Dua hari tak mendengar kabar, rasanya ruang rinduku tak sanggup lagi menampung. Meera masih berada di rumahnya, sementara aku tak bisa menghubunginya.
lewat kidung ini, ku sampaikan kata dan rindu padanya.
"apakah dia disana merindukanku?" kutanyakan pada diriku sendiri. "layaknya diriku yg merindukannya!" semoga angin membawa kabar ini sampai kepadanya.
Selepas maghrib, aku kembali pada kebiasaan, membaca sebuah buku, mendengarkan lagu rindu.
Aku tak mendengar datangnya si beni ke rumah. Tiba-tiba, tanpa mengetuk ia masuk kedalam kamarku. Dengan girangnya ia loncat indah, dan menubrukan tubuhnya di kasurku.
Melihat kedatangannya, sebuah buku yg sedang ku baca langsung di tutup dan melepaskan earpone di telinga.
"Datang, bukannya salammualaikum, apa ke?" sindirku padanya.
"Astagfirallah nu. dari tadi saya ngucapin salam! "Kamu ajah yg gk denger.!" tandasnya.
Merasa asing dengan keadaan kamarku, beni celangak-celongok, lihat ini lihat itu, mondar mandir kaya setrikaan. "kamu buka perpustakaan?" tanya sindirnya, saat melihat banyak buku di tekas.
"Hah. nyinyir ajah sia!"
"Eh, gimana reunian kemaren?" tanyaku.
Sebelum ia menceritan pertanyaan dariku, ia malah balik bertanya, "eh si bego!"
"punya pacar gk bilang-bilang."
"Apa untungnya coba?"
"Sebagai seorang sahabat, harusnya cerita dong!"
"Lagian kamu gk mikirin yah, gimana prasaan si devi, ketika kamu gk datang di reunian kemaren?" tambah beni.
Aku kian terhening dan mengabaikan hal itu.
"Kamu tau nu?" ujar beni yg mencoba mengingatkan zaman dulu. "Satu sma, siapa yg tak mengenal devi?" "dia orang yang pintar, cantik dan berprestasi!." tutur beni.
Aku hanya senyam senyum mendengarkannya. Benipun melanjutkan, "banyak anak laki-laki yg suka kepada devi!"
"Termasuk kamu!" potong sindirku.
Beni tak menapikan, "iyah termasuk saya!" "tapi kamu juga tau nu! Samapai saat itu tak ada yg bisa menjadi pacarnya."
Aku memotongnya kembali, "knapa tuh?"
Beni melanjutkan, "karena devi sama cowo yg bloon."
"Hahaha" aku tertawa olehnya, "maksud cowo bloon itu sayah?" tanyaku.
"Baguslah jika kamu merasa!" sindirnya.
"Dalam dunia percintaan, rumusnya ada dua. Yaitu mencintai dan dicintai." "kita punya hak untuk mencintai, tanpa harus di cintai, di cintai tanpa harus mencintai, konsekuensinya seperti itu!" tutur ucapanku.
Benipun membantah, "hari ini, kamu bisa berketa seperti itu! " karna kamu belum merasakan bagaimana berharap."
"Suatu saat nanti, akan ada pelajaran saat kamu mencintai namun tak di cintai!" ucap beni dengan sumpahnya.
"Hehehe" aku menyepelekan hal itu.
Setelah situasi tegang, antara perbincangan aku dan beni, iapun mengalihkan pembicaraan. "Ngomong-ngomong, cewe yg kamu bawa siapa?" tanyanya.
"Dia meera, baru beberapa bulan aku mengenalnya.
"Tapi sumpah nu! Saya kenal kamu dari SMA, emang sih saya akui, bahwa kamu lebih populer di kalangan perempuan, akan tetapi kamu tak pernah terdengar punya pacar?"
"Ehh, sekalinya dapat cewe, mantap banget." tutur beni yg nyerocos.
"Aku tak suka di puji, itu bukanlah sebuah prestasi bagi ku!"
Setelah cukup bercakap, beni mengajaku keluar, katanya "udah lama gk ngopi bareng denganku." lantas ku ikuti kemauannya.
Ia tak memberi tahu akan kemana, katanya "ikut ajah." ternyata beni membawaku ke rumah leni, yang disana sudah ada devi.
Saat kedatanganku, terlihat devi memasang wajah cemberutnya.
"Hei." sapaku pada mereka melambai tangan. Leni menyahut, "hei nu!" tapi devi tak ubah.
Akupun duduk di samping devi, sedikit menggoda menatap tajam wajahnya. "Wih, ada yg ngambek nih?"
Ia tak menjawab, bahkan senyumpun enggan. devi menggeser duduknya dengan wajah berpaling.
"Wey, hampura nyah! Kemaren gk ikut reunian." permintaan maapku pada mereka.
Semua terhening, tak seperti biasanya. Biasanya Jika kami berempat kumpul, akan ramai suara canda dan tawanya.
Suasana seperti itu membuatku jengkel. "Kalian semua marah?" ucapku menanyakan.
" klo gitu saya balik ajah yah!" tambahku.
"Yaudah balik sono!" ucap devi dengan kasar.
"Jo, urang balik hela nyah!" ijinku pada si beni.
Beni menahanku, "sutt, santai!" katanya laun.
"Dev, sory banget yah udah buat kamu kecewa!"
Devi nggan memaapkanku. Aku bingun harus bagaimana menghadapinya.
Suasana terasa jenuh saat devi mendiamkanku, aku meminjam sebuah gitar pada leni, "ni, pinjem gitar dong!" untuk menghibir diri.
Lenipun masuk mengambil gitarnya.
Aku menggeser duduk lebih jauh dari mereka, kemudian bermain gitar dan bernyanyi sendiri. Lagu andaikan kau datang kembali ku bawakan. "Terlalu inda di lupakan, terlalu sedih di kenangkan. Setelah jauh aku berjalan dan kau ku tinggalkan!"
Beberapa saat, leni sudah merencanakan sesuatu dengan beni.
"say, keluar yuk beli makana!" ajak leni pada beni. Mereka sengaja meninggalkanku berduan dengan devi, agar bisa akur.
Aku menatap devi yg nggan bicara, "dev sory yah! Kemaren gk ikut reunian." kembali aku meminta maaf padanya.
Ia tetap membisu. Aku tak mengerti dengan prasaan wanita, mereka tak bisa menyembunyikan prasaan kecewanya.
Aku yang terus bermain gitar, hingga membuat devi bosan dan ambek, iapun meninggalkan dan masuk ke kamar leni.
Aku tak memperdulikannya, dan tetap memetik senar gitar ini.
Hingga Leni dan benipun datang, melihat devi yg tak bersamaku, mereka bertanya "si devi kemana?"
Ku gedikan bahu "gk tau!"
Leni segera mengeceknya di kamar, sementara beni menarik gitar di tanganku. "kenapa sih nu?"
"Kenapa apanya?" jawabku.
"Itu si devi, sampai ngambek gitu?"
"Harus gimana lagi jo, minta maaf udah!"
"Yah kamu tanya lah, pengennya dia gimana?"
"Apa harus lelaki yg mengalah?" tanyaku.
"Ini bukan soal mengalah, tapi kamu bersalah!"
Tak lama, devi keluar bersama leni. Dengan tegasnya leni berkata; "klo ada masalah di beresin dong! Jangan diem-dieman kaya ginih."
Segera ku dekati devi, dan menarik tangannya, "Dev, jika sikap kamu seperti itu! Kamu akan menyakiti dirimu sendiri.!"
"Bukan urusan lo!" bantah devi.
Akupun kembali terdiam.
"Sudahlah, pake acara marah-marahan segala! Suasananya jadi gk enak!" timpal beni.
"Ya sudah, sekarang jawab! apa yg harus saya lakukan, sebagai permintaan maaf." ujarku penuh emosi.
"Kenapa kamu gk datang ke acara reunian?" tanyanya tegas.
Aku enggan memberikan alasannya dan memilih untuk terdiam.
"Apa karna wanita itu?" tanya devi kembali dengan cemburu.
Aku kembali terdiam.
"Aku gk peduli, kamu gk datang ataupun pergi dengan siapapun! Andai kamu gk berjanji datang ke acara reunian." tambah devi marah.
"Iyah, saya akui saya salah!''
" kamu tau nu, yg paling mengecewakan ketika kamu tak datang dan menonaktipkan ponselnya." "bahkan sampai sekarang nomer kamu masih gk aktip!"
"Silahkan duduk semuanya!" pintaku agar suasana tidak tegang. Merekapun duduk dan siap mendengarkan penjelasanku.
"Hari itu, saya sangat dilema. Antara reunian bersama kalian atau memilih dengannya(meera)." "setelah semalam berpikir panjang, saya putuskan memilih keduanya, membawa meera ikut bersamaku ke acara reunian. Tapi di jalan pikiranku berubah, karna ada seseorang yg ku hargai, agar dia tak merasa cemburu dibuatnya."
"Maksud kamu, saya yg akan cemburu gituh?" "sory banget!" potong devi.
"Aku tak berharap seperti itu, tapi kenyataannya!"
"Lantas, kenapa kamu mematikan hp?" tanya devi.
"Untuk yg itu!" aku sedikit bingung apakah aku harus berbohong lagi, tapi tidak aku lebih berkata jujur dengan keadaan yang terjadi. "Hp ku di jual!" ucapku.
"Di jual?" ucap mereka bersama dengan kaget. Si beni malah menertawakanku, "apa kamu gk punya modal, buat bawa cewe itu jalan-jalan?" ucap ledeknya.
"Kurang lebih seperti itu!" pungkasku.
"Gini ajah, kita lupakan kejadian kemaren! "Berhubung acara tahun baruan aku dan leni akan ke puncak, rasanya gk lengkap jika tidak bersama kalian!" ucap beni dengan rencananya.
"Gimana dev?" tanya leni.
Devipun menjawab, "ok ajah tuh!"
Beni balik tanya padaku, "klo kamu nu?"
Aku berpikir sejenak, "bagaimana yah!" sebelum ku jawab, devi sudah mempertegas, "kamu harus ikut, itu ku anggap sebagai permintaan maaf darimu.!"
Dengan terpaksa aku mengikuti ajakan mereka.
---o0o---
Hari itu, dengan sebuah mobilnya beni menjemputku dan akan segera berangkat menuju puncak bogor.
Dengan sebuah tas yg berisi pakaian, aku masuk kedalam mobil tersebut, dan duduk di bangku belakang bersama devi. Sementara leni duduk di depan menemani beni yg mengemudi.
Suasana dalam perjalanan.
Aku membuka tas, mengambil buku yg sengaja di bawa, lalu ku buka dan membacanya.
Melihat hal yg ku lakukan, devi berkomentar, "hah bakal asik sendiri tuh!" ucapan itu menyindir padaku.
Tubuh devi mendekat dengan tubuhku, kemudian ia turunkan kepalanya dan menengok judul buku yg sedang ku baca, "rembulan tenggelam di wajahmu." suara devi membaca judulnya.
Lalu bertanya padaku, "karya siapa bukunya nu?"
Ku jawab, "tere liye."
Ia bertanya lagi, "tentang apa?"
Ku ceritakan sedikit sinopsis dari novel tersebut. "Novel ini bercerita tentang rehan dan rey, seorang anak yatim piatu yg tinggal di panti asuhan. Mereka tumbuh menjadi seorang anak lelaki yg bandel yg memiliki fisik kuat. Tetapi kecerdasan otak mereka di atas rata-rata!"
"Kamu tahu, kenapa mereka jadi bandel?" tanyaku.
Devi menggelengkan kepala, "gk tau!"
"Itu di sebabkan oleh pengaruh lingkungan."
"Em-m gitu yah!"
Butuh satu hari untuk sampai ke puncak bogor. Karna jarak yg cukup jauh di tambah dengan kemacetan panjang.
Di sisi lain. Risma istrinya ilham, mengabarkan kepada ibuku, bahwa meera menyuruhku agar datang ke rumahnya di malam tahun baru.
Ibuku memberitahukan kepada risma, bahwa aku sedang pergi ke puncak bersama teman-temanku.
Andai saja meera mengabarkan lebih awal, pasti aku takan pergi dengan mereka, dan memilih untuk menemuinya.