Beberapa hari berlalu begitu saja …
Darrel akhirnya harus mengambil cuti di sekolahnya karena sang ibu yang tidak bisa di tinggal atau bisa dibilang hampir setiap sang ibu membuka matanya maka akan yang akan terjadi adalah dia akan mengamuk, berteriak tidak jelas pada siapapun yang menyentuh ibu kecuali pada Darrel, dia akan tenang saat melihat kehadiran sang putra yang akan selalu memberikan ketenangan pada sang ibu.
Ini bukan-lah hal yang mudah untuk Darrel pikul sendirian, dia hanya bocah berusia 17 tahun yang seharusnya masih sibuk dengan buku, tugas dan teman-teman-nya, bukan di sibukkan mengurus semua kekacauan yang terus membuat Darrel menanam benih kebencian yang tidak ada akhirnya, dia menatap para ruangan yang khusus untuk pasien yang keterbelakangan mental atau bahasa kasar pasien yang sudah gila, satu lagi pukulan keras untuk Darrel rasakan, hanya pada kenyataan sang ibu memang sudah kehilangan akal sehat kewarasannya.
Kasus sang ayah masih dalam proses untuk mengajukan pada pengadilan, kata Johan seorang detektif sekaligus kepala polisi itu berkata jika kasus ini belum bisa dikatakan layak karena tidak ada bukti yang kuat untuk menjatuhkan Tuan Marlon yang sampai sekarang masih dalam pencarian, Darrel hanya menyebutkan nama pria itu tanpa menyebutkan nama lengkapnya hingga sulit untuk mencarinya belum lagi hanya Darrel yang mengetahui wajah pria itu.
Sungguh suatu kasus yang sulit dipecahkan karena pada dasarnya dari pistol yang berada di kepala sang ayah membuktikan jika senjata itu bukan buatan negara korea yang bisa dibilang itu adalah pistol yang diproduksi negara luar dan merupakan barang ilegal, tapi Johan tidak menyerah untuk terus membawa kasus ini sampai ke pengadilan dan menghukum pria itu.
"ibu waktunya makan siang, mau Darrel suapin?" ucap Darrel, Dia memasuki ruangan yang didominasi oleh warna putih, dia membawa berbagai makanan di nampan di tangannya, duduk di kursi dekat ranjang sang ibu.
"Ibu."
"Darrel, kamu tidak sekolah? Apa hari ini hari libur? Seperti aku sudah lupa dengan hari karena selalu di kurung disini." ucap sang ibu yang sedikit tertawa pada setiap ucapannya, dia sedang sibuk memainkan jari-jari tangannya, hanya Darrel yang mampu membuat ibunya tenang dan walau tidak bisa kembali lagi menjadi sosok yang hangat bagi Darrel, dan tidak bisa menjadi seperti dahulu lagi.
"Ibu ayo makan, Darrel yang membuat ini untuk ibu."
Bagaikan anak kecil, sang ibu menuruti apa yang Darrel katakan, dia menikmati setiap satu suapan yang diberikan Darrel penuh dengan lembut dan hangat, di depan sang ibu yang seperti ini anak mana yang tidak merasa ingin menangis? Itu yang dirasakan Darrel sangat ini. Dia mencoba mati-matian menahan diri untuk tidak terlihat lemah atau punya kesedihan di wajahnya, sebaliknya dia selalu berkata lembut dan tersenyum pada sang ibu.
"Darrel, apa ayah tahu ibu disini?"
Pertanyaan yang kembali memberikan luka yang tidak ada hatinya untuk terluka, Darrel terdiam untuk diam mencoba memperhatikan wajah yang ibu yang sangat kurus dan tidak terawat seperti dahulu yang sering dia lakukan, kembali tersenyum untuk menyembunyikan segala kesedihan yang ada dalam hatinya mampu pikirannya.
"Ayah, Darrel sudah berkata padanya kemarin dan ayah akan kesini saat pekerjaan sudah selesai." ucap Darrel, dia meletakkan nampan makanan yang hanya tersisa obat dan buah yang sudah diiris. Dokter berkata Ibu Darrel sangat sensitif pada benda tajam yang mungkin mengingatkan dirinya dengan segala yang terjadi pada hari ini.
Hingga tidak terasa sudah 6 bulan berlalu begitu saja, kini Darrel juga sudah mulai mengikuti kegiatan sekolah-nya yang sempat ditunda selama hampir 4 bulan lamanya, mungkin Tuhan sedang berbaik hati pada Darrel memberikan sang ibu kesembuhan yang sampai saat ini membuat banyak dokter yang menyerah untuk merawatnya.
Setelah pulang dari sekolah Darrel kembali kerumah sakit untuk menjemput sang ibu untuk kembali pulang bersamanya, dia tidak akan membawa sang ibu kembali pulang kerumah mereka melainkan membawa sang ibu pulang kerumah neneknya. Sebelum ke rumah sakit Darrel membelikan beberapa bunga kesukaan sang ibu dan juga pakaian yang dia dapatkan dari Tuan Johan hasil dari penjualan barang-barang berharganya, untuk sementara perusahaan Javier diambil alih oleh pengacara ayah yang mungkin akan segera diwariskan pada Darrel saat kasus ini selesai.
Sangat sampai dirumah sakit Darrel dibuat bingung dengan ruangan sang ibu yang dipenuhi oleh para petugas rumah sakit yang sedang membersihkan darah yang berceceran di lantai ruangan sang ibu, melihat itu Darrel segera berlari untuk melihat apa yang terjadi. Detik berikut saat mata itu melihat sang ibu yang sudah tergeletak dilantai dengan tangan yang sudah penuh dengan goresan pisau.
"Ibu."
Darrel jatuh kelantai melihat nyawa sang Ibu yang sudah tiada, semua barang yang dia bawa ikut jatuh ke lantai. Dia menangis untuk pertama kalinya di depan banyak orang, Darrel tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi dalam kehidupannya yang terus tidak pernah lepas dari kata menyedihkan, tidak cukupkah melihat sang ibu dilecehkan? Kini dia harus melihat ibunya yang bunuh diri?
Sungguh penderitaan yang tidak pernah masuk dalam pikiran Darrel selama hidupnya.
Seorang perawat mendekati Darrel dan memberikan sepucuk surat padanya.
[Javier Darrel.
Kamu tahu?
Walau dokter berkata jika ibu sudah sembuh..
Tapi itu bukan kenyataan yang terjadi ..
Wanita yang sudah dilecehkan oleh pria, tidak akan pernah sanggup menanggung penghinaan seperti itu, mungkin benar jika ada yang berhasil melaluinya tapi itu bukan ibu ..
Maafkan ibu Darrel, putraku ..
Kamu tahukan jika, ibu sangat mencintaimu, hingga rasanya sangat berat untukku berkata.
hiduplah dengan baik tanpa ibu dan ayah,
jangan menjadi seorang yang kejam di masa depan ...
Selama ini, kamu sudah menjadi putra yang baik untuk ibu dan ayahmu, terimakasih untuk segalanya sayang ..
Tolong jangan menangis melihat ibumu seperti ini ..]
Darrel terdiam, semua yang menjadi ketakutannya selama ini seakan menjadi kenyataan, dia sudah tahu kesembuhan sang ibu bukanlah hal yang membuat Darrel bahagia tapi sebaliknya malah akan menjadi sebuah ketakutan yang begitu tinggi, bagaimana lagi jika pada akhirnya itulah jalan yang ibunya pilih, Darrel sudah memberikan segala yang terbaik untuk sang ibu, menutupi sang ibu dari publik yang terus mencari dirinya.
Darrel memberikan para perawat untuk mengurus tubuh sang ibu untuk dibersihkan, tak lama kemudian Tuan Johan datang dengan tergesa-gesa, dia bahkan masih memakai seragam kerjanya, saat melihat Darrel yang terduduk disana langkah kaki itu terhenti begitu saja, ada rasa menyesal pada diri Johan sangat melihat semuanya sudah menjadi semakin buruk dan sangat sulit untuk dilewati.
Dia berjalan mendekati Darrel yang terdiam dengan posisi yang tidak berubah, hal yang pertama dia lakukan adalah menyentuh bahu Darrel yang sedikit gemetar dan juga memilih untuk berdiri di sampingnya, saat itu juga tangisan Darrel mengisi semua ruangan itu. Bagaimanapun juga dia masih butuh seseorang untuk siap mendengarkan kesedihannya dan juga kehancuran hatinya.
"menangislah, jika itu membantu segalanya menjadi lebih baik Darrel."
Bukankah itu sangat kejam?
Persetanan dengan segala yang terjadi, semua dendam dan kebencian sudah menjadi darah daging dalam tubuh Darrel yang tidak bisa dihilangkan begitu saja, dia tidak peduli jika suatu saat nanti dia harus diseret ke penjara tapi jika dipikir siapa yang ingin menyeret seorang detektif kedalam penjara? Apalagi Darrel sudah melakukan begitu banyak bantuan untuk negara ini.
Saat ini Johan sedang disibukkan dengan perusahaan Javier karena tiba-tiba Darrel berkata jika dia memiliki kakak yang lebih berhak memegang Grup JD daripada dirinya, Darrel melakukan itu bukan semata-mata ingin berterimakasih pada pria itu tapi ini adalah manipulasi untuk segalanya agar identitas Darrel menjadi tersembunyi di publik hingga tidak ada yang mengingat dirinya lagi, ini juga merupakan kesepakatan yang dibuat bersama Johan.
Jika Johan bekerja dia depan publik maka Darrel akan bekerja dibelakang layak, ini adalah hal yang dia butuhkan sebuah kebebasan yang tidak ada batasannya dan dilindungi oleh orang yang berkuasa.
jadi mau menyalahkan siapa untuk perubahan ini?
Itu sudah pasti pria bernama Marlon itu bukan?
Jadi masih ingin menyalahkan Darrel yang kejam atau Johan yang mempengaruhi dirinya?
Daripada saling menyalahkan, bukankah seharusnya kamu membuka matamu mencoba memikirkan penderitaan yang Darrel alami dan belum lagi semua yang seakan-akan memang memaksa Darrel untuk terjun dalam dunia penggelapan entah itu menjadi mafia atau detektif.
--Flashback off–