Keesokan harinya OGM telah mempersiapkan diri masing-masing karena mulai hari ini mereka akan mulai menyelesaikan daftar panjang misi mereka. Ryukai sendiri telah pergi sesaat setelah pertemuan kemarin untuk menemui Levi yang sudah menunggunya di Pulau Akar, dari sana mereka akan menyusun rencana penyusupan. Jujur saja kecemasan memenuhi hati anggota GM saat tahu pimpinan mereka itu akan menyusup ke sarang Jenderal Thougha. Lebih dari yang lain, Reenlah yang paling merasa cemas. Dia tidak tahu kenapa hatinya benar-benar gelisah.
Ia membuka lemari dan mengambil jubah merah muda kebanggaan OGM. "Pimpinan, cepatlah kembali," ucapnya menatap jubah yang ia pegang namun selang beberapa detik suara ketukan pintu mengalihkan perhatiannya. Ia segera mengenakan jubahnya lalu berjalan menuju pintu, ternyata yang mengetuk adalah Naena.
"Naena, apa semuanya sudah siap?"
"Um. Kami semua menunggumu."
"Ah, begitu yah. Kalau begitu ayo pergi."
Waktu itu selalu terasa berjalan lebih cepat saat kita memiliki banyak pekerjaan. Tanpa terasa hari berganti ke hari berikutnya dan minggu berganti ke minggu selanjutnya, seiring waktu kedekatan Naara Niin mulai terjalin dengan Garuda Merah, Niin bahkan terlihat benar-benar senang dengan hubungan yang baru ia dapatkan sedangkan Naara walau tidak begitu jelas namun sedikit demi sedikit ia mulai merasa nyaman berada di antara orang-orang yang seenaknya menyebutnya teman.
Keadaan tersebut juga telah mengubah sikap Naara sedikit demi sedikit. Sifat ketus, cuek, mudah marah dan penyendirinya mulai berkurang. Ia sedikit lebih bersahabat sekarang.
Waktu telah berlalu selama tiga minggu dan dalam kurun waktu tersebut banyak yang berubah. Niin sekarang sudah lebih kuat karena di sela-sela misi Naara melatihnya.
Satu per satu misi sudah mereka selesaikan bersama dan sekarang tersisa beberapa misi kecil, untuk mempercepat waktu, mereka membagi diri menjadi tiga tim.
Tim Naara adalah Binggo dan Niin, mereka sedang berada di hutan pinggiran Kota Asoka, misi yang harus mereka selesaikan adalah menghapus Noktah Madu dari kota tersebut.
"Binggo, jelaskan!"
"Baik Tuan." Binggo membuka gulungan perkamen yang sejak tadi ia bawa lalu mulai membacakan huruf-huruf yang tertulis di dalamnya. "Noktah Madu adalah dekret yang dikeluarkan oleh Gubernur baru Asoka sejak awal masa jabatannya dua tahun silam. Noktah Madu berisi perintah bahwa setiap gadis di kota tersebut yang baru menginjak usia tujuh belas tahun wajib untuk menghabiskan satu malam dengan gubernur. Siapapun yang membantah atau melawan akan di hukum gantung di balai kota dalam keadaan tanpa busana. Begitu, Tuan." Binggo menggulung kembali perkamennya.
"Ke-kejam sekali." Niin merasa miris mendengar hal itu lalu ia melihat ke Naara. "Guru, kita harus menolong gadis-gadis itu."
Wossss ....
Angin berhembus menyapu rerumputan dan menggemerisikkan daun-daun di pohon serta mengayunkan beberapa helai rambut merah dan kuning dari mereka yang sedang berdiri bersampingan.
"Guru, apa yang kau pikirkan?" Niin bertanya saat Naara tidak kunjung mengatakan apa-apa dan lagi-lagi masih terdiam sebelum lima detik berselang pria itu membuka suaranya. "Niin, Binggo!"
"Ya." Niin dan Binggo kompak menyaut.
"Apinya sudah mau padam, pergilah cari ranting lagi," perintahnya kemudian berjalan menuju sebuah batu dan duduk bersandar pada batang pohon yang berada dekat dengan api unggun yang menyala redup.
Untung saja dia buta jadi dia tidak perlu melihat wajah aneh yang dipasang oleh Niin saat ini. 'Kirain tadi dia mau bilang apa. Pria ini memang susah ditebak, menyebalkan.' begitu kira-kira yang dikatakan oleh batin Niin sekarang.
Bintang berkelap-kelip di atas Niin dan Binggo yang sedang mencari kayu bakar sesuai perintah Yang Mulia Naara.
Plak! plak! plak!
Tubuh Niin benar-benar sudah merah-merah gara-gara nyamuk. Dia tidak bohong tapi nyamuk-nyamuk di sana sangat ganas. Ia bisa merasakan kalau pantatnya sudah dipenuhi bentol-bentol, nyamuk-nyamuk itu pintar sekali, mereka tahu persis daerah mana yang empuk, anjay.
TOLONG!!!!
Seketika saja ia dan Binggo dibuat kaget oleh teriakan minta tolong lalu tidak lama kemudian seorang wanita muda berambut hitam muncul dari balik semak-semak dalam keadaan panik namun sebuah akar pohon menyandung kakinya sampai ia terjerembap.
"He-hey." Niin membuang semua kayu di tangannya dan bergegas menghampiri si gadis. "Kau tidak apa-apa?" tanyanya sesaat setelah membantu si gadis bangun dan berdiri namun sebelum pertanyaannya dijawab lima orang pria berstelan jas hitam elegan tiba-tiba muncul di depan mereka, sebut saja mereka A, B, C, D, E. Melihat pria-pria itu wajah si gadis langsung pucat, jelas sekali kalau dia ketakutan.
"Siapa kalian?!" tanya Niin menatap tajam, sorot matanya itu sudah setajam dan sedingin mata pedang, gaya itu ia pelajari dari Naara. Bagaimanapun keadaannya jangan tunjukkan ketakutanmu pada musuh.
Pria-pria itu menatap Niin secara keseluruhan. Jubah merah muda bermotif kembang-kembang yang paling menarik perhatian mereka.
"Kalau tidak salah jubah merah muda itu adalah jubah garuda merah, benar?" Si A maju dan berhenti selangkah di depan Niin. Gadis berambut hitam langsung bersembunyi di belakang Niin.
Niin tidak menjawab. Ia menambah tingkat kewaspadaannya. Si A sepertinya bukan orang sembarangan.
"Tapi aku tidak pernah melihatmu di poster buronan, apa kau anggota baru?" A menyodorkan wajahnya untuk menatap gadis berambut kuning itu lebih dekat. Jujur saja itu membuat Niin diliputi ketegangan dan keringat dingin.
Mata coklat pekat A menatap lekat mata biru Niin, terlihat seperti lautan dalam yang menenggelamkan.
DUAKK!!
Sebuah hantaman keras di tanah membuat A melompat menjauhi Niin. Niin memejamkan mata dan menutupi wajah dengan lengan bawahnya, menghalau serpihan-serpihan yang terpental. Setelah efek tersebut reda, ia membuka mata dan terkejut melihat Binggo yang sudah berubah wujud ke mode beruang kutub sedang berdiri di depannya.
A yang baru memijakkan kaki di tanah dekat teman-temannya berdiri berekspresi terkejut juga penuh keheranan.
"Niin, larilah bersama gadis itu, biar aku yang tangani ini," ucap Binggo.
Niin mengangguk, meminta Binggo berhati-hati lalu berlari meninggalkan tempat itu sesuai perintah Binggo.
Huru-hara langsung terdengar di belakang sesaat setelah ia berlari. Awalnya ia merasa Binggo bisa menangani pria-pria itu namun tak lama kemudian ia berhenti saat merasakan aura qiwer Binggo menurun drastis karena itu ia berhenti untuk melihat ke belakang dan ia terkejut. Binggo sudah kembali ke wujud aslinya dan sedang terjebak di dalam sesuatu yang bentuknya seperti jaring, itu ... segel bunga? Apakah kelima orang itu adalah anoa yang menyamar? Ia menggigit bibirnya sendiri kemudian .....
"Dengar, larilah terus ke depan, nanti kau akan menemukan pria berambut merah, minta tolonglah padanya," Ia berucap pada gadis di sampingnya.
"Tapi–"
Tanpa menunda waktu, sesaat setelah ia menyelesaikan kalimatnya ia segera berlari untuk membantu Binggo, tanpa memberi kesempatan si gadis berambut hitam menyelesaikan kalimatnya.
"Binggo!"
Niin ingin membebaskan Binggo namun dihadang oleh C. Mereka pun terlibat perkelahian dan Niin unggul sebelum D dan E ikut serta. Dia memang sudah bisa bela diri tapi kemampuannya belum cukup untuk mengalahkan dua sampai tiga pria sekaligus.
"LEPASKAN AKU, HEYY!!" Ia berteriak nyaring, memberontak saat D memeluknya dari belakang, menahan semua gerakannya.
"AAGH! TIDAK! LEPASKAN AKU!!"
Tidak lama suara teriakan terdengar dari belakang, itu si gadis rambut hitam yang ditangkap oleh si B.
"Hey! Jadi mau kita apakan kambing dan gadis kuning ini?" tanya D pada A.
Angin berhembus halus membelai dedaunan dan Niin tersenyum tipis.
"Bawa saja mereka semua. Soal mau diapakan serahkan saja pada gubernur," ujar si A berbalik hendak melangkah pergi namun berhenti mendadak saat sesosok pria berambut merah berdiri satu meter di depannya.
"Tuan Naara!"
"Guru!"
Binggo dan Nliin kompak membuat wajah sumringah yang antusias.