Chereads / Apa itu mungkin? / Chapter 2 - 1. Annoying friend

Chapter 2 - 1. Annoying friend

Gea menatap papan tulis malas. Berkali-kali suara dari ketukan pulpen miliknya di gunakan sebagai pelampiasan dari rasa bosan. Bagaimana tidak, memperhatikan pelajaran matematika jelas saja membuat ia harus menguras otak untuk berpikir dan menemukan jawaban yang tepat agar soal angka di hadapannya bisa terjawab.

Ingin sekali coba membolos saat pelajaran membosankan ini. Tapi Gea tidak ingin mencari gara-gara hanya karna bosan dengan matematika, jika ia membolos yang ada dia akan berakhir di ruang bimbingan konseling. Sungguh tidak bisa di bayangkan kalau harus masuk ke ruangan yang seperti tempat pengakuan dosa baginya.

Kenapa waktu terasa bergerak begitu lambat? Apa jam dinding itu mati? Atau memang dirinya yang sudah tidak sabar kelas matematika ini segera berakhir? Gea hanya ingin menikmati waktu istirahatnya dengan santai dan melupakan sejenak pelajaran matematika hari ini.

"Gea Faradita."

Deg.

Gea menatap Ronuer. Menggigit bibir bawahnya merupakan solusi untuk mengurangi rasa gugup saat melihat tatapan dingin yang di lemparkan Ronuer ke arahnya. Seandainya malaikat berada di pihaknya kali ini, maka ia berharap kalau Ronuer tidak menyuruhnya maju untuk menjawab pertanyaan atau menjelaskan rumus matematika yang ada di depan sekarang, dan jika doanya terkabul, gadis bermata amber itu berjanji akan semakin rajin beribadah agar amalnya di terima, amin.

Seluruh mata tertuju pada Gea. Penasaran apa yang akan di katakan Ronuer dengan raut tidak bersahabat seperti biasanya. Setiap mengajar, pria berlengsung pipit itu selalu tersenyum dan banyak berbicara tentang rumus membosankan, bahkan Ronuer tidak pernah lelah jika menjelaskan secara detail agar semua murid memahami pelajaran yang di sampaikannya.

Meskipun matematika bukan kelas yang menyenangkan, setidaknya guru pengajar seperti Ronuer membuat para siswa tidak pernah absen di kelasnya. Alasannya mudah, karna pria itu tampan, mampu menarik perhatian semua mata tertuju matanya. Tapi kali ini tidak ada senyum di antar bibir sang empunya. Hanya ekspresi datar.

"Apa anda melamun hari ini?"tanya Ronuer dingin.

Gea menggeleng cepat, mengelak dari pertanyaan Ronuer yang bisa di bilang 99% benar.

Merasa tidak puas dengan jawaban Gea. Ronuer berjalan mendekati dan terhenti di meja ke dua tepat di depan meja Gea. Tatapan sama masih terlihat jelas ketika mata pria itu mengamati gadis mungil di hadapannya.

"Coba jelaskan pada saya, apa saja yang anda tangkap dari penjelasan saya tadi."

Ternyata malaikat tidak mengaminkan doa Gea hari ini. Jika saja di sebelah kursinya jurang, bisa di pastikan ia memilih melompat kejurang daripada harus menjelaskan matematika di depan. Sayangnya di sebelah kursinya hanya ada kursi yang di duduki Juki. Ya bisa di bilang mereka teman sebangku, tapi tidak bisa di bilang teman sebangku juga sebenarnya karna hanya Juki yang menganggapnya begitu tidak dengan Gea sendiri yang menganggap Juki adalah sumber masalah nomor satu selama ia menginjakkan kakinya di sekolah menengah atas.

Mungkin Juki tidak buruk jika di jadikan teman karna pria itu anak yang baik dan suka bergaul dengan semua orang. Bahkan Juki selalu di katakan sebagai pria yang humoris di kelasnya maupun saat di luar lingkungan sekolah.

Juki menarik rok Gea pelan. Merasa roknya di tarik, sang empunya menoleh dengan tatapan tanya. Jika bukan karna rasa gugup yang di rasakannya saat ini, sudah pasti Gea malas menanggapi pria di sebelahnya itu.

Juki melirik Gea sekilas, tangannya seakan memberi isyarat agar Gea agak menundukkan kepalanya. Meskipun Gea tidak mengerti maksud Juki, tapi ia hanya menuruti dan menundukkan sedikit kepala dengan mata yang masih menatap Ronuer. "Ge, apa kau yakin? Sepertinya tadi kau melamun dan bisa ku pastikan ketika kau berada di depan sana malah menjadi bahan olokan teman di kelas karna tidak mampu menjelaskan apa yang di inginkan Mister Ronuer,"bisik Juki.

"Tidak ada diskusi, dan anda Juki Matelio, saya harap anda tidak membantu pacar kesayangan anda untuk kali ini,"kata Ronuer mengetuk meja di sebelahnya.

Perkataan Ronuer mengundang gelak tawa anak di kelas. Gea jelas saja tidak terima jika di sebut pacar Juki, bahkan melihat wajah pria di sebelahnya sehari saja sudah membuatnya muak. Di tepisnya tangan Juki dari rok abu-abu yang ia kenakan. Sedangkan Juki bukannya merasa tidak terima dengan perlakuan Gea malah terkekeh melihat kelakuan gadis mungil yang sudah di kenalnya cukup lama.

"Maaf Mister, tapi saya tidak berpacaran dengan Juki,"elak Gea.

Ronuer tersenyum remeh.

Langkah kakinya mendekati meja Gea. Tangan besar milik pria itu meletakkan spidol di meja Gea dengan tatapan dingin seperti sebelumnya.

"Oh ya? Tapi saya tidak peduli dengan penjelasan anda untuk hal pribadi semacam itu, dan anda tau itu bukan?"

Kali ini Gea terdiam. Bukan ia tidak mau menjawab Ronuer, tapi Gea meruntuki dirinya yang membela diri hanya karna tidak mau di sebut pacar teman sebangkunya. Jelas saja Ronuer tidak suka ikut campur hal seperti itu. Juki memperhatikan Gea yang masih terdiam sedangkan Mr.Ronuer menunggu jawaban gadis bermata amber di hadapannya.

"Mister, saya bisa menggantikan Gea,"tawar Juki.

"Saya sedang bertanya dengan Gea Faradita, bukan dengan Juki Matelio, mengerti?"

"Tapi saya hanya ingin membantu, tidak salah kan Mister?"

"Salah, karna ini bukan waktunya membantu."

Gea tidak mengindahkan perkataan Juki. Pikirannya melayang dimana Ronuer menjelaskan rumus matematika yang tertulis rapi di papan tulis dan mencoba mengingat sepemahaman dirinya sendiri.

Juki menghembuskan nafas dengan kasar, matanya melirik sekilas memperhatikan apa yang akan di lakukan Gea. Dapat di lihat, Ronuer terlihat tidak sabar dengan Gea yang menunda perintahnya.

"Gea, anda tau sendiri kalau saya tidak menyukai orang pembohong. Apalagi itu murid saya sendiri, jadi saya beri anda satu kali lagi kesempatan dan saya harap anda menjawab dengan jujur. Apa anda melamun selama pelajaran saya hari ini?"tanya Ronuer tapi kali ini penuh penekanan di setiap perkataannya.

Gea mengangguk pelan, mengiyakan pertanyaan Ronuer, "I-iya saya melamun hari ini, maafkan saya Mister,"ucap Gea mengakui kesalahannya.

Juki menepuk keningnya. Memang susah jika berteman dengan gadis seperti Gea. Jika ia di posisi Gea sekarang sudah pasti memilih bolos saja dari awal, jelas tidak akan mendapat ceramah panjang lebar dari Ronuer. Setidaknya Juki sudah sangat paham bagaimana caranya melepaskan diri dari guru seperti itu.

Tapi ini Gea, bisa-bisa gadis mungil itu hanya tertunduk dan diam saja jika di hadapkan dengan guru seperti Ronuer. Memang Ronuer itu guru termuda dan tampan di sekolahnya, bahkan dalam sehari bisa mendapatkan surat cinta yang menumpuk di meja.

Tapi beda hal jika bertemu dengan Ronuer saat mengajar atau saat waktu istirahat. Saat di kelas kalau ada siswa siswi tidak memperhatikan materi yang di sampaikan, sudah pasti berakhir dengan hukuman. Dia sangat disiplin.

Entah kenapa Juki harus di pertemukan dengan gadis seperti Gea yang jelas saja menguji kesabaran. Juki menatap arloji yang menunjukkan kalau pelajaran Ronuer sudah berakhir, dan sebentar lagi bel istirahat berbunyi. Senyuman mengembang di antara sudut bibirnya. Menolong seseorang di saat seperti ini sepertinya tidak salah kan?

Juki berharap setelah ini Gea akan berterima kasih karna pertolongan yang sangat berharga darinya. Tentu saja karna ia berjasa menolong dari hukuman.

Ronuer menghembuskan nafasnya pelan, mencoba mengontrol emosi dirinya sendiri. "Seharusnya anda jujur daritadi, kenapa harus saya paksa dulu? Kalau begitu anda berdiri di luar kelas sekarang."

Gea menatap Ronuer sebentar lalu tanpa penolakan ia melangkahkan kakinya meninggalkan kursi tempat duduknya. Tapi belum jauh dari mejanya, langkah Gea terhenti, ia melirik ke arah tangan yang menggenggam perggelangan tangan tanpa mengerti maksud dari pria yang berdiri tak jauh darinya. Dengan kening berkerut, Gea menatap Juki seakan tidak mengerti dengan jalan pikir tak terduga pria bergigi kelinci itu, entah apalagi yang akan di lakukan kali ini. Semoga saja bukan memperkeruh keadaan.

Juki dengan senyum andalan dia punya, di tunjukkan ke arah Mr.Ronuer seakan mengatakan secara tidak langsung ia pasti menang setelah ini. "Maaf Mister, tapi jam anda sudah habis. Bukankah menghukum murid di saat jam mengajarnya sudah habis termasuk melanggar peraturan guru?"

Ronuer melirik arloji miliknya sekilas sembari tersenyum. "Benar sekali, jam saya memang sudah habis dan jika menghukum murid bisa saja saya kena sanksi. Terima kasih sudah mengingatkan, Juki,"seraya menepuk bahu Juki.

"Tapi bukan berarti saya tidak bisa menggeret kalian ke ruangan saya setelah ini bukan?"ucap Ronuer merasa menang.

Sontak Juki membulatkan mata seperti hampir keluar dari tempatnya, jelas sekali melupakan kalau ia licik tetap saja di luar sana ada yang jauh lebih licik melebihi dirinya, seperti Ronuer contohnya. Sial, umpatnya.

Gea melepaskan genggaman juki kasar. Bukan mempermudah masalah, tapi malah memperumit masalah yang ada. Memang seharusnya ia tidak percaya kepada Juki. Selalu membuat masalah jika mereka bersama.

"Kalau begitu sekarang kalian berdua ikut saya ke kantor sekarang,"ucap Mr.Ronuer berjalan lebih dulu meninggalkan Gea dan Juki yang masih terdiam di posisi masing-masing.

Gea mengucir rambutnya ke atas sambil berlalu meninggalkan Juki, semua tatapan teman sekelas tertuju padanya.

"Ge, mau kemana?"teriak Juki.

Gadis bermata amber itu berbalik, menatap Juki dengan tatapan yang sulit di artikan. "Membuat pengakuan dosa dan berdoa semoga aku tidak akan pernah bertemu lagi denganmu."

*****

"Jadi siapa yang akan memulai pembelaan terlebih dahulu?"tanya Ronuer menatap Juki dan Gea secara bergantian.

Gea tidak berbicara untuk membela diri atau menyalahkan Juki karna menggeretnya ke dalam masalah yang lebih rumit seperti ini.

Mata amber milik Gea terfokus pada kertas kosong di meja dengan pulpen tinta hitam di samping kertas. Halusinasi Gea mulai bermain di otak, melihat kertas seakan berbicara meminta segera di tulis apa yang telah dia lakukan hari ini. Ia mengontrol agar nafasnya teratur normal, menyakinkan dir kalau semua akan baik-baik saja.

Juki melirik Gea yang terpaku menatap kertas di depannya tanpa bergerak sekedar niat mengisi. Padahal tidak berat jika memasuki ruangan seperti ini, hanya perlu menulis di kertas untuk mengakui kesalahan yang di perbuat dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama kedua kalinya.

Meskipun point sikap akan berkurang, tapi Juki tidak terlalu memusingkan hal seperti ini, karna baginya ruang bimbingan koseling adalah tempat lain selain kelas dan tentu ia tidak pernah absen dari kedua tempat yang menjadi langganan tiap di sekolah.

Kalau saja Ronuer tidak ada sama seperti guru lain ketika meninggalkan ia sendiri di ruang konseling, maka Juki sudah pasti menjadikan meja di depannya sebagai tempat bersandar untuk tidur siang atau menaikkan kaki sekedar menghilangkan penat. Ah, pasti sangat nyaman, pikirnya.

Ronuer memijat pelipisnya, ia mencoba menghilangkan pusing dan stress agar bisa lebih fokus mengamati kedua murid didiknya.

Memperhatikan Juki dan Gea seperti ini akan menambah kerutan di wajahnya yang tak lagi muda. Ia akui hari ini tidak di mood yang baik, apalagi setelah melihat Gea tidak memperhatikan pelajarannya seperti biasa. Ada keringanan tersendiri, tidak terlalu masalah kalau Gea tidak bisa mengikuti pembelajaran. Tapi bukan berarti dengan cara melamun saat pelajarannya, itu sama seperti sedang memikirkan hal lain di saat orang lain sedang menjelaskan. Bukankah itu tidak sopan?

"Mau sampai kapan kalian--sepasang kekasih termenung seperti ini? Kertas itu tidak akan tertulis begitu saja dengan kalian menatapnya,"ucap Ronuer melepas kacamata yang selalu terpasang di atas hidung mancungnya dan menaruhnya di atas meja.

Gea mengerucutkan bibir nan tipis pink miliknya. Jelas ia tidak terima di katakan pacar apalagi di sebut pasangan. Entah kenapa perkataan Ronuer mengganggu indra pendengarannya jika menyebut ia dengan sebutan pacar Juki seperti itu. Gea paling anti kalau harus berhubungan dengan Juki, karna setiap mereka bersama selalu saja dia yang tertimpa imbasnya.

Seperti tahun lalu, ketika Gea di suruh mengantarkan buku ke perpustakaan, tiba-tiba Juki menghampiri dengan menggendong seekor anak anjing kecil. Sebenarnya Gea tidak terlalu masalah selagi anak anjing itu jinak dan tidak mengganggu, tapi sayangnya hari itu adalah hari sial bersama Juki. Sosis di tangan Juki yang seharusnya di berikan ke anak anjing itu malah terlempar ke atas buku yang di bawa Gea, karena kerobohan juki yang tersandung kakinya sendiri. Berakhir lompatan tiba-tiba dari anak anjing ke arah tumpukan buku membuat Gea terjatuh karna kehilangan keseimbangan.

Guru-guru bahkan yang melihat kejadian itu ikut tertawa, sungguh hal memalukan jika di ingat lagi.

Juki meraih pulpen tinta di sebelahnya dan mulai menulis apa yang perlu di tulis, sesekali ia melirik ke arah Ronuer. "Apa mister mengharapkan saya dan Gea berpacaran? Sepertinya anda selalu mengatakan kami sepasang kekasih daritadi,"ucap Juki santai.

Mendengar perkataan Juki mendapat tatapan tak suka dari Gea. Bukannya mengelak atau bagaimana, pria gigi kelinci itu malah memancing Ronuer untuk berbicara dan kembali membahas tentang mereka berdua. Ya mereka, Juki dan Gea, aneh rasanya bila mengatakan berdua seperti ia menyetujui hubungan ini.

Ronuer terkekeh. "Sebenarnya saya tidak terlalu suka ikut campur urusan anak muda, apalagi seperti kalian. Tapi karna anda bertanya jawabannya mudah saja, jika suka ya pacaran jika tidak ya tidak usah. Saya mengatakan kalian berpacaran hanya untuk menggoda, tidak ada maksud lebih. Bukan begitu Gea?"senyuman Ronuer lagi-lagi mengundang tatapan yang sulit di artikan.

"Mungkin begitu, tapi saya tidak menyukainya,"Gea mulai merangkai kata yang sudah di pikirkannya sejak tadi lalu menulisnya di kertas kosong yang di sediakan.

Juki melirik Gea sekilas. Jari panjang di lingkari dengan beberapa cincin putih polos terus menulis tanpa kesusahan, ia terus melanjutkan apa yang ingin di sampaikan. Dari kertas polos kini di penuhi dengan tinta dan tulisan berparagraf. "Lain kali jangan menggodanya mister, saya tidak ingin menjadi musuh gadis ini,"tutur Juki, tangannya sudah berhenti menulis, di dorong kertas itu ke Ronuer tanpa memeriksa kembali isi tulisan.

"Kalau begitu permisi,"ucap Juki sebelum meninggalkan ruangan.

Gea hanya memperhatikan punggung Juki yang menghilang di balik pintu. Sepertinya dia tidak salah dalam bersikap, jawaban di berikan juga karna memang Gea tidak menyukainya. Tapi kenapa Juki terlihat kesal? Apa tadi sindiran?

Tidak begitu peduli anggapan Juki padanya, jemari Gea terus menulis lancar hingga laporan mengakui kesalahannya sudah selesai, langsung ia berikan ke Ronuer bersiap cepat-cepat bergegas pergi dari sana.

Ketika beranjak dari tempat duduknya hendak keluar dari ruangan, Ronuer bersiul layaknya memanggil burung, tapi bukan lain itu di tunjukkan untuk Gea. Mau tak mau membuat Gea menoleh ke arah pria berlengsung pipit itu.

"Ingin pulang bersama?"

"Tidak, aku tidak suka menimlbulkan keributan."

"Apa harus secuek itu denganku di saat kita berdua?"

"Bukankah kau yang membuat peraturan seperti itu sebelumnya?"

"Gea…"

"Sudahlah aku tidak ingin membahasanya, aku pergi."

*****

- to be continue

borahe💜

- ara -