnya. Ia buka kunci tutup kunci, buka lagi tutup lagi. Ya. Hanya itu. Dia sangat tidak menyukai suasana awkward seperti ini. Ia hanya memandang ke arah kiri jendela.
"Kenapa?" Satu pertanyaan keluar dari mulut Alan. Audy langsung saja tergagap.
"Eh? Ke-kenapa apanya?" Gugupnya.
"Lo." Audy menautkan alisnya tanda tak tau maksud Alan. "Lo kenapa? Setiap bareng gue kaku banget. Santai dikit dong, ajak bicara kek. Kayak cewek lain gitu yang enak diajak ngobrol. Perasaan, gue juga gak nyeremin." Ucap Alan.
"Emm maaf Al. Lagi gak punya topik pembicaraan jadi aku diem aja deh."
"Ya apa kek. Gue gak suka didiemin kayak suasana barusan tadi."
'Situ gak suka didiemin tapi suka ngediemin' ucap Audy dalam hati.
"Ya gimana?" Tanyanya.
"Mulai sekarang lo jangan kaku ke gue kalau ngomong. Nyantai aja kali, bukannya lo pernah bilang dulu sering banget main sama gue? Kenapa sekarang jadi kaku?"
Sungguh! Audy tidak menyangka Alan akan bicara lebih ceria daripada biasanya. Audy selalu mengira bahwa Alan itu irit bicara. Ya memang Alan itu irit bicara. Tapi Alan memang bicara seperlunya saja jika di sekolah. Mengingat ia memang termasuk dalam daftar cowok ganteng di Mega Bangsa. Alan itu juga blasteran Aussie sama seperti Audy. Ayah Alan yang mewarisi darah sana, sementara Audy itu Kakeknya--Ayah dari Papa Audy-- yang mewarisi darah sana. Sedangkan Ibu Audy blasteran Indo-Arab, jadi jangan salahkan Audy jika ia memang terlihat cantik alami.
"Hehe iya deh iya sorry.. kalau boleh tanya kenapa pas di rumah jutek?" Tanya Audy menginterogasi Alan. Dia sengaja. Alan itu susah ditebak.
"Gue gak tau. Tergantung mood gue doang gue jutek atau nggak. Maaf kalau buat lo keganggu sama sifat gue di rumah." Jelas Alan.
"Iya gapapa Al. Tapi janji ya jangan gitu lagi. Kamu juga harus buang sifat dingin kamu itu."
Alan mengangguk dan menoleh ke arah Audy memberikan senyumnya yang tulus. Audy yang bertemu pandang dengannya menjadi salah tingkah dengan senyuman itu. Oh ciptaan Tuhan itu memang indah!
"Hahahaha pipi lo kenapa? Blushing huh? Bilang aja kalau gue ganteng." Goda Alan padanya. "Kenapa diem? Senyum aja kali gak usah ditahan."
"Emm nothing." Audy langsung tersenyum. Tanpa Audy tahu. Hati Alan menghangat, karena hubungan keduanya kembali ceria seperti dulu.
Sesampainya di sekolah Alan memarkirkan mobilnya di parkiran dalam sekolah. Baru kali ini ia memasukkan mobilnya ke dalam. Biasanya ia akan parkir di parkiran sebrang sekolah yang lahannya lebih luas. Mereka pun segera keluar dari mobil. Dan langsung disambut tatapan-tatapan penuh tanya dari beberapa siswa di sana. Ada yang langsung mencibir Audy. Ada juga yang melihat dengan tatapan aneh. Alan memang cakep. Audy akui itu. Tapi Alan di sekolah bersifat dingin tapi tetep keren. Maka dari itu para fans nya hanya bisa menatap, menjadi stalkers, dan hanya bisa mengagumi Alan dari jauh. Tak ada yang berani mendekat atau sksd(sok kenal sok dekat) padanya.
Mereka berjalan menyusuri koridor. Kelas Audy berada di lantai satu sebelah kiri yang separuh sebelah kanan adalah kelas sepuluh. Dan kelas Alan kelas duabelas berada di lantai dua. Mega Bangsa memang luas. Lapangannya berada di tengah-tengah bangunan kelas.
"Nanti gue ada diskusi bimbel buat persiapan UN. Bimbel tahun ini dipercepat katanya biar para siswa mampu saat hari H. Lo nanti gapapa kan nunggu bentar?" Tanya Alan.
"Emm gini Al. Nanti aku dijemput kak Bita, kemarin dia udah chat aku." Audy menghentikan langkahnya yang sudah sampai di depan kelasnya. Alan berhenti sebentar.
"Oh gitu. Yaudah kalau gitu, sampai ketemu lagi." Ucapnya datar lalu pergi begitu saja.
"Hufft.. jantunggggg lo bisa diem gak sih. Loncat-loncat mulu dari tadi. Untung gue bisa kontrol.." Audy mengomeli kondisi marathon jantungnya itu. Ia langsung memasuki kelasnya. Ya. Debaran jantungnga memang selalu meningkat saat berada di dekat Alan.
~~~~~
Saat istirahat di kantin seperti biasa mereka berempat--Audy, Vallen, Steffani, dan Valdi-- mereka selalu duduk di meja kantin yang sama. Audy menceritakan kejadian pulang sekolah kemarin sampai menginap di rumah Alan dan berangkat bersama pagi tadi. Kedua sahabat perempuannya mengangakan mulut sempurna.
"DEMI APA??!! Lo gak bercanda kan?" Tanya Steffani heboh sambil mengebrak meja pelan.
"Seiously? Wah gimana rasanya serumah sama cogan?" Tanya Vallen yang juga ikut heboh. Sementara satu manusia yang bersedekap dada hanya diam tak tertarik topik ini.
"Ya seperti yang gue bilang tadi, dia jutek dan semalem gue ngobrol sama tante Sarah aja yang gue cerita tadi." Jelas Audy.
"Cielahhh seneng kan lo sekaramg kebukti kalo lo tuh bukan pembawa sial. Itu emang benar karna Alan waktu itu protektif ke adiknya." Ujar Steffani.
"Ciiieeee yang lagi seneng sono adain slametan sekalian hahaha." Vallen pun menyahut dan tertawa renyah.
"Lo blasteran Indo-Jerman gue kira gak tau istilah slametan." Ucap Steffani kemudian tawanya meledak lagi.
"Yeeee gini gini gue juga seagama sama kalian keles!" Cibir Vallen.
"Haha udah udah kalian berdua tuh ya kayak anak kucing bertengkar deh." Rajuk Audy.
"Yayaya gue ngalah deh ya." Steffani selalu mengalah jika Audy mulai menggurui mereka. Steffani tahu Audy tidak suka pertengkaran walaupun hanya bercanda.
"Val? Diem mulu lo dari tadi? Mikir apa sih lo? Audy lagi seneng ehh lo malah murung." Cibir Vallen pada Valdi. Namun cowok itu bergeming kemudian meneguk minumannya sampai habis dan pergi meninggalkan tiga gadis yang masih memandang punggungnya menjauh dengan raut wajah bertanya.
"Tuh anak kenapa dah?" Tanya Audy.
"Gue to the point deh ya. Kayaknya Valdi suka deh sama lo Dy. Dari dulu tiap lo abis cerita tentang Alan dia pasti pergi gak jelas gitu terus ngambek. Ehhh besoknya balik lagi kayak biasanya akrab gitu. Aneh kan!" Ucap Vallen menyelidik.
"Masa sih Len? Ah gak mungkin. Valdi emang lagi gagal mood kali." Audy menyanggahnya.
"Gue gak berpendapat deh. Gak tahu masalah cinta." Steffani nyengir kuda yang mendapat tatapan sinis dari kedua sahabatnya. Kemudian mereka kembali berbincang dan sesekali tertawa. Melupakan Valdi yang marah tanpa sebab.
~~~~~
Audy sudah menduga Bita yang menjemputnya sekarang. Di mobil, Bita selalu memanas-manasi Audy dan menggodanya yang habis menginap di rumah Alan. Tapi mereka begitu seru membahas topik itu. Setelah sampai di rumah Audy langsung menuju kamar dan menguncinya. Ia sudah bilang pada Bita kalau dia masih capek.
Mengingat kejadian di kantin tentang Valdi yang lagi ngambek. Uhhhh mukanya tadi kalau dilihat-lihat itu datar tanpa ekspresi. Audy sendiri bingung mengenai itu. Sebenarnya ada apa dengan cowok itu? Benar yang dikatakan Vallen kalau setiap Audy cerita tentang Alan, cowok itu selalu saja marah tidak jelas.
Valdi sangat peduli dengan Audy sejak kelas sepuluh saling mengenal. Valdi tau Audy sangat menyukai Alan. Valdi selalu memperhatikan Audy sampai pada hal-hal kecil. Pernah Audy tidak membawa pulpen, cowok itu meminjamkannya pada Audy tapi dia sendiri sampai meminjam ke teman lain. Disaat Audy menangis masalah keluarga, Valdi lah orang pertama yang menemani gadis itu di rumah Audy sampai gadis itu tertidur.
'Valdi kenapa ya? Masa dia beneran marah sih? Kok gue jadi gak enak gini ya.. masa iya cuman gegara gue cerita tentang Alan aja ngambek? Ntar kalau dia ngambek gak ada yang nemenin gue lagi dong?' Audy masih bergelut dengan pikirannya mengenai Valdi. 'Ah masa bodoh lah. Ntar dia juga balik kayak biasanya lagi.' Batinnya. Kemudian ia memejamkan matanya lelah. Masa bodoh dengan Valdi katanya. Yahh salahkan Audy jika cowok itu memang marah dengan Audy.
***