Di malam yang begitu gelap gulita, Darrel harus tetap fokus mengatur pencahayaan mobilnya dengan jalanan hutan yang begitu penuh lika-liku, rumah nenek Darrel memang tinggal di sebuah hutan karena nenek Darrel ingin sekali menikmati hidupnya jauh dari perkotaan yang setiap saat akan mengganggu kesehatannya yang rentan di usia-nya, yang sudah menginjak hampir 50 tahun itu.
Tak pantang menyerah adalah prinsip yang selalu dipegang teguh oleh Darrel sejak dia kecil, hingga butuh waktu perjalanan sekitar 2 jam akhirnya mereka berhenti di sebuah rumah sederhana yang bahkan masih memiliki cerobong asap di rumahnya, rumah yang indah untuk menghabiskan masa tua bersama orang tercinta.
Tapi sayang Tuhan lebih dahulu memanggil sang kakek yang membiarkan sang nenek hidup sendirian dirumah sederhana ini.
"Nenek, ini Darrel bisakah buka pintunya." ucap Darrel, setelah memarkirkan mobilnya di depan rumah dia segera berlari memanggil sang nenek yang mungkin sudah tidur atau sedang merajut benang demi benang hingga membuat sebuah karya yang dibuat dengan tangannya.
"Cucuku, apa yang terjadi? Kamu datang malam-malam seperti—,"
"Nek maaf memotong pembicaraan aku, ini sangat penting bisakah nenek mengurus iDu, aku harus kembali kerumah untuk menemui polisi."
"apa yang terjadi Darrel?"
Darrel tidak mau mendengarkan ucapan sang nenek dia segera berlari ke arah mobilnya untuk mengambil sang ibu yang belum sadarkan diri sedari tadi, haruskah aku juga memanggil dokter?
Darrel membawa sang ibu masuk kedalam rumah sang nenek dengan tergesa-gesa, meletakkan sang ibu di sofa dan segera berkata pada sang nenek yang bingung melihat apa yang terjadi.
"Nenek, Darrel berjanji akan menjelaskan semua tapi untuk sekarang percayalah padaku ini sangat darurat, ibu baru saja dilecehkan oleh para pembunuh yang terjadi di rumah kita, aku mohon rawat ibu, aku harus pergi sekarang:"
"Hati-hati Darrel."
Darrel kembali mengambil kunci mobil dari satu celana seragam SMA-nya, segeralah dia menyatakan mesin mobil dan meninggalkan rumah sang nenek, Darrel ingin melibatkan dirinya dalam masalah ini yang itu berarti membantu para polisi menyelesaikan kasus ini agar pria bernama Marlon itu segera terseret ke dalam penjara sampai pria itu mati.
Dendam dalam điri Darrel begitu kuat hingga dia bersumpah jika dia tahu identitas keluarga pria itu maka Darrel sendirilah yang akan menghabisi mereka atau setidaknya memberikan mereka sebuah penyiksaan yang tiada akhirnya.
Sesampainya dirumah sudah banyak sekali para tetangga yang berdiri di depan rumahnya, banyak juga polisi yang terlibat dalam urusan ini, Darrel juga melihat sang ayah yang sudah terbungkus dengan kantong jenazah, mungkin akan segera dibawa kerumah sakit untuk diotopsi untuk penyelidikan lebih lanjut lagi,
mengabaikan para tetangga yang memberikan tatapan jika mereka ingin sekali mengetahui segala sesuatu yang terjadi dalam rumahnya.
Salah satu orang berpakaian polisi mendekati Darrel saat dirinya baru saja melangkah memasuki pekarangan rumahnya yang sudah diberi garis polisi di sekeliling rumahnya, dia menghentikan langkah Darrel memasuki rumah besar miliknya, Darrel perlu mengambil beberapa uang untuk ibunya dan pakaian yang layak untuk sang ibu juga.
"Kau putra Tuan Javier bukan?" tanya seseorang yang kini berdiri di hadapan Darrel, bisa lihat dari tanda pengenal yang ada di lehernya bertuliskan Johan.
"Kau putra Tuan Javier bukan?" tanya seseorang yang kini berdiri di hadapan Darrel, bisa lihat dari tanda pengenal yang ada di lehernya bertuliskan Johan. Kepala polisi di kota ini, dia punya jabatan tinggi di usianya baru 24 tahun.
"Ya, aku Javier Darrel"
"Dimana ibumu?"
"Bisakah kamu percaya padaku jika pembunuhan ini tidak melibatkan apapun pada ibuku, aku akan menjadi saksi untuk pembunuhan ini tapi sekarang nyawa ibu ku lebih penting, aku harus membawanya kerumah sakit" ucap Darrel, dia mencoba untuk tidak mengeluarkan emosi pada pria dihadapannya yang terus menghalangi langkahnya menuju kamar kedua orang tuanya.
"Apa yang terjadi pada ibuku? Dan dimana dia? Kami butuh keterangan darimu dan juga ibumu."
"Persetanan dengan segalanya, haruskan juga aku jelaskan jika ibu juga korban dari pembunuh yang bernama Marlon itu? Tolong biarkan aku lewat, ibuku butuh bantuanku sangat ini"
"Aku akan memanggil dokter untuk ibumu, jika kamu mau menjelaskan apa yang terjadi di rumahmu"
"Aku akan memanggil dokter untuk ibumu, jika kamu mau menjelaskan apa yang terjadi di rumahmu"
"Bukankah sudah ku bilang akan aku jelaskan semuanya jika kondisi ibu sudah kembali pulih"
Darrel mendorong tubuh pria bernama Johan itu, dia segera berlari menuju kamar sang ayah yang berada di lantai dua dekat dengan kamarnya, dia segera mengambil apa yang dia perlukan, dia mengambil asal pakaian sang ibu. Lalu mengambil semua uang dan juga ATM sang ayah.
Darrel keluar dengan tas besar di tangannya, dia melewati tempat para polisi sedang memeriksa tempat TKP Bahkan ruangan itu sudah terisolasi oleh para penjaga, Darrel yakin keesokan harinya kematian sang ayah akan menjadi berita utama di seluruh sosial media, tapi sekali lagi Darrel tidak peduli dengan apa yang akan terjadi.
"Darrel jika tingkahmu seperti ini kita bisa menyeret sebagai tersangka:"
Langkah Darrel terhenti ketika diperdengarkan ucapan pria yang tadi menghalangi jalannya, dia menunjukan seringai yang belum pernah dia lakukan pada hidupnya.
"Apa kau gila? Jika aku pembunuhnya untuk apa aku repot-repot harus kembali kerumah ini? Apalagi membantu ibuku? Kau seorang polisi tapi otakmu tidak sepintar seorang pelajar SMA kelas 1"
"Baiklah kau bilang butuh dokter? Aku sudah memanggilnya, aku akan ikut denganmu dimana keberadaan ibumu, hanya aku yang ikut tidak ada orang lain."
Entah apa yang ada didalam pikiran Johan, dia begitu yakin jika yang dikatakan Darrel adalah hal kebenaran yang sulit dipercaya di kondisi seperti ini apalagi mereka tidak punya bukti yang kuat untuk diserahkan kepala pengadilan nantinya.
Melihat Darrel seperti ini juga mengingatkan Johan pada sang adik yang meninggal akibat ulah teman-temannya yang terus mengganggu sang adik hingga akhirnya adiknya harus membunuh dirinya sendiri untuk terbebas dari pembullyan yang terjadi dibangku SMP.
Johan dan Darrel keluar bersama setelah menunggu kedatangan dokter, kali ini Darrel hanya bisa diam saat dirinya begitu panik memikirkan sang ibu yang mungkin ketika sadar akan ter-terus melukai tubuhnya, satu hal yang terus membuat Darrel takut adalah jika dirinya akan menjadi orang lain dalam beberapa tahun kedepan akibat peristiwa ini.
Hingga akhirnya Darrel sampai didepan rumah sang nenek, dari halaman rumah sederhana itu bisa terdengar jika suara sang ibu yang berteriak membuat segala kepanikan Darrel semakin menjadi, dia tidak bisa menunggu lama lagi dan segera berlari masuk kedalam rumah sang nenek tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
Dia melihat sang ibu yang terus mendorong tubuh sang nenek untuk menjauh darinya, ada begitu banyak luka di tangannya sang ibu dan juga wajah yang sudah penuh dengan air mata, belum lagi darah yang ada di bibir sang ibu akibat dari tamparan pria brengsek itu!
"Menjauh dariku! Aku kotor! Aku kotor! Aku wanita kotor!"
Itu adalah ucapan yang terus keluar dari mulut sang ibu saat Darrel mencoba menenangkan dirinya untuk berhenti melukai dirinya sendiri, "ibu, semuanya akan baik-baik saja, aku disini bersama ibu, putramu disini."
"Darrel?"
"Ya, ibu ini aku putramu, Javier Darrel"
"Putraku, kamu seharusnya tidak ada disini sayang bagaimana jika orang-orang itu kembali dan membawa dirimu? Pergilah sebelum mereka datang Darrel." ucap sang ibu, walau mungkin mentalnya tidak stabil tapi tetap saja dia masih mengingat dengan baik putranya.
"Tidak ibu, aku tidak akan membiarkan dia menyentuhku atau ibu"
Johan langsung memerintahkan dokter itu untuk memeriksa ibu Darrel setelah wanita itu tenang didalam pelukan putranya.
Saat dalam proses pemeriksaan Darrel mendekati sang nenek yang terlihat begitu menyedihkan, wanita tua itu harus terlihat dari masalah yang bahkan tidak diketahui masalahnya.
"Bagaimana jika nenek beristirahat, ini sudah malam dan nenek harus tidur, biar Darrel yang menjaga ibu."
Dengan lembut Darrel menggandeng tangan sang nenek untuk meninggalkan ruang tamu, membawa wanita tua itu kembali kamarnya dan membiarkan sang nenek tidak menanyakan apa yang terjadi, Darrel cukup lelah dengan semua yang terjadi hari ini, belum lagi besok pria itu harus kembali ke sekolahnya walau akan banyak teman yang menganggap dirinya.
"Kau begitu berani di usiamu yang masih muda, maaf sebelumnya telah meragukan dirimu."
Rasanya semua pertahan Darrel runtuh sangat polisi itu berkata pada dirinya, dia sampai terduduk dilantai karena tubuh yang mulai merasa lelah, belum lagi dirinya yang mencoba untuk tidak terlihat lemah didepan para tetangga.
"Aku akan menjelaskan semua, kau bisa mencatatnya atau merekamnya, karena aku tidak mau menjelaskan untuk kedua kalinya--"
Disitu dimulailah sebuah hubungan yang tidak pernah disangka oleh Darrel maupun Johan yang berawal dari rasa simpati malah berubah menjadi hubungan pertemanan di antara keduanya.
"Terimakasih untuk infonya dan aku ucapkan selamat, ku harap kau tidak menyesali setiap peristiwa ketika dirimu ulang tahun."
Tak lama kemudian dokter yang memeriksa tubuh sang ibu kini berjalan mendekati Darrel dan berkata yang memang harus diketahui oleh bocah itu, karena dia satu-satu yang bisa mengerti.
"Aku sudah memeriksa tubuh ibumu, sebenar aku sangat berat mengatakan padamu yang masih dibawa umur tapi tidak mungkin juga nenek yang mendengarnya. Darrel ibumu harus dibawa kerumah sakit karena tekanan mental yang begitu beresiko untuk pasien, belum lagi area kewanita ibu mengalami sedikit luka dan akan sangat berbahaya untuk dirinya, aku turut prihatin dengan pria kejam itu lakukan pada tubuh lemah ibumu, aku akan memanggil pihak rumah sakit untuk membawa ibumu setelah kamu setuju." ucap dokter itu, dia dokter
yang begitu muda dan juga cantik.
"Tolong sembuhkan ibu dok." ucap Darrel, dia sampai memegang kedua tangan dokter itu.
"Itu sudah menjadi tugasku."
Saat jam sudah menunjukan pukul 2 pagi, Darrel hanya bisa pasrah melihat ibunya yang sedang tertidur di ruangan yang tercium begitu banyak obat dan khas aroma rumah sakit, Darrel sudah mengganti pakaian seragamnya dengan pakaian biasa miliknya, disaat seperti ini Darrel tidak bisa memejamkan kedua matanya begitu saja, di kursi tunggu diluar kamar sang ibu, Darrel mencurahkan semua yang terjadi dalam dirinya.
"Kau mau?" tanya Johan yang menyodorkan sekaleng minuman pada Darrel yang sedang menyandarkan kepalanya di tembok rumah sakit.
"Terima kasih." ucap Darrel, setelah peristiwa ini terjadi dirinya tidak memikirkan untuk minum sesuatu untuk memberinya sedikit energi.
"Aku akan membantu dirimu menyeret pria itu ke dalam penjara, maaf sebelumnya tapi kasus ayahmu akan melibatkan ibumu juga."