Devin menatap Safira yang kini terlihat sangat antusias menyiapkan keperluan mereka saat ini, padahal ia sudah melarang istrinya itu untuk melakukannya. Mereka bisa membeli pakaian baru disana tanpa perlu membawa banyak baju.
Sebenarnya hanya satu, Devin tidak ingin istrinya itu lelah karena terlalu banyak beraktivitas. Dari dulu, daya tahan tubuh istrinya itu tidak sekuat perempuan diluar sana yang sebaya dengannya.
"Sayang udah. Kita beli disana aja ya!" Devin memeluk Safira dari belakang. Mengunci pergerakan istrinya yang terus memasukkan pakaian mereka dari lemari kedalam koper. Keduanya kini berada dalam walk in closet yang dipenuhi barang mahal didalamnya. Ada baju, kemeja, tas, perhiasan, jam tangan, sepatu, semua tersimpan rapi di dalam lemari kaca yang transparan.
"Tapi..."
"Aku nggak mau kamu capek. Kita bisa beli." Kata Devin mengeratkan pelukannya.
Safira mengangguk lucu, ia lalu meletakkan kembali pakaian yang akan ia masukkan kedalam koper. Tubuhnya bersandar nyaman didada bidang Devin.
"Safira nggak sabar ketemu Kenzo sama Kenza." Ucap Safira, berbalik menghadap Devin.
"Makasih. Safira sayang Devin." Safira mengalungkan kedua tangannya pada leher Devin dan mencium bibir suaminya sebentar. Hanya menempel, membuat Devin mengerutkan alisnya tak suka.
"Apa itu?" Devin bertanya.
"Safira cium Devin loh." Jawab Safira.
"Yang lama sayang." Pinta Devin, yang jelas saja dituruti Safira setelahnya.
"Disana jangan nakal, jangan gangguin Kenza sama Kenzo." Kata Devin memperingati begitu ia selesai dengan cumbuannya. Bukan apa, Devin hanya tidak suka jika di abaikan.
Masih dengan napas yang ngos-ngosan layaknya habis lari marathon, Safira menatap Devin penuh tanya. Tidak mengerti dengan maksud suaminya, Safira merasa tidak pernah nakal dan mengganggu anaknya itu.
Devin menghela napas, "Nggak usah dipikirin, sayang. Ayo berangkat."
"Tapi Safira nggak pernah gangguin Kenzo loh." Safira membela diri.
"Safira juga nggak pernah nakal. Safira nurut kalo Devin bilangin Safira." Lagi, wanita cantik yang menjadi istri Devin itu kembali menyangkal.
"Iyain," Devin mengalah, wanita selalu benar dan pria selalu salah. That's right?
Mereka berdua berjalan menuju atap, dimana jet pribadi Devin sudah menunggu. Keduanya akan menyusul Kenzo yang katanya lagi minggat.
Devin sebenarnya malas menyusul Kenzo, malah sebenarnya jika Kenzo minggat ia mensyukurinya, dengan begitu ia bisa bebas bermesraan dengan istrinya. Namun, itu cuma angan-angan Devin. Nyatanya angan-angannya tak nyegerin realitanya.
Safira merengek padanya, istrinya itu ingin menyusul Kenzo, bahkan Safira dengan berani menggodanya. Devin mana tahan, burungnya selalu geleman jika godaannya adalah selangkangan istrinya.
***
"Terus sayang ahh..." Cairan kental itu keluar membasahi tangan mungil milik Kenza yang memegang kejantanan Kenzo.
Kenzo mendesah lega dan menarik Kenza dalam dekapannya. Hasratnya semakin tidak terkendali untuk menyetubuhi gadisnya ditempat terbuka seperti ini.
"Lain kali jangan nakal sayang." Kenzo berucap lirih, tangannya memainkan payudara Kenza, meremasnya dengan lembut.
"Nggh Kenzohhh."
Shit! Kenzo tidak bisa menahannya, padahal ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak menyentuh gadisnya sampai mereka menikah nanti.
Tapi,,
Ah sudahlah, making out tidak buruk juga. Batin Kenzo dibalik wajah datarnya.
"Kenzohh, nenen Kenza keluar susunya." Ucap Kenza.
Kenzo mengusap asi Kenza yang keluar, kemudian mendekatkannya pada bibir Kenza.
Kenza menatap polos Kenzo, "Katanya kamu pengen nyobain." Ucap Kenzo, tatapannya begitu lembut.
"Boleh?" Wajah Kenza berbinar senang.
Kenzo mencium bibir Kenza sebagai jawaban, "Kali ini aja." Kenzo memasukkan jari telunjuknya ke dalam mulut Kenza.
Dahi Kenza mengernyit, merasa aneh dengan rasanya.
"Enak susu indomilk yang biasa Kenza minum. Nenen Kenza buat Kenzo aja."
Kenzo mengelus pipi Kenza dengan lembut, "Love you."
Bibirnya kembali bersatu, dengan Kenzo yang memegang kendali, lidahnya bermain didalam mulut Kenza dan mengabsen apapun yang ada didalamnya. Tangan kanannya tak tinggal diam, memelintir, mencubit, dan meremas keras kedua payudara Kenza.
"Kenzo,, ahh."
Kenzo semakin menggila, desahan Kenza bagaikan nyanyian merdu untuknya.
Tangan kirinya mengaduk bibir bawah Kenza dengan gerakan cepat, sesekali kejantanannya ikut menggesek bibir bawah gadisnya dari belakang.
"Kenza mau pipis," rengek Kenza.
"Keluarin sayang, jangan ditahan." Ucap Kenzo, ia tahu gadisnya itu sebentar lagi akan keluar. Dengan nakalnya, tangan Kenzo mencubit daging kecil sebesar biji jagung itu keras.
"Ahhh," pekik keduanya saat orgasme datang.
Napas Kenza ngos-ngosan. Gadis itu memeluk Kenzo erat, menyembunyikan wajahnya pada dada bidang Kenzo.
"Kenza suka." Kenza berucap lirih kemudian jatuh tertidur karena kelelahan.
Kenzo menatap Kenza lembut, "Terimakasih sayang."
***
"Tuan Muda!" Paman Reno, laki-laki paruh baya yang Devin tunjuk sebagai asisten Kenzo, mengetuk kamar anak majikannya.
Kenzo yang memang ada didalam kamar bersama Kenza, mengernyit samar. Tidak biasanya.
"Masuk!" Kenzo berucap datar dan dingin.
Paman Reno masuk setelah mendapatkan ijin, dan pemandangan didalam kamar sungguh membuatnya iri dan merindukan sang istri.
"Kenapa?" Dari nada suaranya, jelas laki-laki tampan itu tak menyukai kehadiran makhluk asing dalam kamar mereka.
Paman Reno menunduk memberi salam, "Tuan Devin dan Nyonya Safira dalam perjalanan kemari, tuan muda."
"10 menit lagi mereka akan tiba." Paman Reno melanjutkan.
"Siapkan jet, kita pergi sekarang." Kata Kenzo memberi perintah, Paman Reno mengangguk patuh lalu undur diri untuk melaksanakan perintah majikannya.
"Kita pulang sayang." Kata Kenzo saat hanya tinggal mereka berdua.
Mata Kenza berkaca-kaca, bibirnya mengerucut, kedua pipinya memerah kala Kenzo bilang jika mereka akan pulang.
"Kenzo udah janji mau main layang-layang di pantai sama Kenza, Kenzo juga udah janji beliin Kenza es krim." Kenza menangis keras.
"Kenza nggak mau pulang hiks!"
Kenzo tersadar akan janjinya, ia menatap gadisnya itu dengan perasaan bersalah. Karena terlalu fokus dengan kehadiran mamahnya, membuatnya lupa dengan janjinya. Kenzo mengusap pipi Kenza yang basah dengan jemarinya.
"Dikeluarin! Jangan diserot ingusnya sayang." Kenzo mendekatkan tangannya pada hidung Kenza, agar gadis itu mengeluarkan cairan ingusnya.
Kenza menurut dan mulai mengeluarkan ingusnya yang diterima Kenzo tanpa rasa jijik.
"Udah?" Kenza mengangguk, masih dengan sesenggukan.
"Kita main layang-layang." Final Kenzo menggendong Kenza di depan, ia akan mengabulkan semua keinginan gadisnya yang begitu sederhana untuknya.
***
Safira mengerutkan dahinya, villa anaknya itu terlihat kosong melompong tidak ada penghuni. Ia menengok kesana kemari mencari keberadaan anak dan calon mantunya. Atau paling tidak para pengawal yang bertugas menjaga keluarga Aditama.
Nihil, tidak ada satupun orang.
"Nyonya."
Safira berjengit kaget, "Paman Reno."
"Tuan muda dan nona sudah pergi satu menit yang lalu."
"Hah?"
"Kenapa sayang?" Tanya Devin yang baru datang sehabis mengangkat telpon. Urusan pekerjaan.
"Mereka udah pergi." Rengek Safira. Devin tersenyum lembut, tangannya mengelus rambut Safira yang kini sudah memanjang.
"Paman boleh pergi." Kata Devin dan diangguki Paman Reno.
"Coba lagi, kamu belum beruntung sayang." Devin menggoda istrinya yang tengah cemberut.
_______
TBC