Atmosfer ketegangan mememenuhi ruang pertemuan markas Garuda Merah.
"Hm, Itu benar. Karena bantuan Levi dan Komandan Sisi, salah satu komandan AJL (Anoa Jalan Lurus– merupakan nama dari anoa yang masih mengikuti ideologi Ryukei) mereka berhasil menyusup ke pusat informasi dan mengetahui rencana Jenderal Thougha yang sebenarnya. Mereka mengatakan bahwa Jenderal Thougha sudah merencanakan pembangunan sejak lima belas tahun lalu dan sekarang pembuatan bunga itu telah berjalan delapan puluh persen," jelas Ryukai yang menambah ketegangan .
"Apa?! Itu artinya sudah hampir rampungkan! Kita harus segera melakukan sesuatu untuk menggagalkan pembuatan bunga itu."
"Itu benar tapi kita tidak bisa ke sana dan asal mengobrak-ngabrik menara itu karena selain Jenderal Thougha, kita akan dihadapkan oleh para anoa yang memihak padanya, Acenumber juga aliansi negara yang mendukungnya. Semua itu akan memicu perang."
"Huh. Naif sekali," sinis Naara, langsung mendapat lirikan dari semua orang.
"Lalu bagaimana?" tanya Reen setelah dua detik.
"Sinar dari benang sari disebut qiwer dan sinar dari putik disebut superqi. Selama lima belas tahun para ilmuwan dari berbagai penjuru dipekerjakan paksa di Malam untuk membuat wadah dari keseratus sinar tersebut.
"Mereka akan membangun 99 tiang yang membentuk 9 pusaran dan itu adalah replika benang sari sedangkan tiang yang paling tinggi di tengah pusaran merupakan replika putik.
"Untuk membangkitkan evill flower imitasi maka benang sari harus disinari oleh 99 qiwer dan putik harus disinari oleh superqi. Memang pembuatan tiang-tiang itu sudah hampir rampung, tapi untuk mengumpulkan semua qiwer akan membutuhkan waktu."
Wajah Reen benar-benar menegang begitu juga yang lain tentu saja kecuali Naara, wajahnya datar. Menurut Reen hanya tinggal menunggu waktu saja dan dunia akan benar-benar dikuasai Jenderal Thougha.
"Jadi apa yang harus kita lakukan?"
"Jenderal Thougha punya banyak bawahan yang akan suka rela memberikan qiwer mereka pada benang sari jadi kita bisa memastikan bahwa semua qiwer akan mudah ia kumpulkan, tapi selama superqi tidak ada maka bunga itu tidak bisa bangkit."
"...?"
"Yyuba Kaie bersama empat temannya itu pada akhirnya berhasil mengekstraksi semua kekuatan qiwer ke dalam tubuh manusia, tapi sayangnya mereka tidak bisa mengekstraksi superqi seperti qiwer. Itu karena kekuatan superqi sangat besar dan tidak mampu dikendalikan oleh siapapun.
"Karena tidak bisa diekstraksi, superaqi dibiarkan tetap berada di dasar Laut Lost Land. Selama beratus-ratus tahun para ilmuwan terus melakukan penelitian untuk menemukan cara agar bisa mengekstraksi superqi, tapi tak ada satu pun dari mereka yang berhasil.
"Meskipun begitu, penelitian para ilmuawan tersebut diteruskan dari generasi ke generasi sampai akhirnya superqi dapat diekstraksi. Adalah Kevin Rudolf yang berhasil melakukannya. Mata-mata juga memberi informasi tambahan pada Levi kalau 18 tahun yang lalu ia mengekstraksi superqi ke dalam tubuh seorang bayi," jelas Ryukai yang disimak serius oleh semua anggota GM.
"Tapi lima tahun setelah pencapaiannya tersebut, Kevin Rudolf meninggal dunia dan setelah itu tidak ada yang tahu keberadaan dan nasib dari anak yang memiliki superqi dalam dirinya."
"Aku yakin Jenderal Thougha tahu tentang anak itu, kalau tidak dia tidak akan berencana membuat tiruan bunga iblis. Kurasa saat ini pemilik superqi itu sudah ada di tangannya," ucap Yyug menalar kemungkinan yang ada.
"Kalau seperti itu kita harus cari tahu. Kalau memang pemilik superqi ada pada Jenderal Thougha kita harus merebutnya," usul Reen yang disetujui oleh yang lain.
Namun ....
"Hanya aku yang akan melakukan itu," ucap Ryukai mengejutkan semua orang.
"Tapi Pimpinan?"
"Keputusanku sudah bulat, Reen. Kalau kita semua pergi kemungkinan kita ketahuan itu lebih besar. Lagi pula ... ada beberapa orang di sini yang selalu gegabah dan sulit diatur." Ryukai menatap Naara, Jeki serta Yyug.
Jeki dan Yyug kompak membuat wajah aneh karena merasa tersindir sementara Naara datar saja.
"Daftar misi Garuda Merah masih panjang. Aku ingin kalian menyelesaikan semua itu." Ryukai berdiri dari kursinya. "Reen, aku mengandalkanmu." Ia melihat ke arah pemuda berambut dark silver.
Walau terlihat masih kurang setuju dengan keputusan Ryukai, Reen pada akhirnya mengangguk. "Um, aku mengerti," ucapnya.
Setelah mendengar itu, Ryukai tersenyum lalu berjalan keluar.
*
Suara jangkrik menemani kesunyian malam. Di balkon kamarnya, Niin sedang duduk bersantai dengan kedua kaki yang dijulur ke bawah, jujur saja kakinya terasa pegal dan tangannya juga. Setelah pertemuan, Naara menyuruhnya kembali berlari sampai tiga puluh putaran selesai setelah itu dia diminta mengangkat batu besar dan membawa batu itu berkeliling halaman. Latihan dasar saja sudah begitu apa lagi nanti. Di latihan kedua Naara turun tangan sebentar tapi meski sebentar ....
-Dasar lemah!
-Payah!
-Jalan yang cepat! Dasar keong!
-Payah
Mulutnya tajam sekali, membayangkan bagaimana kerasnya Naara pada saat latihan, rasanya ia ingin menangis, ternyata jauh lebih bagus kalau dilatih oleh Binggo saja, walau tetap capek sekurang-kurangnya dia tidak harus mendengar kata-kata yang bikin gerah hati.
Apa sebaiknya aku menyerah saja?
Tok. Tok. Tok
Suara ketukan membuyarkan lamunannya. Ia menoleh dan melihat Jeki sedang berdiri di ambang pintu.
"Apa aku boleh masuk?"
"Um."
"Niin sayang, apa yang kau lakukan sendirian di sini?" Jeki masuk dan duduk berseblahan dengan Niin.
"Tidak ada." Niin tersenyum lalu sedikit terkejut saat Jeki tiba-tiba menyodorkan sesuatu berwarna merah muda yang berbentuk hati dan diikat dengan pita merah di tengahnya.
"Ini kue coklat, tadi aku membelinya di pasar."
"Untukku?"
"Iya. Aku juga membelikan Naena dan Nacima. Sebenarnya aku mau memberikannya sejak siang tadi tapi Naena bilang Niin sedang latihan dan memintaku memberikan ini setelah Niin selesai."
Awalnya terlihat ragu-ragu tapi pada akhirnya Niin menerima kue tersebut."Te-terima kasih," ucapnya tersenyum.
'Aw, senyumannya manis sekali.' Jeki tersenyum sangat lebar, perasaannya dipenuhi bunga-bunga.
"Jeki ... apa itu, Dewa?"
Senyum Jeki memudar seketika saat mendengar pertanyaan tiba-tiba dari Niin. "Dewa?"
"Um. Dewa itu sekuat apa?"
"Jadi Niin kepikiran soal ucapan pimpinan tadi tentang Jenderal Thougha yang seperti dewa, yah."
"Um."
Jeki menenngadah melihat bintang-bintang di langit. "Ibuku pernah bilang kalau dewa itu adalah penguasa alam semesta. Dia yang menciptakan, menjaga dan menghancurkan apapun atau siapapun yang dia kehendaki. Banyak manusia yang percaya kalau segala sesuatu itu bergantung padanya. Mereka percaya bahwa mereka yang melakukan kebajikan akan selalu dilindungi oleh Dewa sedangkan mereka yang berbuat kejahatan akan dihukum oleh Dewa," jelasnya kemudian menoleh melihat Niin yang mendengarkan dengan serius. "Niin, sedang memikirkan apa?" tanyanya saat melihat Niin yang seperti memikirkan sesuatu.
"Aku berpikir kenapa dewa tidak menghukum Jenderal Thougha?"
"Ah, itu ... aku juga tidak tahu. Hemm." Jeki tersenyum sangat lebar sampai kedua matanya tertutup padahal dalam hati ia merasa bodoh. Bagaimanapun dia bukan pria yang rajin ibadah dan taat beragama.
"Begitu yah." Niin menengadah melihat bintang-bintang. "Aku tidak percaya kalau dewa itu ada." Tiba-tiba saja tatapan matanya menjadi sedih. "Ayah dan ibuku sangat baik, mereka juga selalu berbuat kebajikan lalu penduduk Desa Ardhy, mereka juga orang-orang yang baik tapi saat desa dibantai ... hiks ...." Ia mendadak terisak pelan diikuti oleh air mata yang mengalir lambat. "Dia ... hiks ... tidak melindungi mereka." Beberapa butir air mata tidak bisa dicegah untuk keluar, hatinya selalu terasa pedih setiap kali ingatan dari masa lalu itu muncul.
"Niin ...." Jeki menatap sedih juga cemas.
"Tidak apa-apa." Niin menghapus air matanya dan memaksakan diri untuk tersenyum namun meski sudah dihapus air mata itu masih saja jatuh dan jatuh, saat itulah Jeki menyodorkan sebuah sapu tangan.