Semua orang telah berada di ruang pertemuan, mereka terdiam memandang bingung pada Ryukai yang terlihat tegang tapi tidak kunjung mengatakan apa-apa.
"Pimpinan sebenarnya ada apa?" Reen membuka percakapan.
"Hn. Duduk!"
Mengikuti perintah tersebut, seluruh anggota Garuda Merah menyebar dan mengambil tempat duduk masing-masing.
"Pimpinan, ada apa?" Reen mengulang pertanyaannya.
Sebelum menjawab, Ryukai terlebih dahulu menarik dan menghembuskan napas kasar kemudian menetralkan ekspresinya. "Tujuan Thougha membangun menara-menara di atas Pulau Malam sudah diketahui," ucapnya membuat semua pendengar merasa terkejut. Sulit mempercayai hal itu karena sudah lama mereka berusaha untuk menemukan informasi tersebut.
"Di mana Pulau Malam itu?"
Saat semua orang masih merasa terkejut, Naara tanpa basa-basi mengajukan sebuah pertanyaan yang berbeda dari yang ingin ditanyakan oleh semua orang. Ia sama sekali tidak ingin tahu tujuan Thougha membangun menara-menara tersebut, yang ingin ia tahu hanyalah keberadaan orang itu agar ia bisa melampiaskan dendamnya.
Semua mata sekarang tertuju padanya.
"Lalu kalau kau tahu kau mau apa? Ke sana dan mati?" Ryukai menatap Naara lekat-lekat. "Aku memang janji untuk memberimu informasi tentang Thougha tapi soal keberadaannya sekarang tidak akan kuberi tahu. Kekuatanmu sekarang itu belum cukup untuk mengalahkannya."
"Kau meremehkanku?" Naara mengeluarkan aura permusuhan.
"Tidak." Ryukai menumpukan kedua sikunya di atas meja lantas menyembunyikan mulutnya di balik jari-jari tangan yang ditautkan. Pandangannya lurus ke depan, terlihat sangat serius. "Tapi ... pada kenyataannya dia itu memang lebih kuat. Dia setara dengan dewa," ucapnya, membayangkan sosok Thougha yang berdiri di kegelapan, hembusan angin membuat rambut merah lebat serta jubah hitamnya berkibar.
Sementara itu, napas Naara sedikit terhentak mendengar kalimat terakhir Ryukai. Ia langsung teringat pada Seno yang mengatakan hal yang sama.
"Lalu apa tujuan Jenderal Thougha membangun menara-menara itu?"
Ryukai menggeser pandangannya ke arah pemuda berkacamata yang duduk di depan sebelah kanannya."Evill Flower imitasi," jawabnya.
Lagi-lagi Naara teringat pada ucapan Seno. Garis kebingungan yang tipis terpampang di wajahnya, begitupun dengan anggota yang lain.
"Evill Flower imitasi? Apa maksudnya itu?" tanya Reen.
"Jadi kalian belum tau Evill Flower itu apa? Apa aku belum memberitahu kalian?"
Orang-orang yang ditanya hanya menggelengkan kepala mereka dengan kompak.
Di dunia ini memang tidak banyak orang yang mengetahui tentang Evill Flower itu karena semua sumber informasi tentang bunga itu sudah dimusnahkan di masa Jenderal generasi ketiga karena hal itu memicu banyak pertarungan bahkan peperangan, banyak orang ataupun negara yang berlomba untuk menciptakan kekuatan terhebat berdasarkan sumber-sumber tersebut namun meski begitu ada saja yang masih tersisa. Buku-buku yang menyinggung tentang Evill Flower disebut sastra terlarang karenanya tidak pernah dipelajari di akademi.
"Ceritanya cukup panjang dan juga rumit, jadi dengarkan baik-baik karena aku tidak akan memberi pengulangan."
"Kalau bisa ceritakan versi singkatnya saja," ucap Reen.
Ryukai memejamkan mata sejenak lalu mulai bercerita.
"Mula-mula akan kuberitahu apa itu Evill Flower. Kurang lebih sembilan ratus tahun yang lalu, seorang arkeolog bernama Yyuba Kaie dan seorang temannya yang merupakan ilmuwan bernama Defarey menemukan sebuah bunga aneh yang terpendam jauh di dasar lautan yang bernama Laut Lost Land.
"Bunga itu memiliki 99 benang sari yang berjejer dan membentuk pusaran dengan putik sebagai pusatnya. Setiap kepala benang sari memancarkan sinar dengan warna yang berbeda-beda dan ...." Ia menjeda kalimatnya.
"Dan?" Reen menatap penasaran.
Sesaat Ryukai melirik Reen lalu menggeser pandangan dan menatap lurus ke depan kemudian berkata, "Sinar itulah yang dinamakan qiwer."
Ekspresi terkejut seketika nampak di mata mereka yang mendengar penuturan yang baru saja dilontarkan tersebut.
"Jadi ... Evill Flower adalah asal mula dari qiwer?" tanya Yyug. Selama ini sejarah yang dipelajari oleh semua orang mengatakan bahwa qiwer adalah anugrah dari pencipta yang diberikan kepada lima orang utusan utuk mengakhiri perang di dunia, singkatnya qiwer yang ada sampai sekarang adalah warisan dari kelima utusan.
"Ya, begitulah," ucap Ryukai. membenarkan.
"Lalu ... bagaimana qiwer yang ada di bunga itu bisa ada di tubuh manusia?" Yyug terlihat yang paling antusias.
"Itu karena Yyuba dan Defarey. Setelah menemukan bunga tersebut dan menyadari adanya kekuatan tak biasa pada bunga itu, mereka mulai melakukan penelitian. Selama bertahun-tahun, mereka terus meneliti dan melakukan berbagai percobaan hingga akhirnys mereka berhasil melarutkan serbuk Evill Flower.
"Kedua pria itu kemudian menyuntikkan larutan tersebut ke tubuh mereka dan alhasil mereka memiliki kekuatan yang tidak dimiliki oleh manusia biasa.
"Singkat cerita ke beberapa tahun kemudian, Yyuba dan Defarey membagi penemuan itu kepada tiga orang yang mereka percaya yaitu, Arudefa, Ajisai dan Shima.
"Karena qiwer yang disuntikkan menyatu dengan darah bahkan mencapai DNA, maka qiwer telah diwariskan pada keturunan-keturunan dari lima orang itu," jelas Ryukai.
"Jadi kelima utusan dalam sejarah yang dipelajari selama ini adalah Arkeolog Yyuba Kaie dan keempat temannya? Huh, sudah kuduga ada yang salah dari sejarah ini." Yyug membenarkan posisi kaca matanya yang agak merosot.
"Jadi ... apa itu artinya orang-orang yang memiliki qiwer saat ini adalah keturunan dari lima orang tadi?" Kali ini Reen yang membuka suara.
"Tidak juga."
"Tidak?"
"Tidak semua orang yang ber-qiwer saat ini adalah keturunan dari lima orang tadi."
"Lalu?"
"Seperti kataku tadi, qiwer itu menyatu dengan darah. Artinya, seseorang bisa memberikan qiwer kepada orang lain lewat transfusi darah."
"Jadi Jenderal Thougha ingin membuat tiruan bunga itu?" Reen meminta kepastian dan Ryukai mengangguk.
"Jadi apa tujuan Jenderal Thougha melakukannya?" Kali ini giliran Nacima yang bertanya.
"Untuk menjadi Dewa," ucap Naara tiba-tiba, membuat semua orang melihatnya dengan raut terkejut. Naara sendiri mengatakan itu karena ingat ucapan Seno.
"A-apa?" Nacima berekspresi tak percaya. Ia kini melihat Ryukai meminta jawaban dan Ryukai sekali lagi mengangguk.
"Um. Memang terdengar mustahil, tapi yang dikatakan Naara itu benar. Kita tau bahwa satu jenis qiwer saja memiliki kekuatan yang sangat besar. Sebagai contoh, kakakku yang hanya memiliki qiwer angin tapi dia mampu menghancurkan sebuah pulau dengan cepat.
"Bayangkan jika 99 jenis qiwer itu berkumpul dan berhasil dikendalikan oleh Jenderal Thougha maka dunia ini akan berada dalam kendalinya," jelas Ryukai.
"Jadi ini alasan mengapa Jenderal Thougha gencar mengumpulkan orang-orang jenius dan kuat dari berbagai penjuru. Untuk membuat Evill Flower imitasi yah," Reen bergumam, menarik kesimpulan dari yang terjadi.
"Hey, apa menurut kalian hal itu mungkin. Maksudku, kita semua tahu kalau penggunaan qiwer dalam jumlah besar itu dapat merusak tubuh bahkan bisa berujung pada kematian. Mengendalikan satu jenis qiwer saja itu sudah sangat sulit dan berisiko.
"Seandainya Evill Flower imitasi itu terbentuk, Jenderal Thougha tidak akan mampu mengendalikannya. Dia hanya akan membunuh diri sendiri jika melakukan itukan." Jeki yang sejak tadi diam menyampaikan pendapatnya.
"Hm." Naara menyeringai. "Orang itu bisa melakukan apa saja, dia itu monster," ungkap Naara memberi penekanan pada kalimat terakhirnya.
Semua orang di sana menyadari, ada kekesalan mendalam yang tertahan dalam nada bicaranya. Terutama ketika ia menyebutkan kata 'Monster'
"Monster," Reen bergumam, sesaat ia tenggelam dalam pikirannya sendiri lalu wajahnya berubah tegang. "Kalau begitu sebelum bunga itu berhasil dibuat kita harus mencegahnya!"