"Syukur deh kalau suka." Ucap Audy yang merasa lega karena Dirga memuji coklat truffle pemberiannya.
"Ya suka lah. Kan yang bikin bukan lo. Pasti ini beli."
Audy melongo. Menatap Dirga dengan tatapan yang sangat sebal. Bisa-bisanya tadi sudah memuji sebagus itu sampai Audy merasa berada di langit. Sekarang malah dijatuhkan secara langsung.
"Yeee.. emang lo siapa gue sampai gue rela bikinin coklat truffle." Tegas Audy sambil bersedekap dada.
Duduk di bawah dengan bersandar pada tembok gedung basket indoor itu memang terasa sangat sejuk. Karena di atasnya nampak plafon gedung yang memang dibangun memanjang. Jadi mereka duduk di bawah dengan keadaan rindang. Angin semilir juga sangat sejuk rasanya. Keringat di tubuh Dirga juga jadinya mengering.
"Ya udah anggep aja gue ini pacar lo. Terus lo bikinin coklat truffle buatan lo sendiri." Ucap Dirga dengan datarnya.
Padahal kondisi detak jantung Audy lagi dan lagi dibuat berdentum dengan ritme yang tidak biasa. "Apaan sih gak jelas banget." Komentarnya.
Dirga sibuk menghabiskan coklat truffle itu sekaligus. Mengunyahnya dengan lahap tanpa merasa ngilu di gigi karena rasa manis coklat truffle itu kuat sekali.
"Lo abisin semuanya di sini?" Tanya Audy yang menatap Dirga heran.
Dirga mengangguk. "Iya. Gue laper. Abis main basket." Jawabnya.
"Sorry kak, gak gue kasih minum. Abisnya ketemu lo dadakan."
"Santai aja. Lo beneran nyariin gue ke gedung IPS?"
Audy mengangguk. "Iya, tapi gue mantau dari perpus. Mana mungkin gue naik ke kelas-kelas IPS. Yang ada gue jadi sorotan anak-anak IPS. Badge seragam kan jelas berbeda."
"Anak IPS mah gak ada yang tukang cibir mencibir. Udah puyeng sama sejarah dan ekonomi. Mereka emang banyak duduk di depan kelas. Tapi gak pernah mengkomentari orang yang lewat."
"Oh ya?"
Dirga mengangguk sebagai jawaban. "Ada noh yang pacaran. Cowoknya anak IPA. Ceweknya anak IPS. Hampir tiap hari cowoknya bucin jemput si cewek ke gedung IPS tiap istirahat."
"Oohhh.. kelas sebelas yah? Rama sama Shinta?"
"Iya. Dari nama udah kayak ceritanya Rama Shinta. Hahaha.."
Saat Dirga tertawa, seolah waktu tiba-tiba melambat. Audy melihat tawa renyah Dirga dari samping kiri cowok itu. Selama ia bertemu dengan Dirga, ia belum pernah melihat Dirga tertawa seperti itu. Audy selalu saja mendapatkan wajah datar Dirga.
"By the way, lo kenapa tadi ngelihat Alan kayak ngelihat setan? Dia emang setan sih tapi." Ujar Dirga yang merubah arah perbincangan.
Audy tersentak ketika diajak ngobrol. Pasalnya ia sibuk memperhatikan wajah Dirga. Untung saja cowok itu tidak sadar kalau sedang diperhatikan tadi. "Ah.. oh tadi.. cuman pengen menghindari Alan aja."
"Emang lo deket sama dia?"
"Iya. Dari kecil sih. Sampai sekarang juga rumahnya tetanggaan, cuman beda blok di perumahan."
"Yaahh.. ternyata lo deket sama Alan."
"Emang kenapa?"
Dirga mendecakkan lidahnya. "Kalau deket sama Alan, berarti sama-sama setan. Alan kan setan."
"Dih, kasar banget omongannya. Bukannya kalian tadi main basket bareng?"
"Iya. Dia jadi tim musuh dari tim gue. Mana mungkin gue satu tim sama dia. Gak akan pernah."
"Siapa tahu kalau ada lomba basket antarsekolah, lo satu tim sama Alan kak.."
"Ogah banget. Itu gak akan pernah kejadian. Kalaupin diatur kayak gitu sama guru basket, gue atau dia pasti mengundurkan diri dari perlombaan." Jelas Dirga dengan tatapan yang tidak suka ketika membicarakan Alan.
"Pantesan setiap lomba pasti kalian kayak gantian gitu."
Dirga mengangguk membenarkan.
"Emang kalian kenapa? Bertengkar?"
Dirga tidak menyahut. Melainkan jadi menoleh ke kiri. Menatap Audy dengan pandangan sangat lurus tanpa beralih. "Lo kepo banget." Tandasnya kemudian.
"Dih, gak beres lo kak. Udah ah gue mau ke kelas. Lima belas menit lagi bel masuk." Ujar Audy dengan berdiri dan menepuk-nepuk belakang roknya.
"Makasih coklatnya." Ucap Dirga.
Audy mendongak, menatap Dirga yang kini berdiri dengan membawa kotak coklat truffle yang isinya sudah kosong. Gadis itu nyengir mengetahui Dirga cepat sekali menghabiskan coklatnya. "Oke. Sama-sama."
Namun Dirga mencekal pergelangan tangan kanan Audy. Mencegah gadis itu untuk pergi dulu.
"Apa lagi?" Tanya Audy heran.
"Masa lo nebus pertolongan gue cuman sama coklat truffle doang? Lo udah gue rawat dengan baik loh di apartemen gue. Apalagi lo juga udah bikin gara-gara malem-malem di apartemen gue waktu itu. Udah gue kompresin, udah gue bopong ke tempat tidur, udah gue kasih makan, udah gue anterin pulang, gue ijinin ke guru, emm apalagi yaaa----"
"Ish.. diperhitungkan!! Iya iya lo mau apa lagi kak??" Tanya Audy dengan bersungut dan mengerutkan alisnya.
"Lo serius bakal ngabulin permintaan gue?"
Audy menghentakkan kakinya kesal karena cekalan tangan Dirga masih setia di pergelangan tangan kanannya. Seolah memang tidak boleh terbebas dulu sampai pembicaraan mereka benar-benar selesai.
"Ya cepetan. Gue mau ke kelas. Jangan minta aneh-aneh dan gue gak pengen lagi ketemu lo kak." Peringat Audy.
"Kenapa lo gak mau ketemu gue lagi?"
"Lo kasar. Tapi kadang lo lembut, terus lo kasar lagi. Gue takut sama lo."
Jawaban Audy membuat Dirga termenung sejenak. Seolah kini yang ada di hadapannya bukanlah Audy, tapi Diana. Diana juga pernah berkata seperti itu.
"Buruan. Lo mau apa dari gue? Biar gue bayar lunas pertolongan lo ke gue." Ucap Audy.
"Temenin gue makan sepulang sekolah. Dimulai senin hari ini, nanti pulang sekolah lo harus lewat gerbang belakang dan tunggu gue di sana sampai gue dateng." Ucap Dirga dengan menunjuk lurus ke kiri. Di mana di sana memang ada gerbang belakang sekolah yang pernah Audy tuju saat akan pulang karena selesai dibully.
"Hah? Makan doang kan tapi?"
"Iya. Sampai hari sabtu." Ujar Dirga dengan menaik-turunkan kedua alisnya.
Kedua mata Audy membulat. "Hah? Lo gila kak? Ya kalik lo culik gue terus setiap pulang sekolah? Mana selama enam hari pula. Gak mau gue!!!"
"Kok gak mau? Katanya lo mau bayar pertolongan gue? Jaman sekarang kagak ada yang gratis."
"Iya tahu. Tapi ya jangan enam hari dong."
"Ya terserah gue dong yang kasih lo perintah. Emang kenapa lo gak mau selama enam hari?" Tanya Dirga penasaran. Pasalnya, tugas Audy hanya menemaninya makan saja. Tidak sulit. Dan yang membayar makanan nantinya juga Dirga.
"Emm kenapa ya.. ya takut aja."
"Takut kenapa?"
"Takut kalau lo suka sama gue." Tanda Audy dengan percaya diri.
"Sok banget lo!!" Cibir Dirga dengan sangat ketus. "Lagian lo cuman nemenin gue makan. Makan juga gue yang bayarin. Udah mirip gue traktir kan lo.. pulang juga bakal gue anter. Kurang enak apa lagi?"
Audy nampak terlihat berpikir sejenak dengan mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya pada dagu. "Oke deh. Deal!! Cuman nemenin makan yaa.."
"Iyaa."
***