Chereads / Elbara : Melts The Coldest Heart / Chapter 8 - Reza Jatuh Hati pada Alvira

Chapter 8 - Reza Jatuh Hati pada Alvira

Pagi ini kembali dengan suara gemuruh knalpot milik El yang menggema di area parkiran sekolah. Ah tidak, kali ini cowok itu datang bersama kedua sahabatnya juga, Mario dan Reza. Tidak dapat dipungkiri, mereka adalah tiga cowok tertampan yang ada di sekolah ini. Mempunyai daya tarik tersendiri bagi banyak cewek, entah itu di dalam sekolah maupun di luar sekolah.

"EL, PAGI-PAGI GINI LO GANTENG BANGET!"

"EL GAK ADA TANDINGANNYA! FIX JODOH GUE!"

"MARIO PLIS GUE MAU IKUT MAIN DI TEATER LO!"

"REZA, JANGAN NGEJAR YANG GAK PASTI, MENDING SAMA GUE AJA."

Selalu seperti itu, banyak sekali para cewek yang menggandrungi mereka. Terlebih lagi mereka adalah tiga cowok ganteng yang jomblo, sudah pasti menjadi incaran dan sasaran empuk para cewek untuk mencuri perhatian atau sekedar say hi dan memeikik histeris juga ada yang hanya melontarkan sebuah senyuman.

Mario dengan segudang prestasi melawaknya mampu membuat para cewek memekik tertahan karena ia termasuk ke dalam kriteria cowok humoris, yang dalam artian 'humoris' adalah sifat cowok yang selalu diidamkan para cewek-cewek.

Reza dengan jurus maut pesona gombalannya, lihat cewek sedikit, langsung di dekati. Tapi jangan salah, ia adalah cowok paling romantis di antara Mario dan juga El. Sayangnya, ia masih teguh dengan pendirian 'Pantang menyerah sebelum mendapatkan restu dari El'. Tidak, ia tidak bermain-main mengenai dirinya yang ingin mendekati Alvira. Tapi dirinya tau diri mengenai seberapa over protective El terhadap cewek itu.

Sedangkan El. Jangan ditanya lagi bagaimana pesonanya, tidak perlu di deskripsikan pun sudah pasti sangat paham. Diam saja tanpa ekspresi, sudah membuat banyak wanita terpesona olehnya. Bahkan Mario dan Reza pun terkadang bertanya-tanya kenapa mereka kalah telak jika di bandingkan dengan El. Ah iya, mereka lupa. Cucu dari pemilik SMA Adalard tentu saja melekat marga yang paling terpandang di mata masyarakat. Apalagi wajahnya yang memang terpahat sempurna. Dari dulu, sampai sekarang, berwajah datar adalah salah satu kemampuan yang ia miliki.

"Ngikutin jejak El seru juga ternyata, gini rasanya disoraki di parkiran. Gila ya, gue berasa jadi artis loh ga nyangka." Ucap Reza sambil melepas helm dari kepalanya, diikuti dengan yang lain.

Mario mengangguk setuju sambil merangkul pundak El dengan akrab, ia merasakan hal serupa dengan yang Reza rasakan. Untung saja El tidak pernah masalah dengan rangkulan seperti itu, jika tidak sudah di yakinkan ia akan menatap tajam sahabatnya saat ini juga.

"Iya bener, besok-besok mendingan kita ikutin jejak El aja biar sampai ke sekolah langsung belajar." ucap Mario dengan semangat. Sudah selama ini ia bersahabatan dengan El, baru kali ini ia tau alasan cowok itu selalu datang sepuluh menit dari jam masuk sekolah.

El menatap malas kedua sahabatnya itu. "Ogah, siapa lo siapa gue." ucapnya sambil menurunkan rangkulan Mario dari pundaknya. Ia berjalan meninggalkan Mario dan Reza, melewati barisan cewek yang setiap hari hobi sekali berdiri di tepi area parkiran mobil hanya untuk menunggu kedatangan dirinya dan juga kedua sahabatnya. Sangat kurang kerjaan.

Tapi untuk sebagian besar cewek penggemar salah satu dari mereka, pasti hal ini adalah hal yang sangat wajar dan tentu bukan kegiatan kurang kerjaan seperti apa yang El katakan. Bayangkan saja pagi-pagi melihat tiga cowok yang terlihat seperti dewa Yunani, sangat melelehkan hati.

"KAK BARA YUHUUU!"

Seperti biasa, Alvira akan selalu menghentikan langkah El untuk memberikan kotak bekal kepada cowok itu. Dan ya, El benar-benar menghentikan langkahnya. Jika cewek lain yang bertindak seperti itu padanya, mungkin meluangkan waktu satu menit pun ia tidak mau. Jangankan satu menit, untuk menolehkan kepala pun tidak akan ia lakukan.

"Iya?" Hanya satu kata, tapi sudah mewakili segalanya bagi seorang Elbara.

Alvira menjulurkan kedua tangannya untuk menarik kedua sudut bibir El ke atas, membentuk lengkungan yang sebelumnya tidak pernah hadir menghiasi hidup cowok itu. Dia terlalu kaku untuk ukuran remaja yang tengah berada di sekolah akhir, seharusnya kan El bisa hangout dan menghabiskan banyak waktu SMA-nya untuk bercanda tawa.

"Ini masih pagi kak, senyum dong! kalau gak senyum, gantengnya berkurang dan aku gak suka kalau Kak Bara jelek!"

El hanya tersenyum simpul, membuat para murid cewek yang memperhatikan interaksinya dengan Alvira jadi memekik tertahan. Astaga seperti tertimpa rezeki dua kali lipat jika melihat senyuman El, ya ini sih hanya anggapan para cewek yang mengincar dirinya.

"Dah senyum." ucap El sambil mengubah wajahnya menjadi datar lagi, tidak bisa berlama-lama mempertahankan senyuman yang tercetak di permukaan wajahnya. Ia mengacak rambut Alvira dengan gemas. "Kali ini, siapa yang masak? jujur."

Masih ingat tentang Alvira yang selalu beralasan jika Mira lah yang memasak makanan ini untuk El? nah sekarang El meminta kejujuran dari sang adik yang selalu mengatasnamakan Mommy mereka.

Alvira tersenyum menampilkan deretan giginya yang rapih, belum beraksi sudah tertangkap basah. "Buatan aku dong! tapi kali ini aku hanya membuat roti bakar dengan selai coklat kesukaan Kak Bara, gak sempat tadi aku buru-buru. Maaf ya." ucapnya sambil mengambil tas punggungnya, lalu membuka dan menyodorkan kotak nasi bewarna biru transparan ke hadapan El.

Dalam hati, El bersorak senang. Bukannya ia jahat dan tidak menghargai masakan Alvira untuk dirinya yang dibuat sepagi mungkin. Tapi bayangkan saja, dalam masakan itu terkadang hanya ada satu rasa. Semisalnya, Alvira membuatkan menu nasi goreng, pernah beberapa kali hanya terasa asin, hambar, dan pernah sekali kepedasan.

Dengan senang hati, El menerima kotak bekal tersebut. "Makasih." ucapnya sambil menaruh kotak bekal tersebut ke dalam tasnya yang memang hanya tersampir di bahu kanannya.

"Wah jatah pagi tuh, mau juga dong." ucap Mario sambil berdiri tepat di kiri El, selalu saja datang tiba-tiba. Sedangkan di kanan El sudah berdiri Reza yang menatap Alvira dengan pandangan memuja. Astaga, baginya itu Alvira adalah tiruan El dalam beda gender.

Sepertinya bibit keluarga Adalard tidak ada yang pernah mengecewakan, bahkan sampai saat ini sudah terbukti pahatan wajah Elbara dan Alvira tidak mengecewakan.

Alvira menjulurkan lidahnya ke arah Mario, merasa tidak terima dengan apa yang dikatakan cowok tersebut. "Enak aja, buat sendiri, jangan manja! itu tuh khusus Kak Bara-nya Alvira, beli saja nanti Kak Mario di kantin banyak tau!"

Mario terkekeh geli melihat ekspresi yang Alvira tunjukkan saat ini, benar-benar menggemaskan seperti anak kecil. Pantas saja El berambisi untuk selalu menjaga sang adiknya ini. "Jelek lo, Ra."

"Jelek-an juga Kak Mario!"

"Jangan panggil Kak, berasa cewek. Kan gue udah bilang panggil abang atau bang aja, biar macho gitu gue ya ampun ganteng-ganteng di panggil Kak." ucap Mario protes tentang nama panggilan dirinya, padahal sudah berkali-kali ia mengingatkan cewek tersebut.

Alvira menaikkan sebelah alisnya. "Gak cocok sama muka Kakak kalau Alvira panggil Bang, yang ada nanti meleset jadi bangke!" ucapnya.

"Emangnya kenapa muka gue? sebenernya ganteng, kan? tapi lo gengsi makanya jadiin panggilan gue bangke."

Alvira menatap ke arah Mario dengan sorot mata yang pura-pura jijik ke arah cowok tersebut. "Ew, ganteng? coba sini berdiri dekat Kak Bara, eh iya sih ganteng tapi..." ucapnya sambil menggantungkan perkataan supaya sang lawan bicara penasaran dengan apa yang akan ia lontarkan.

Mario menatap Alvira dengan serius, menanti kelanjutannya. "Apaan Ra? kalau ngomong lo mah selalu aja putus-putus, heran gue sama lo." ucapnya dengan intonasi yang sedikit mendesak supaya cewek itu segera melanjutkan ucapannya.

"Tapi Kak Mario tetep aja jelek, alias gak sebanding!" Setelah itu terdengar tawa puas dari Alvira yang berhasil membuat wajah Mario kecut di pagi hari dengan senyuman yang menurun.

"Kampret lo ah, awas aja ya nanti makan di kantin bareng kita-kita! pokoknya get out,"

Alvira menjulurkan lidahnya, ia suka bercanda dengan Mario karena menurutnya cowok ini sangat humoris dan mudah di ajak berinteraksi. "Bodo amat Kak Bara aja gak ngelarang, berarti Kak Mario gak punya hak dong!"

"Hak Asasi penindasan Mario, nanti gue buat pasal dan undang-undangnya loh."

"Kayaknya ngimpi terus nih bos-nya, gak sadar-sadar..."

Reza memperhatikan interaksi Mario dengan Alvira. Ia selalu ingin terlihat seperti Mario yang sangat luwes membicarakan berbagai macam topik dengan Alvira, bahkan sampai bercanda dan tertawa bebas. Tapi apalah dirinya yang terkesan seperti tumbuhan putri malu, alias malu-malu.

"Berisik lo pagi-pagi." ucap El sambil menatap Mario dengan malas membuat cowok itu langsung mengangkat tangan kanannya yang membentuk dua jari 'peace' ke udara.

El melangkah mendekati Alvira, lalu mencium kening cewek itu dengan singkat. "Belajar yang bener, nanti pulang sama gue." ucapnya dengan datar, lalu meninggalkan Alvira yang menatapnya dengan terkejut.

"KOK KAK BARA TAU KALAU AKU GAK BAWA MOBIL SIH?" teriaknya sambil berbalik badan melihat ke arah El yang masih terus berjalan tanpa peduli dengan pertanyaannya.

Reza yang melihat tingkah lucu Alvira hanya terkekeh geli, bagaimana bisa para cowok menolak untuk jatuh cinta pada cewek itu? "Kalau kata El, berisik lo Ra pagi-pagi." ucapnya menirukan nada bicara El tadi kepada Mario.

Alvira menatap Reza dengan cengiran khasnya. "Kalau kata Alvira, Kakak niruin Kak Bara itu sama aja kayak niruin Zayn Malik. Alias beda jauh, wle!" ucapnya sambil kembali memakai tasnya dengan benar. "Ya udah Alvira duluan ya Kak Mario, Kak Reza, dadah!" sambungnya sambil melambaikan tangan dan berlari kecil menjauh dari mereka.

Reza melambaikan tangannya dengan lesu dengan kepergian Alvira, belum sempat berbicara banyak tapi cewek yang ia selalu tunggu-tunggu itu sudah pergi saja dari hadapannya.

Mario tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi kecut yang di tampilkan oleh sahabatnya satu itu.

"Cewek banyak bro di sekolah ini, dan lo masih tetep nunggu Alvira yang jelas-jelas punya penjaga harian? miris." ucapnya sambil meraih pundak Reza untuk menepuknya dengan pelan. Seperti memberi simpati ala cowok.

Reza menghembuskan napasnya. "Ternyata lebih susah dapetin Alvira daripada jadi sutradara lo yang abstrak, Mario."

...

Next chapter