Pagi-pagi adalah waktu yang tepat untuk dipakai tertidur, apalagi suasana kelas yang tak terlalu ramai dengan kondisi pagi hari yang masih terasa sangat sejuk. Dan ya, itulah niat seorang cewek yang kini tengah menguap lebar karena rasa kantuk mulai melandanya.
Nusa menarik satu bangku lagi ke dekat tempat duduk miliknya. Tadi malam, ia benar-benar tidak bisa tertidur dengan pulas. Bahkan untuk masuk ke alam mimpi saja rasanya sangat sulit. Kali ini ia berencana untuk tertidur sebentar di tiga baris kursi yang sudah ia susun, mungkin sepuluh menit cukup. Lagipula El belum datang, jadi ia memiliki kesempatan untuk tertidur.
Seperti di rumah saja, ia menyumpal kedua telinga dengan earphone yang sudah tersambung dengan ponselnya yang memutar lagu-lagu barat sebagai teman tidur supaya tidak merasa terganggu dengan suara orang-orang yang tengah bersenda gurau satu dengan yang lainnya.
"Hoam.."
Ia langsung memejamkan mata, rasa kantuk benar-benar membuat dirinya sangat tidak bersemangat untuk bersekolah. Jika bukan karena Rehan, ia tidak akan pernah mau untuk pergi ke sekolah saat dilanda kantuk seperti ini. Lebih baik bolos karena tidurnya kurang daripada masuk sekolah dan berakhir begini.
"Bangun."
Nusa menggeliat dalam tidurnya yang bahkan belum menyentuh sepuluh menit. Ia tau saat ini ada seseorang yang sedang menendang ringan kursi yang ia jadikan sebagai alas untuk tertidur, namun lagi dan lagi rasa kantuk membuat dirinya lebih memilih untuk terhanyut dalam tidurnya, berakhir tak merespon seseorang itu.
Siapa lagi kalau bukan El? Ia menatap datar ke arah Nusa yang dengan santainya tidur dengan posisi seperti itu dalam keadaan kelas yang sudah mulai ramai. Ia menghembuskan napasnya kala mendengar dengkuran halus yang keluar dari pernapasan cewek itu.
Merepotkan, satu kata untuk Nusa.
Ia menaruh tas miliknya di atas meja, lalu menatap lekat wajah Nusa yang kini terdapat kantung mata yang menghitam di bawah matanya. Apa cewek ini mengantuk sekali? karena tumben biasanya kantung mata Nusa tidak pernah terlihat, dan sekarang muncul seperti orang yang kekurangan tidur.
"Kenapa lo bos? kok gak duduk? melamun juga lagi pagi-pagi nanti kesambet Mbak Kunti loh,"
El menoleh ke arah Mario dan Reza yang baru sampai di tempat duduk yang bertepatan di depan kursinya. Tadi yang berbicara itu si Mario, cowok yang rada tidak jelas.
"Eh gila, Nusa ngapain tidur disitu? mana pakai rok diatas lutut. Apa gak takut ada anak cowok yang jailin?" ucap Reza dengan heboh membuat seluruh perhatian di kelas menuju ke arah mereka dengan penasaran. Memang kaleng rombeng, sebelas dua belas dengan Mario.
Akibat dari ucapan Reza, Priska dengan heboh langsung berjalan menuju ke arah El diikuti oleh kedua dayangnya.
"Baby, kenapa gak hempas dia aja sih? kan ini sekolah, tempat buat menimba ilmu, bukan buat tidur." ucap Priska saat melihat Nusa yang sudah tertidur dengan sangat nyenyak. Ia yakin cewek ini membesarkan volume musiknya supaya tidak terdengar suara gaduh di kelas ini. Ia menggelayut manja di lengan El, tanpa rasa takut dengan cowok yang sudah menunjukkan wajah sangat dinginnya.
Mario yang melihat itu langsung saja menyenggol pinggang Reza, membuat cowok itu langsung menatap ke arah yang sma dengannya.
"Gue yakin habis ini tangan El infeksi gara-gara di pegang sama siluman bekicot, gue sih geli." ucap Mario sambil menatap horror ke arah Priska. Dandanan yang super heboh membuat dirinya lumayan di kenal oleh seangkatan maupun adik kelas. Ya memangnya siapa yang tidak menoleh saat seseorang memakai banyak aksesoris warna warni di rambutnya dengan sapuan make up yang lebih cocok untuk di pakai saat datang ke party.
"Kalau gue pikir sih tangan bos bakalan jamuran, kayak roti expired deh sumpah." ucap Reza sambil bergidik ngeri.
Priska menatap sinis ke arah Mario dan Reza, ia mendengar percakapan kedua cowok itu. "Gue denger ya omongan lo berdua!" serunya dengan tajam.
Mario memajukan mulutnya meniru ucapan Priska dengan nada cewek. Sedangkan Reza menatap cewek itu dengan tatapan mual. Lihat, betapa tidak akurnya mereka bertiga.
El menghela napasnya, lalu menghempaskan tangan Priska yang menyentuh lengannya dengan kasar. "Jauh-jauh, lo bau." ucapnya dengan ekspresi datar, padahal ini hanya taktik saja supaya cewek itu menjauh.
Seketika, suasana kelas tertawa terbahak-bahak akibat ucapan El untuk Priska. Pasalnya, tidak ada satupun orang yang bisa menghina cewek itu sebaik El. Ibaratnya, SMA Adalard mempunyai primadona yaitu Alvira. Dan tentunya, sekolah ini juga memiliki most wanted girl yaitu si kubu Priska dengan kedua teman lainnya yang bernama Adhisty Pamela yang biasa di panggil Disty dan juga Kaily Ronica yang biasa di panggil Nika.
Dalam detik itu juga, Priska langsung heboh berlari ke mejanya. Mengambil parfum dari dalam tasnya, lalu menyemprotkan ke tubuhnya sebanyak-banyaknya. Astaga kelas ini terasa sangat wangi, menyerbak ke setiap sudut ruangan kelas.
"BAU RUANGAN MAYAT NIH KELAS WOI!" teriak Mario sambil menutup hidung, napasnya kini benar-benar terganggu.
Reza menutup hidungnya, merasa hal serupa dengan Mario. "WANGI MENYAN, KADAR GANTENG GUE BERKURANG DEH!"
El mengabaikan segala kegaduhan di kelasnya saat ini. Ia menatap heran ke arah Nusa yang masih saja tertidur pulas. Ia bergerak untuk melepas earphone dari telinga Nusa, lalu mematikan lagu di ponsel cewek tersebut dan memasukkan ke dalam saku baju miliknya.
"Lain kali, jangan ngerepotin." gumam El sambil mengangkat tubuh Nusa ala bridal style. Ia berjalan keluar kelas membuat seisi kelas yang tadinya gaduh berubah menjadi hening memikirkan satu hal.
"Itu beneran El? dia gak kesambet beneran, kan?" tanya Mario dengan heboh mewakili isi hati semua yang melihat ke arah El yang dengan tenang menggendong tubuh Nusa tanpa memperdulikan tatapan iri dari banyak cewek di dalam maupun luar kelas.
Ia berjalan melewati kelas Alvira yang kebetulan cewek itu sedang duduk di luar kelas.
"Kak Bara? itu Kak Nusa kenapa ya kok sampai di gendong gitu sama Kak Bara?" tanyanya dengan penasaran. Karena baru kali ini di sepanjang hidupnya, El menyentuh cewek lain selain dirinya dan anggota keluarga mereka yang lainnya. Terlebih lagi, kakak kandungnya itu menggendong seorang cewek loh untung saja ia mengenalnya. Kalau El menggendong Priska --ya ini mustahil sih-- tentu saja ia tidak rela dan akan tertawa terbahak-bahak.
El melirik sedikit ke arah Alvira. "Pingsan." ucapnya dengan cuek, lalu melanjutkan jalannya. Ia hanya menjawab sekenanya, dan tak ingin terlalu melanjutkan percakapan mereka yang pasti menjadi pusat perhatian.
"Kak Bara ish! Kan Alvira belum selesai bertanya, kok kabur?! Nyebelin dasar!"
Pekik Alvira yang tidak terlalu kencang namun masih bisa tertangkap oleh indra pendengarannya, ia bingung kalau di tanya-tanya. Bahkan ia sendiri tidak tau kenapa dirinya melakukan hal ini, menggendong Nusa. Ah, ia hanya ingin duduk tenang di kursinya. Jika Nusa terus-menerus tertidur, bagaimana caranya ia duduk jika jumlah kursi di kelas itu pas dengan jumlah murid?
Iya, ia yakin hanya itu alasannya.
El segera masuk ke dalam UKS dan menidurkan cewek itu di brangkar panjang yang tersedia di dalam sana.
"Udah nyusahin, berat juga." gumam El sambil menatap Nusa yang kini menampilkan wajah yang sangat damai.
Namun ia tidak tertarik untuk menatap wajah Nusa lebih lama lagi, entahlah rasanya memang sedikit berbeda kalau menatap cewek seperti itu.
Dengan cepat, ia berjalan keluar UKS tanpa menoleh kebelakang sedikitpun. Akhirnya ia hari ini kembali duduk sendiri, walaupun hanya sehari ini saja, itu sudah sangat berarti. Karena Nusa itu sangat cerewet dan selalu bertanya apa yang membuat dia merasa penasaran, mau tak mau ia harus menjawabnya dengan intonasi dingin namun bergetar sebal.
Hal itu sangat mengganggu ketenangan dirinya yang selama ini sudah terlalu lama menyelimuti setiap harinya.
Kali ini ia memutuskan untuk memutar lewat barisan kelas dua belas, karena sebelumnya ia melewati kelas sepuluh yang satu barisan dengan kelas 11 IPA 1, kelas Alvira.
"El, siapa yang lo bawa tadi?"
El melirik sedikit ke arah cowok yang bertanya pada dirinya, lalu ia lmenghentikan langkah bersamaan dengan tatapan yang terlihat sinisnya.
"Bukan urusan lo." balas El dengan nada bicara sangat datar, ia tidak tertarik meladeni cowok satu ini.
"Urusan gue dong. Di lihat-lihat dia cantik juga, gue mau kenalan nih niatnya. Gue liat lo bawa dia ke UKS, nanti gue samper sendiri orangnya buat kenalan." ucap cowok tersebut sambil menaik turunkan alis, bahkan kini senyuman miring sudah tercetak jelas di permukaan wajahnya.
El semakin tajam menatap cowok itu, merasa tidak suka dengan apa yang dia katakan. "Berani lo sentuh, abis lo sama gue, Bian." ucapnya dengan tatapan yang menajam.
"Jangan galak-galak, jodoh lo nanti takut." balas Bian sambil terkekeh kecil, menatap El dari atas sampai bawah lalu mengunci tatapan mereka seperti mengajak perang adu mulut.
"Tau apa lo tentang jodoh?" Pertanyaan El memang terdengar santai, namun terdengar ada sesuatu yang tersirat seperti nada merendahkan dengan maksud menyindir cowok di hadapannya ini.
Bian menaikkan sebelah alisnya, ia merasa kalau El tengah menyindir sesuatu tentang dirinya. "Tau apa? tanya aja sendiri sama adik lo." jawabnya tak kalah datar.
El menggelengkan kepalanya, menampilkan smirk yang tercetak jelas di permukaan wajahnya. "Ngapain? gue gak punya waktu buat nanyain tentang lo, sampah."
"Jadi... cewek tadi siapa? kalau gak mau kasih tau, nanti gue yang nyari tau sendiri."
"Jangan berani-beraninya."
Dengan segera, El langsung berbalik badan kembali berjalan ke arah UKS berniat untuk menemani Nusa sampai cewek itu terbangun dari tidurnya.
Untuk sebuah alasan, ia tidak akan pernah membiarkan Bian untuk menyentuh orang-orang yang berada di sekelilingnya.
Bian menatap kepergian El dengan senyum miringnya. "Ternyata lo masih jadi cowok yang sangat posesif ya El."
...
Next chapter