Chapter 10 - desember

Selamat datang bulan baru, cintaku masih sama seperti sebelumnya, kepada seseorang di bulan lalu, masih dia saja.

Ceritaku masih sama, dan harapanku ingin menjadi lebih baik.

Bulan ini, adalah bulan kelahiranku,  tepatnya tanggal 12, usiaku akan menginjak ke 21thn.

Di tanggal ulang tahunku itu, tak pernah ku rayakan sebelumnya, paling hanya di peringati saja, sebagai bentuk rasa syukur kepada tuhan, yg masih memberi kesempatan untuku hidup di buminya.

Tgl 12 desember 2011. Seperti biasa, jikalau pagi aku masih tertidur di kamarku. Meskipun hari ini adalah hari ulang tahunku, dan fik usiaku sudah bertambah, taada yg istimewa terjadi di hari ini.

Meerapun tak tahu bahwa hari ini adalah hari ulang tahunku.

Bahkan ibuku sendiri pun lupa dengan hari ini, padahal ia yg melahirkan serta memberitahukan padaku.

Jam 09:00 wib. Keadaanku masih tertidur namun Ketukan pintu, nyaring terdengar membangunkan "toktoktok" di barengi seruan ibuku, "nu-u, ada teman mu ni!" ucap ibuku samar-samar terdengar.

Aku tak menyahut, karna masih dalam keadaan setengah sadar.

Ibuku mengulangi hal yg sama. Akupun begitu.

Ibuku merasa bosan, lantas menyuruh temanku itu untuk membangunkan, "coba kamu ajah dev yg membangunkan! " ibumah capek! klo bangunin si danumah, kaya kebo!"

"Yaudah bu! " sini devi yg bangunin!"

Ibuku mundur, devi maju mengetuk-ngetuk pintu, yg terkunci dari dalam.

"Toktoktoktok." gerakan tanganya begitu cepat. "nu- bangu nu bangu nu, bangun bangun bangun!" ucapnya nyerocos serta keras melebihi suara sound sistem.

Sontak membuatku tergugah. "brisik banget sih!" ucapku dengan kesal, kemudian membukakan pintunya, dengan keadaan masih setengah ngantuk.

Mataku dalam keadaan merem melek, tak begitu jelas memperhatikan siapa teman yg datang itu!" 

"Astagfirallah nu!" "udah jam brapa nih, masih tidur ajah!" ucapan itu tepat di hadapan.

Keadaan pintu kamarpun terbuka.

aku memutarkan badan lalu berjalan kaya zombi dengan mata tertutup, kemudian menubrukan badaku kembali di kasur.

Sementara, teman ku tadi mengikuti dari belakang lalu duduk di kasur. "Woy woy, bangun!" katanya kasar, dengan menarik narik kakiku.

"Huahh" aku menguap.

Dari luar ibuku menyuruh, "banjur ajah dev, Di bangunin susah amat sih!"

Dengan lembut dan manja devi membangunkanku "nu, ayodong bangun!"

Perlahan ku mulai terbangun, duduk dan mengusap bekas bekas iler di pipi.

Menatapnya seakan kaget tiba-tiba ada di samping "ha-h, sejak kapan kamu disini!" tanyaku dengan hentakan raga mundur.

Devi memukul paha ku "plak" "sialan, dari tadi saya bangun-bangunin, udah kaya kebo!" ucap sinisnya.

Dia adalah devi, Teman SMA dulu.  saat itu ia tengah melanjutkan studi di UGM yogyakarta,

Waktu SMA, ia pernah ku tunjuk sebagai seksi bendahara, ketika aku menjabat sebagai ketua osis, dari situlah kami berkawan akrab bersama dua teman lainnya, beni dan leni.

"Kapan kau pulang?" tanyaku.

"Kemaren!"

"Ko gk ngabarin?"

Iapun melotot, kemudian jawab menyentak, "ngabarin gima bego! Orang nomer kamu ajah gunta ganti mulu!"

"Hahaha" aku menertawakannya, "begitulah klo orang  banyak fans nya! Banyak yg suka gangguin!"

Ia kembali menepuk pahaku, "plok" songong banget!"

"Pulang dari djogja, kamu gk bawa oleh-oleh buat saya?" tanyaku dengan kepulangannya.

"Lhaa" ia palingkan wajah. "Ngapain bawa oleh-oleh buat kamu!" lalu menatapku kembali. "Orang kamu ajah gk peduli!" tandasnya.

"Eeeh, siapa bilang aku gk peduli?" tanyaku dengan pembelaan.

"Mana buktinya?"

"Asal kamu tahu, dari sini aku selalu mendoakan mu! Agar sehat disana, bahagian dan cepat selesai dengan pendidikannya!"

"Ucapanmu sangat meragukan!" ledeknya. "Udah," ia mendorong sikutku, sambil menyuruh, "mandi tuh sono! Badan kamu bau!" ucapnya dengan menutup hidung.

Akupun mengelak, "ahh masih pagi!" sambil terbaring di kasur.

"Yaudahlah aku pulang ajah!" ancamnya dengan kesal.

"Iyah-iyah, aku mandi nih!" "sewot banget!"

Devi mendekat ke arah sound sistem, lalu mengambil kabel data yg di masukan ke hanponenya,  katanya, "musikan yah!"

"Hemm" jawabku mengangguk. Sebelum pergi untuk mandi, aku perintahkan ia untuk membersihkan kamarku yg berantakan ini. "Jangan lupa!  beres mandi, keadaan kamar ini sudah rapih!"

"Nyuruh nih?" "ogah banget!" ia menolaknya.

Aku tinggal devi untuk mandi, sementara ia sendirian di kamarku mendengarkan musik. Ia orang yg perfeck, biarpun berkata ogah, tapi risi melihat kamarku yg berantakan.

Sedikit demi sedikit ia  rapihkan, dari mulai melipat selimut, membereskan bantal, sampai-sampai menumpukan semua buku. Padahal menurutku buku-buku itu sudah di taro dengan tepat, tapi menurutnya masih terlihat brantakan.

Sesekali ia membaca novel-novelku. Tanpa sengaja, devi menemukan sebuah buku 11:11 for meera, catatan harianku yg berisi tentang meera.

Dengan iseng ia membacanya, tiap lembar ia tersenyum geli, melihat tulisanku yg berisi kata-kata romantis untuk meera.

Saat aku kembali ke kamar, devi yg tengah membaca diary ku langsung terkejut, hingga melipat bukunya, kemudian di sembunyikan di balik bokongnya.

"Ngapain?" tanya heranku dengan gerak geriknya mencurigakan.

Ia menggelengkan kepala dengan cenge-ngesan "gk!" sementara satu tangannya bersembunyi.

"Aah, pasti kamu baca diary saya yah?" kian curiga.

"Apaan sih! Gr banget!" jawabnya ngegas.

Aku tarik tangannya yg bersembunyi, ia menghindar. Lalu terlihat buku diary ku  tengah ia duduki, akupun menariknya dengan paksa.

"Apan sih kamu!" "iseng banget buka-buka catatan orang!" ucapku dengan sewot.

"Hihihi" ia tertawa. "Siapa tuh meera?" tanyanya dengan kepo.

"Pengen tau ajah!" "eeh, tuh tuh!" tunjuku pada buku-buku, "buku banyak! Ngapain kamu baca buku yg ini!" ucapku kesal dengan tingkahnya.

Devipun mengelak, "halah!" "sewot banget! Gk semua saya baca kok! "Cuman beberapa kalimat romantisnya ajah yg bikin saya geli!" "hihihi."

Devipun keluar saat aku berganti baju, kemudian masuk lagi ke kamar.

"Eh nu, kok gk ada balon-balon gituh, yg kamu taro di atas!" tanyanya.

"Hah," aku kaget mendengarnya. "Buat apaan?" tanyaku.

"Kamu kan hari ini ulang tahun!" "biasanyakan suka ngadain pesta gituh!"

"Akh gk penting bangt!"

Ia duduk di sebuah kursi yg biasa untukku belajar, punggungnya bersandar, ia menatapku dengan tajam.  "Gk ada perubahan dari mu yah?" tanya halusnya.

Ku tatap kearahnya, "masasih" "bukannya saya makin terlihat ganteng yah!"

"Hihi" ia cekikikan, "percuma ganteng ajah, klo gk laku!" kembali dengan sindirnya.

Akupun membalasnya dengan sindiran, "emangnya kamu laku?" "trus punya pacar gitu di sana?"

Iapun berdiri, dengan garangnya memperjelas, "eeh, klo saya terima, cowo-cowo yg deketen saya banyak!" ucapnya dengan mata melotot serta gerakan tangan menunjuk nunjuk kearahku.

"Trus npa kamu gk terima?"

"Eem yah blom cocok aja!"

"Apakah cowok-cowo itu, gk seganteng saya? Atau gk seasik saya?"

"Mereka jauh lebih ganteng dari pada kamu!"

Itulah devi,   jika bicara tak pernah mau mengalah.

"Si beni dan leni, gimana kabarnya tuh?" tanyaku.

"Kamu kan teman dekatnya, masa tanya ke saya!"

"Saat nomerku ganti, aku hilang kontek dengan mereka!"

"Hah, mangkanya jangan gunta ganti nomer mulu!" "kemaren si leni ngabarin, katanya minggu depan pulang dari bandung!"

"Trus si beninya?"

"Katanya bareng!... "kamu gk tau yah?" tanya devi bikin penasaran.

"Tau apa?" jawabku penasaran.

"Mereka berdua... udah jadian loh!"

"Ah yg bener?"

"Iyah!"

"Bukannya si beni suka sama kamu?" tanyaku menyentil.

Wajahnya kian memerah, lalu menjawab dengan tegas, "aku kan menolaknya!"

Kemudian ku sambung ucapannya, "karna kamu.. sukanya sama akku.!" hihihi.

Iapun berubah gelagapan, bicaranya au ao, gk bisa berdalih apapun.

Pipinya mulai merah kepucat pucatan. untuk menutupi rasa malunya, iapun mengalihkan topik pembicaraan.

"Ayo nu kita jalan-jalan yuk! Kangen nih suasana pandeglang!"

"Mau kemana?" tanya santaiku.

"Ke kampung domba yuk!" ajaknya.

Langsung ku tekukan wajah, "tau dari mana?"

Ia mengelak dengan alasannya, "dari internet!" ucapan itu berbohong.

"Aah, pasti kamu baca dari diary ku tadi yah?"

Ia mendelik, "iihh orang saya udah tau dari dulu!" ia kembali berbohong.

Kampung domba saat itu belum terexspose oleh media, jadi heran jika ia tau dari internet.

"Sudah kita ke pantai ajah, nyanset!"

Devi mengetok kepalaku, "ini masih pagi bego!"

"Yah tunggu sampe sore!"

"Yaudah ayo brangkat!" ajaknya menarikku.

Aku segera bergegas memakai kemeja dan jaket. "Bawa motor kamu ajah yah!"

"Yaudah.!"

Sesaat sebelum brangkat, aku sempatkan menemui ibuku, untuk meminta ijin serta meminta duit, "bu, pergi dulu!" ucap pada ibuku sembari menyalaminya.

"Yaudah hati-hati." jawabnya.

Setelah itu aku membisikinya, "menta duit bu!"

Ibuku langsung melotot, "gk tau malu! Udah gede masih minta duit bae!"

Devi yg mendengar dari blakang, cekikikan mentertawakanku. 

Setelah itu ibu memberiku uang sebesar 20rb.

Devi menepukku dengan ejekan, "malu-maluin ajah!"

Ku jawab dengan sinis, "kya kamu ngga ajah!"

Akupun menunjukan lembar uang 20ribu itu di hadapannya, "nih modal buat jalan-jalan!"

Iapun menertawakanku, "hihihi, udah nanti saya yg tanggung!"

"Harus lah!"

Hari itu, aku mengantarnya berjalan-jalan.

pertama ia mengajaku berhenti, yaitu di labuan, sebuah pasar dekat pelabuhan.

"Beli sarapan dulu nu! Saya tau kamu belum makan apa-apa!"

Tanpa menolak aku mengikuti instruksinya.

Saat menikmati sarapan bubur ayam, kami tengah duduk di sebuah meja, dengan iseng devi menghubungi leni. Rupanya lenipun tengan jalan bareng dengan beni.

Devi membuat satu rencana, jika akhir tahun alumni SMA di ajak untuk kumpul bareng.

Hari itu, ceritanya ku tulis singkat, kami mengunjungi pantai carita, seharian penuh di tempat itu.

ia menari, berlari, bermain ombak dan mengajakku bernyanyi, tergambar wajahnya yg bahagia, tapi perlu ku ingat, ta'ada perasaan sedikitpun kepadanya, selain hanya sahabat.

Aku memintanya untuk tak menaruh harapan, jika ia tak ingin merasakan kecewa.

Beberapa kali devi menanyakan tentang sosok meera, pertanyaan itu sebenarnya rasa cemburu yg ia tampilkan, tapi aku sadar bahwa tak ingin menyakiti perasaannya, ku jelaskan beberapa saja tentang meera.

saat sunset menjelang, kami tengah terduduk di atas hamparan pasir, bersandar di pohon.

Warna jingga menghiasi pandangan kami, devi meminta kepadaku, "bolehkah aku bersandar di pundakmu!" pintanya sok romantis.

Langsung ku tarik kepalanya, dan didekapkan di pundakku.

"Kenapa kamu gk kuliah nu?" tanyanya

"Gk ada biyaya!"

"Kan bisa ngejar beasiswa!"

"Aku takut gk di terima!"

"Nyoba ajah blum, udah nyerah gituh!" sindirnya.