"Gue keluar, males."
El melempar kartu poker kembali ke atas meja dengan raut wajah datar, sudah bosan dengan permainan kartu yang menurutnya sangat membosankan ini. Ia memasukkan tangannya kedalam saku celana, menatap Candra yang kini sedang nikmat menyesap kopi hitamnya. Ia duduk tepat di seberang Candra, lalu mengambil ponsel cowok itu dengan gerakan tiba-tiba.
"Eh? El? Sejak kapan lo disini?" tanyanya dengan nada gugup dan raut wajah yang panik. Bahkan kini sedikit tampak bulir-bulir keringat di pelipisnya, ia takut kalau El akan marah padanya.
"Sejak lo liatin Instagram milik Alvira." jawab El dengan nada yang memang selalu datar, tapi yang kali ini terdengar sedikit berbahaya.
Candra dengan wajah tanpa dosanya hanya terkekeh kecil, tiba-tiba saja rasa takutnya kandas. Ketahuan sudah tindakannya oleh El kalau dirinya tengah melihat-lihat foto sang adik manis. "Yaelah El, gue cuma liat aja kok. Lagian juga gue udah punya cewek." ucapnya dengan tenang sambil menyesap kembali secangkir kopi hitamnya.
El memutar bola matanya, lalu mengembalikan kembali ponsel milik Candra setelah mengeluarkan tampilan akun Alvira dari layarnya.
"Ngomong-ngomong tentang Alvira, adik lo yang cantik itu udah tau tentang alesan lo yang selalu telat setiap pagi?" tanya Candra yang langsung mengubah topik pembicaraan.
El menggelengkan kepalanya. Lalu memakan pisang goreng isi coklat yang merupakan pesanan milik Candra, biar saja toh tidak ada siapapun yang berani melarang dirinya.
"Kayaknya dia harus tau deh kalau kakaknya jadi anggota genk motor, biar seru dia pasti bakalan jambak jambul lo yang bikin semua cowok iri."
"Gue tebas lo ya."
"Kalem El, gue cuma bercanda woy." ucap Candra sambil terkekeh, pasalnya ia yang paling tau mengenai hidup cowok itu di antara yang lainnya. Karena ia adalah ketua genk motor yang diikuti oleh El, dan ketua harus tau setidaknya selintas masalah yang hinggap di hidup para anggotanya. Candra adalah ketua yang sangat bertanggung jawab, maka dari itu tak menginginkan hal yang membuat perpecahan.
"Bercanda lo gak lucu." ucap El, lalu menggigit pisang gorengnya yang tau-tau tersisa potongan terakhir saja.
"Peace, El!"
Tiba-tiba..
"OMG MY HUNNY BUNNY SWEETY!!"
El membelalakkan kedua bola mata kala melihat Priska yang dengan heboh langsung berlari ke arahnya, terlebih lagi cewek itu berteriak yang mengundang perhatian hampir sebagian teman-teman. Di kedua tangannya sudah terdapat beberapa paper bag belanjaan dari beberapa toko yang sudah di kenal dunia. Cewek itu dengan rok di atas selutut dipadukan dengan sweater crop sudah duduk di sampingnya tanpa permisi.
"Pergi lo." ucap El dengan nada sinis. Entah kenapa tiba-tiba cewek itu berada di tempat ini, tempat yang jarang sekali diinjak oleh para cewek karena ramainya para cowok yang memenuhi ENCIKOPI.
Sekali tidak suka dengan hama pengganggu, ya tentu saja El tidak akan pernah mencoba untuk suka karena sudah muak dengan perilaku yang menurutnya sangat berlebihan itu.
"Duh sayang, aku tuh baru aja kesini masa udah di usir aja sih! seenggaknya kasih sapaan gitu pakai panggilan sayang." ucap lagi Priska sambil cemberut, ia menatap El seolah-olah dirinya sedih di perlakukan seperti ini padahal ia sudah kebal.
Mendengar itu, El memutar kedua bola mata. "Ga ada yang nyuruh lo kesini." balasnya dengan tatapan yang menghujam.
"Ada, kamu aja yang gak tau iya kan?" Tangan Priska terjulur untuk mencubit gemas hidung mancung milik El, namun belum sempat memegang cowok di sampingnya ini sudah menepis dengan kasar.
El menaikkan sebelah alisnya. "Jangan pegang-pegang, siapa yang nyuruh lo ke sini?"
"Kak Candra, emangnya siapa lagi?" balas Priska dengan sangat santai sambil menaruh paper bag yang berada di tangannya ke atas meja.
Pada detik itu juga, El langsung menatap Candra dengan tajam seakan meminta penjelasan yang lebih lanjut. Baiklah ini semua semakin rumit, dan dirinya menjadi malas untuk pergi ke sini lagi.
Candra yang selalu mengerti kode yang di berikan El itu langsung saja berdehem dengan canggung. "El, ini Priska, adik gue. Gue yang nyuruh dia ke sini karena Nyokap Bokap lagi pergi, di rumah cuma ada pelayan doang takut dia kesepian." jawabnya yang memberikan penjelasan dengan volume suara yang sedikit di perkecil.
"Sialan." umpat El dengan kasar.
Ia segera bangkit dari duduk, lalu langsung saja menuju motor besarnya tanpa mengucapkan salam basa basi sebagai perpisahan.
"EL SAYANG KU! MAU KEMANA?"
Tanpa memperdulikan teriakan Priska yang menarik perhatian orang-orang kepadanya, ia langsung memakai helm dan mulai menjalankan motornya. Demi apapun, selama di lingkungannya masih ada Priska, ia tidak akan pernah nyaman. Entahlah, menurutnya cewek itu terlalu over untuk mendapatkan hatinya, sampai lupa jika cinta tidak akan pernah bisa dipaksakan bagaimana pun itu kondisi dan situasinya.
Suasana hati yang sebelumnya sudah mereda dam sedikit tenang, kini kian terasa berantakan lagi. Ia hanya ingin sebuah ketenangan, maka dari itu, El memutuskan untuk pergi ke salah satu taman yang dulu ia sering kunjungi bersama Alvira.
Setelah sampai di lokasi dan sudah memarkirkan motor, ia duduk di salah satu kursi taman, lalu membuka ponselnya yang sedari tadi ber-denting.
ruang pesan |
Fans Elbara!
Mario : Za, bantu tag El dong woy!
Reza : Ngapain si ntar juga di bales, repot banget lo mah maunya cepet-cepet mulu.
Mario : Masalahnya darurat, Za. Ini menyangkut kepentingan umat, bangsa, dan negara.
Reza : Halah udah kebaca.. gawat maksud lo itu jangan-jangan lo mau pinjem uangnya El buat bayar utang di kantin ya kan? Astaga Mario, udah gak punya cewek kerjaannya ngutang terus.
Mario : Lah, bukannya kebalik? Lo tuh cireng aja segala ngutang. Kaya doang tapi pelit, ngeluarin uang buat cireng aja ogah!
Reza : Gue tuh bukan pelit, tapi irit.
Mario : Irit pala lu!
El : knp?
Reza : Nah ni orangnya nongol @Mario woy tuh ada orangnya tuh..
Seen
El menaikkan sebelah alisnya. Lihat, seberapa tidak jelas kedua sahabatnya ini? Grup berisi 3 orang, tapi terasa seperti hanya pesan berdua orang saja. Itulah model persahabatan mereka, dirinya jarang ikut mengobrol walaupun di chat sekalipun.
Mario : El, numpang tidur rumah lo dong. Gue di usir nyokap nih gara-gara jatohin cincin dia gue cemplungin ke toilet, kena murka nih.
Reza : bego di pelihara! gue dukung nyokap lo
El : Iya, dtg aj
Mario : YES DIBOLEHIN! MAMPUS LO GAIKUT NGINEP HAHAHAHA @Reza
Reza : Lah curang banget!
Reza : El, gue nginep juga ya... Please!
Jika Reza kini berada tepat di hadapan El, mungkin ia sudah di lempar sebuah sepatu olehnya. Membayangkan wajah Reza yang memohon saja membuat El mual, baginya kan cowok itu gentleman dan tak sepantasnya memohon.
El : Y, bawel
ruang pesan berakhir |
Setelah itu, El memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Membiarkan benda pipih itu kembali ber-denting bersahutan antara Mario dan Reza yang sudah pasti sedang membahas hal tidak sangat tidak penting.
El menatap langit yang sudah berubah warna menjadi jingga, pertanda hari akan berganti menjadi malam tapi ia belum ada niatan untuk bangkit dan pulang ke rumah. Ia bahkan tidak peduli jika nanti Mario dan Reza sudah sampai terlebih dulu ke rumah daripada dirinya. Ia hanya perlu... ah, bahkan ia tidak mengerti apa yang seharusnya ia butuhkan.
Drtt...
Drtt...
Baru saja ia ingin memejamkan matanya membiarkan sapuan angin menyapa permukaan kulit wajahnya, getar telepon dari ponselnya terdengar jelas.
Tanpa melihat username penelepon, ia langsung mengangkat panggilan tersebut.
"Halo?"
"Halo, Bara."
Dan mungkin karena hal ini, El harus lebih teliti lagi jika ingin mengangkat telepon dari seseorang karena saat ini dirinya menyesal. "Hm?"
"Aku-- Bara ada dimana? butuh banget nih."
"Urusan lo apa?"
Tidak ada jawaban apapun dari seberang sana, membuat El langsung menaikkan sebelah alisnya.
"Ya gapapa sih, makan yuk keluar." Sekian lama, akhirnya ada balasan juga dari seseorang yang berada di seberang sana.
"Mario sama Reza mau datang kerumah gue, alias gue sibuk."
Tunggu sebentar, kenapa dirinya memberitahukan hal ini kepada seseorang di seberang sana? mau Mario dan Reza datang atau tidak, kan tak seharusnya ia bilang begitu.
"Ikut dong! aku juga mau ikut main ke rumah kamu, kan aku gak tau rumah kamu."
"Gak usah so asik."
"Tapi kan aku cuma mau ikut main, gak boleh?"
"Gak."
"Yaudah kalau nolak berarti besok di sekolah harus ajarin Nusa soal Matematika. Deal! Bye Bara!"
El menatap layar ponselnya yang sudah menggelap, bahkan ia tak sempat menolak ucapan dia. Nusa benar-benar seorang cewek yang aneh, suka sekali bersikap tidak jelas kepadanya. Dan untuk apa tadi? Menelpon dirinya hanya untuk berbasa-basi meminta diajarkan matematika?
El hanya ingin berdoa saja supaya nantinya Nusa tidak menjadi Priska kedua yang membuat hari-harinya menjadi berat. Ya semoga saja tidak, itu mimpi terkutuk yang pernah ia bayangkan.
Ngomong-ngomong tentang Priska, ia tidak tau sama sekali mengenai cewek itu yang berstatus sebagai adiknya Candra. Ya bukan sepenuhnya salah Candra sih, tapikan kenapa harus Priska?
Cewek itu, yang mengakui kepada seluruh antero sekolah jika El hanya milik Priska seorang. Pernyataan yang membuat El naik pitam seketika, karena pengakuan itu jelas sempat mengundang kehebohan satu sekolah. Jangankan ingin menjadi milik Priska, berdekatan dengan cewek itu saja dirinya tidak mau.
Cewek dengan dandanan yang berlebihan, baju ketat, apapun serba mahal, menjadikan Priska dinilai anak manja oleh beberapa orang siswa.
Tapi satu hal yang perlu di perhatikan kini. Nusa sudah mulai masuk ke dalam hidupnya yang super duper datar. Mengajak dirinya untuk berkenalan pada situasi yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Dan mungkin saja, setelah ini adalah hal yang paling mendebarkan di sepanjang hidup keduanya.
Ada banyak sekali cewek yang masuk ke kehidupannya, tapi Nusa yang berhasil membuat pertahanannya luntur seketika. Terbukti dari seulas senyuman yang hadir pada permukaan wajah El saat ini.
...
Next chapter