Chereads / Petualangan Mavcazan / Chapter 1 - Bruno Mavcazan

Petualangan Mavcazan

🇮🇩Bimbroz
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 78k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Bruno Mavcazan

Malam hari di suatu desa bernama Hakuba sedang dilanda angin mengamuk yang menakutkan. Kencangnya angin bukan main. Banyak pepohonan tumbang di jalanan, atap-atap rumah yang berterbangan dibawa oleh kencangnya angin.

Terlebih lagi disertai gemuruh hujan, menyebabkan beberapa rumah di desa itu hampir seluruhnya terendam oleh air.

Tentu saja dengan adanya angin deru disertai hujan gemuruh semacam itu, orang pada umumnya langsung melindungi diri di rumah bersama keluarga mereka atau di tempat tertutup lainnya.

Mereka saling memeluk erat satu sama lain karena takut salah satu keluarganya akan terbawa oleh angin yang dahsyat itu. Penduduk desa hanya bisa menunggu badai itu hilang dan merenungkan apa yang dialami desa tempat tinggal mereka.

Namun, ketika penduduk desa sedang berlindung, ada seorang pemuda bernama Bruno Mavcazan sedang terpaku diam di tengah badai angin menegangkan.

Bocah berumur lima belas tahun dengan rambut hitam yang mengkilap, hidung agak pesek, bola mata berwarna biru laut, telinga sedikit lancip seperti elf dengan luka yang hampir membuat telinganya putus, mulut yang sedikit tebal dan badannya cukup kurus. Dengan muka murung sambil merenungkan dirinya, Bruno bergumam.

"Eh.. kenapa aku di sini?"

Merenung terlalu dalam, tak sadarkan diri, saat ini ia berada di tembok pembatas sungai. Air sungai mengalir terlalu deras, karena malam hari di bawah sana sangat gelap. Ceroboh sedikit saja dan terjatuh dalam sungai itu, persentase untuk selamat sangatlah sedikit.

Tak lama kemudian, Bruno berteriak dengan suara melengking.

"Apa yang aku lakukan disini, dasar bodoh!!"

Setelah berteriak, Bruno langsung pingsan dan tergeletak di jalan. Beruntungnya, salah satu penduduk desa mendengar teriakannya. Penduduk itu terkejut melihat seorang pemuda yang lemah tergeletak di jalan sedangkan diluar sedang ada badai yang mengamuk.

Tak lama kemudian penduduk tersebut langsung membantu pemuda nekat itu dan menggendongnya ke rumahnya. Tak asing, dimana penduduk yang membopong Bruno ialah David Llictro.

David adalah Guru sihir Bruno sekaligus orang yang selalu mengurusnya. Ia sangat baik dan perhatian pada Bruno. Sosok guru yang selalu melindungi dan memberi kasih sayang layaknya orang tua. David sendiri mempunyai rambut hitam bergelombang yang panjangnya melebihi leher belakang, ada semacam luka vertikal di kedua pipinya, tak kalah kurusnya hampir menyamai Bruno.

"Dasar bodoh, apa yang kau lakukan di luar? Apa kau cari mati?"

David geram konyol sambil menggaruk kepalanya akan kebingungan terhadap perbuatan bodoh muridnya. David langsung menyelimuti Bruno setelah ia menaruhnya di ranjang miliknya. David membiarkan ia tertidur di ranjangnya sebab David melihat belakangan ini fisik Bruno sangatlah lemah dan terlalu mengandalkannya.

Meski begitu, Bruno selalu nekat melakukan aksi diluar perkiraannya. David tak pernah marah sekalipun apa yang dilakukan Bruno, sebab Bruno ingin melatih dirinya untuk menjadi lebih kuat, meskipun hal tersebut mendekati kata mustahil.

Keesokan harinya cuaca sangat cerah, matahari nampak bersinar terang membuat bunga dan tumbuhan bergemilang, langit sangatlah biru karena saking cerahnya tak ada awan yang menutupi Desa. Desa Hakuba terkenal akan pemandangannya yang indah.

Yang mana Desa Hakuba merupakan desa yang terletak paling pinggir dekat dengan pantai. Sehingga mayoritas di desa itu lebih menghasilkan makanan yang berasal dari laut dan bermata pencaharian sebagai nelayan.

Para nelayan di sana menggunakan kekutatan sihir air mereka untuk menangkap ikan, dengan itu tidak ada kerusakan di daerah laut ketika menangkap kerumunan ikan. Tak hanya itu, meskipun tinggal di desa, ada beberapa warga memiliki bentuk rumah yang unik dan megah.

Bahkan mungkin bisa dibilang hampir setara dengan rumah-rumah yang berada di Ibukota Kerajaan Okuba. Meskipun juga ada beberapa rumah yang terbilang sangat kumuh dan tak layak dianggap sebagai tempat tinggal.

Bruno yang sempat pingsan akhirnya mulai membuka matanya.

"Dimana aku?" katanya sambil menggaruk kepala.

David yang masih pergi dari fajar belum pulang ke rumahnya. Bruno yang masih keadaan setengah sadar, masih berbaring diranjang sambil mengedipkan mata terus-menerus.

"Oh, ini rumahnya guru," kata Bruno sambil mengucek matanya. Disela itu, David datang dengan membawa bahan-bahan makanan dari pasar.

"Oh, kau sudah sadar ya."

"Guru, mengapa aku disini?"

"Seharusnya aku yang tanya, kenapa kau berteriak seperti orang gila di tengah-tengah badai?" kata david sambil menaruh barang belanjaannya.

"Entahlah, sepertinya kemarin aku membayangkan suatu hal. Membayangkan jika aku menjadi penyihir yang kuat."

"Kenapa kau tidak membayangkan hal itu di rumahmu? Sudahlah, kita sarapan dulu."

Bruno yang sedang dalam posisi duduk di atas ranjang masih merasa kesakitan akibat tingkah laku konyolnya kemarin malam. Ia butuh waktu beberapa detik untuk bangun dari ranjang untuk memastikan tubuhnya apakah memang terkena penyakit atau tidak.

Kemudian ia beranjak dari kasur dan pergi ke kamar mandi. Bruno dengan menghembuskan nafas panjang di depan wastafel kamar mandi merasa lega. Ia bediri di depan wastafel lalu mencuci muka dengan perlahan.

Wajahnya yang lumayan pucat, ia membasuh beberapa kali dan mengambil handuk, kemudian menghadap ke arah cermin dan merenungkan sesuatu. Bruno yang memiliki tubuh yang lemah sejak lahir, merasa hidupnya terbebani.

Bruno akan menjadi orang yang lemah setelah ia menggunakan sihirnya. Ia mempunyai impian yang sangat sukar dicapai dan sekiranya untuk mencapai impian itu ia harus melakukan usaha mati-matian.

Setelah selesai merenung di depan cermin kamar mandi, ia berjalan menuju meja makan yang dimana gurunya sudah menyiapkan sarapan untuk mereka berdua.

Selain ahli sihir, David juga ahli dalam memasak. Masakannya sangat terkenal akan kelezatannya. Keputusannya menjadi seorang koki di Desa Hakuba, penduduk di desa bingung dengan keputusan David yang lebih memilih menjadi ahli sihir daripada menjadi koki dan membuka restoran sendiri.

David dan Bruno memang sering makan bersama, namun ini pertama kalinya ia makan bersama di rumah David.

Selera makan Bruno seketika menggebu-gebu setelah mencium aroma masakan David. Bruno yang kesehariannya makan dengan porsi normal, namun setelah mencium masakan David, nafsu makannya mendadak menjadi dua kali lipat atau bahkan lebih dari biasanya layaknya tidak makan berhari-hari. Selang itu, mereka melanjutkan perbincangan sebelumnya.

"Hei Bruno, kenapa kamu ingin menjadi yang terkuat?"

David bertanya seraya membereskan piring di meja makan. Bruno tak membuka mulutnya dan hanya melihat gurunya dengan tatapan yang datar sambil tersenyum masam. Bruno sengaja tak menjawab seolah-olah ia tak mendengar pertanyaannya.

Gurunya pasti sudah tahu alasan mengapa Bruno ingin menjadi yang terkuat. Selain itu, Bruno juga mempunyai kelemahan yang mana ia hanya bisa menggunakan sihir dibatas kewajaran.

Bruno akan tergeletak begitu saja ketika ia benar-benar memaksa menggunakan sihirnya melebihi batasan.

Selang itu, Bruno langsung beranjak dari tempat duduk, pamit pada gurunya dan pulang ke rumahnya. Namun David menghadangnya dan berkata,

"Setelah urusan dirumahmu selesai, kuharap kau bisa datang ke rumahku. Aku akan membicarakan hal penting", ucap David. Setelah mendengar ucapan gurunya, Bruno langsung berlari sangat cepat agar tak membuang waktu.

Bruno berpikir mungkin gurunya akan mengatakan sesuatu yang berkaitan dengan sihir.

Tetapi tiba-tiba Bruno terkena gejala demam parah. Badannya lemas, mukanya merah, suhu badannya meningkat tapi ia memaksa tetap berjalan menuju rumahnya.

"Tak apa, jika aku mengeluh hanya penyakit seperti ini, aku tidak bisa menjadi penyihir yang hebat." Kata Bruno sambil menggenggam tangannya.

Bruno sadar jika fisiknya sangat lemah dan sekarang ia sangat kesakitan, namun ia bertingkah layaknya pahlawan yang tak kenal rasa sakit.

Bruno berjalan sangat pelan seperti seorang bayi yang baru berlatih jalan. Dengan tubuhnya yang sedikit membungkuk layaknya sedang membawa tas yang berisi bebatuan. Bruno berhenti sejenak untuk duduk di sebuah bangku taman, menunggu kondisi badannya membaik. Semangatnya yang tadinya membara seperti api kemudian hilang seketika layaknya api yang ditiup dengan mulut.

Badannya semakin memanas membara seperti semangatnya, tubuhnya semakin melemas, untuk membuka mata saja Bruno sangat kesusahan. Sampai-sampai berdiri saja ia tak mampu.

Bruno tak pikir panjang langsung tidur di sebuah bangku taman. Di cuaca yang sangat cerah itu, Bruno merasa kedinginan layaknya berada di sebuah desa yang sedang mengalami cuaca hujan salju.

Ia tak sempat meminjam jaket gurunya untuk menghangatkan tubuhnya yang sedang menggigil. Ia memaksakan dirinya untuk tidur di bangku sedangkan dia selalu tidur diatas kasur yang nyaman. Tubuhnya kesakitan seperti tidur diatas bebatuan.

"Bodohnya aku, memaksa tidur di kursi keras seperti ini, tapi jika aku memaksa untuk berjalan pasti aku akan pingsan lagi." Bruno bergumam seraya memeluk dirinya sendiri.

Bruno akhirnya tertidur setelah ia memaksakan tubuhnya. Sedangkan di taman itu sedang dalam kondisi ramai. Taman yang Bruno kunjungi itu sedang dijadikan sebagai pertunjukan sihir. Bruno tak sadar jika orang-orang di taman itu sedang mengerumuni sebuah panggung di taman itu ialah pertunjukan sihir.

Orang-orang yang lewat didepan Bruno merasa kasihan terhadap Bruno. Dihadapan mereka, ia dianggap sebagai orang pinggiran yang dibuang keluarganya. Itu pandangan orang-orang yang lewat di depan Bruno.

Selagi Bruno mengacuhkan rasa belas kasihan padanya, Ada seorang pria yang melihat Bruno dan ia langsung mendekati Bruno yang sedang tertidur pulas. Pria itu berpakaian seperti warga lainnya, namun ia memakai semacam jubah dengan tudung kepala.

Orang-orang disana sedikit curiga pada pria itu, mungkin saja ia akan menculik bahkan membunuh Bruno yang sedang tak berdaya. Terlebih lagi badannya sangat kekar, gagah, layaknya pembunuh professional.

Namun sebaliknya, pria itu justru memberi Bruno selimut yang sangat tebal. Ia menyelimuti Bruno dengan lembut dan penuh kasih sayang layaknya seperti seorang ayah dan anak. Bruno yang sedang tertidur sedang berada di alam mimpi.

Mimpinya hampir sama dengan keadaannya yang sekarang, ia sedang tiduran dengan badan yang kedinginan di cuaca yang cerah.

Namun di dalam mimpi itu, ia bertemu dengan Raja Penyihir yang mana ia mempunyai badan yang besar, kekar nan gagah dan memakai jubah yang panjang dan lebar.

Beliau juga memberikan berupa selimut dan jaket yang sangat tebal. Bruno sangat senang tersenyum lebar sembari meneteskan air mata. Dia bertemu dengan panutannya si Raja Penyihir dan juga impian Bruno saat dewasa ialah menjadi 'Raja Penyihir'.