"Oh, maaf... maksudku—" ucap Sean tergagap. Dia menggaruk tengkuknya bingung, hendak pergi namun segera diurungkan.
"Aku ingin bercinta malam ini." ujar Nicholas. Sean menghela napas lega, dia menyikut punggung Marvin. Sebab ia tahu, ketika Nicholas melakukan hal itu adalah cara satu-satunya yang bisa meredam emosi yang bergejolak di dalam dirinya.
"Tentu... tentu, Nick! Setelah kita menjarah hotel tempat Omar tinggal kita akan bersenang-senang. Oh, ya Tuhan! Omar memiliki anak perempuan yang sangat... cantik."
Nicholas tersenyum kecut, dia langsung berdiri kemudian mendekat ke arah Sean dan Marvin. Sean, yang sedari tadi berdiri pun langsung ikut berlutut di samping Marvin.
"Kali ini... dengan cara yang berbeda." ujarnya penuh percaya diri.
=000=
Malam ini, Grace sengaja tidur larut. Bahkan sebenarnya, dia hampir tak bisa tidur. Dia merindukan orangtuanya, terlebih... Korvin. Ya, biasanya di saat dia kesepian seperti ini, Korvinlah satu-satunya orang yang akan menghiburnya. Mengajaknya pergi jalan-jalan atau pun makan. Namun sayang, bahkan untuk sekedar menghubungi Korvin pun Grace dilarang. Dia hanya bisa mengatakan jika rindu Adik laki-lakinya dalam hati. Dan semoga, Adiknya tahu.
Saat kesadarannya hampir hilang dan terjun ke dunia mimpi. Ranjang Grace terasa begoyang. Ada yang duduk di samping ia tidur, meski dia masih berpikir itu hanyalah sosok yang datang ke dalam mimpinya. Akibat dari rasa kesepian yang merajai otaknya.
"Malam ini aku akan bercinta dengan perempuan lain, Grace..." desis sosok itu. Ranjang Grace terasa tenang, namun desisan pelan lelaki itu mampu Grace tangkap samar-samar. Ya... Grace tahu itu mimpi, oleh sebab itu ia hanya mendengarnya dengan samar. Lagi pula, suara itu bukanlah suara Gob. Terlebih, tak mungkin ada lelaki yang masuk ke dalam kamar yang sudah dikunci dari dalam.
"Bagaimana perasaanmu? Apa kau suka? Atau... kecewa?" tanya lelaki itu kepadanya. Grace masih diam, menikmati setiap desisan-desisan lelaki yang ada di dalam mimpinya. Lelaki yang Grace tangkap dari nada suaranya terdengar sangat frustasi.
"Aku ingin bercinta denganmu, Grace." ujar lelaki itu lagi. Kini, Grace hanya mendengar suara decakan, sebelum hening kembali menyelimuti alam mimpinya.
Tak lama setelah semuanya hening, ranjang Grace kembali bergoyang. Kemudian, sesuatu yang lembab menempel di bibirnya. Grace masih terpejam, dia meyakini jika sosok yang muncul di dalam mimpinya adalah pangeran-pangeran di negeri dongeng, yang datang lewat mimpi dari perempuan yang kesepian. Ciuman itu terasa begitu nikmat, hal yang awalnya hanya sentuhan berubah menjadi sesapan—dan—lumatan. Grace mulai mendesah, saat bibir itu turun mencumbu leher kemudian menggigit gemas putingnya yang kebetulan tanpa terhalang bra.
Tunggu... Grace mengerutkan keningnya. Ini bukanlah mimpi, apa yang ia rasakan adalah nyata. Ada sesuatu yang mengaduk-aduk perutnya dan itu dia rasakan dengan nyata. Namun, ketika Grace melengku, ia hendak membuka matanya, kecupan dan kenikmatan yang barus saja ia rasakan pun hilang. Yang Grace tahu hanyalah, sosok seperti bayangan yang hilang di balik dinding kamarnya.
Apa ia mimpi? Jika iya, kenapa mimpi itu terasa nyata? Namun, jika ia tidak bermimpi, apa mungkin ada manusia yang bisa lenyap di balik dinding? Grace teduduk, dia memeluk tubuhnya sendiri dengan kedua tangan saat bulunya mulai meremang.
Pikirannya kembali berputar pada Alex, pemuda yang tadi pagi meninggal. Apakah arwah Alex yang datang? Ataukah rumah kediaman keluarga Kyle berhantu? Tidak! Tentu saja tidak! Bagaimana bisa Grace berpikiran sekonyol itu. Dia bukan gadis berusia tujuh tahun yang takut jika ada boneka menangis sendirian. Itu tahayu, dan itu konyol!
"Kau jangan gila, Grace." gumamnya sambil menepuk-nepuk pipinya sendiri. Setelah ia meneguk air mineral yang ada di nakas samping tempat tidur, dia kembali memejamkan mata.
=000=
Malam ini Nicholas, Marvin dan Sean sudah berada di dalam hotel berbintang di London. Ada acara di hotel itu, tepatnya pesta yang digelar oleh salah satu pengusaha kaya London untuk menyambut kedatangan Omar, pengusaha kelas dunia yang selalu menjadi incaran pengusaha-pengusaha yang ingin meminta investasinya.
"Dia Alea... putri dari Omar." tunjuk Sean dengan dagu.
Suasana tampak ramai, beberapa pengusaha ternama dari Inggris berkumpul jadi satu. Bahkan tak jarang, jika Nicholas terpasak mengangguk menanggapi sapaan-sapaan dari para pebisnis lain.
Ya, siapa yang tak kenal dengan Nicholas Kyle, bagi kaum awam, keluarga Kyle adalah pengusaha yang diperhitungkan di Inggris. Dengan berbagai macam usaha dan kekayaan yang bahkan menjadikan pengusaha lainnya merinding untuk sekedar bersaing.
"Tipikal wanita penggoda." celetuk Marvin.
Matanya mengedip nakal saat Alea menatap ke arahnya. Memangnya, siapa yang tak mengenal Alea. Di kalangan pengusaha muda, wanita itu terkenal dengan kecantikannya. Selain... gila belanja.
"Dia mendekat." bisik Sean.
Sambil memegang gelas kristal berisikan wine. Alea yang malam ini sedang mengenakan dress mini yang begitu seksi berjalan ke arah ketiganya. Marvin dan Sean langsung pergi, meninggalkan Nicholas yang lebih memilih duduk diam sambil menikmati winenya di antara remang-remang ruangan. Dia benci siang hari, sebab di sana ada matarai. Seperti halnya bola lampu saat malam hari. Sebab, terang bukanlah dirinya.
"Tuan Kyle, benar?" tanya Alea.
Nicholas diam, dia enggan mengangguk pun tersenyum menanggapi ucapan Alea. Dia bukan tipikal lelaki penebar pesona.
Alea tersenyum mendapatkan tanggapan dingin dari Nicholas. Faktanya, apa yang dikatakan beberapa media tentang keangkuhan dan sifat dingin seorang Nicholas Kyle adalah benar. Nicholas, bukan tipe lelaki yang mudah dirayu, oleh wanita yang bahkan tak bisa ditolak oleh lelaki mana pun.
"Kau menarik, Nick... sungguh! Sifat dinginmu membuatku jatuh cinta, kau tahu."
"Ck!" decak Nicholas pada akhirnya. Dia kembali menegak wine yang ada di tangannya tanpa suara.
"Mau berdansa denganku?" ajak Alea lagi. Dan, lagi-lagi ucapan Alea tak mendapatkan jawaban.
"Bagaimana jika makan malam bersama, Nick?" tanya Alea lagi. Dia sangat penasaran dengan lelaki tampan yang ada di hadapannya. Bagaimana tidak, Nicholas adalah lelaki yang sangat menggoda. Wajahnya begitu tampan dan juga... seksi.
Alea menggigit bibir bawahnya, tangan mungilnya mengitari gelas kristal yang sedari tadi ia bawa. Dengan sedikit menunduk, dia pun memandang ke arah Nicholas.
"Bagaimana dengan berkenca, Nick? Ayolah... aku tipikal wanita yang menyenangkan, sungguh."
"Aku tak suka basa-basi, Nona Omar." ucap Nicholas pada akhirnya. Alea menghirup udara banyak-banyak, seolah-olah paru-paru di dalam tubuhnya kehabisan oksigen.
"Lalu, apa yang kau mau?" tanya Alea. Dia penasaran dengan Nicholas, dan dia tak ingin membuang waktu untuk itu. Berkencan dengan Nicholas meski sehari, akan membuat kebanggaan pada dirinya. Sebab, dia bisa memamerkannya di hadapan wanita lain yang memuja seorang, Nicholas Kyle.
"Aku ingin bercinta denganmu." jawab mantap Nicholas. Dengan seringaian dingin dan tatapan elangnya yang tajam.