"Kakek dimana anda, Kakek..." tak berapa lama Kazuya telah sampai, tangan kecilnya berhasil meraih memegang meraba-raba jeruji-jeruji besi penjara yang dingin. Hanya karena kegelapan yang pekat Kazuya tak bisa melihat apapun...
"Kakek disini, Kazuya...."
"Saya tak bisa lihat apapun..." Kazuya meraba menggapai-gapai mencari kemana arah suara berat kakeknya yang bergetar di tengah kegelapan buta.
"Tunggu, tunggu nak. Kau cari bekas obor yang melekat pada dinding..." Saran sang Kakek. "Mungkin masih tersisa sedikit minyak..."
Kazuya bergegas meraba-raba tembok tembok penjara kuno yang dingin berlumut penuh debu dan kotoran-kotoran hewan yang menjijikan.
"Ahh... ketemu! Sepertinya Kakek benar, masih ada sedikit minyak disini." Kazuya menemukan batang obor yang terbuat dari besi tua berkarat yang sepertinya sudah lama tak digunakan.
"Bagus, nak. Bagus..." sang kakek hanya kelebatan cahaya putih seragam latihan Kazuya yang lusuh dalam remang. Kegelapan buta menghalangi matanya untuk melihat lebih jauh.
"Ahh, coba cari kain atau apa... olesi dengan minyak gunakan sebagai sumbu. Dan cari batu untuk memantik api..." sambung sang kakek.
"Kain, kain, kain... ahh yaa..." Kazuya melucuti seragam latihannya merobek-robeknya yang digunakannya sebagai sumbu.
"Pintar. Bocah pintar..." sang kakek, Jinpachi Mishima tersenyum dalam kegelapan menyaksikan menyaksikan tindakan cucunya yang cukup pintar meskipun dalam gulita.
Kazuya mengambil sembarang saja dua batu yang berserak di tanah dan menarungkannya untuk memantik bunga-bunga api. Tak berapa lama bunga-bunga api memercik sedikit demi sedikit. Dan perlahan menyulut robekan kain yang telah basah penuh minyak sebagai sumbu untuk menyalakan obor.
Dan seberkas cahaya kecil menghangat menerangi kepekatan gua yang gelap. "Kakek... dimana Kakek..." dengan obor di tangan Kazuya menerangi setiap lubang penjara berharap menemukan sang kakek.
"Kakek disini, nak..." Betapa terkejutnya Kazuya begitu melihat keadaan sang kakek yang amat memprihatinkan.
"Oh Kakek..." Manusia kuat dan terhormat bernama Jinpachi Mishima itu kini meringkuk lemah--terantai tangan dan kakinya--di lantai sebuah penjara kuno yang dingin. Tubuh Jinpachi Mishima yang kekar dan gagah kini hanya menyisakan tulang berbalut kulit saja. Jenggot dan kumis yang dulu menambah kewibawaannya kini memanjang berantakan awut-awutan putih berdebu tak terurus. Namun suaranya masih tetap lantang dan penuh semangat seperti umumnya keluarga Mishima meskipun sedikit bergetar.
"Sebentar Kek, saya akan membebaskan Anda..." Kazuya meletakkan obornya di tempat obor yang melekat di atas tembok. Dia berusaha menarik sekuat tenaga jeruji-jeruji besi yang melekat kuat pada dinding beton yang sepenuhnya baru. Tak pintu atau hal lain yang bisa dibuka.
"Percuma saja, Kazuya. Kakek sudah mencobanya... itu adalah besi khusus yang digunakan untuk mengekang tenaga dalam atau aliran Ki kita. Sama halnya dengan rantai-rantai ini." Sang kakek menjelaskan dengan menunjukan rantai-rantai yang membelenggu tangan dan kakinya.
"Tidak, Kakek, saya akan tetap berusaha." Kazuya mencari bongkahan batu yang cukup besar untuk menimpa jeruji-jeruji basi itu atau paling tidak membongkar temboknya. Tubuh kecilnya terhuyung-huyung tak kuat membawa mengangkat sebongkah batu yang cukup besar.
"Kazuya dengar Kakek... DENGAR!!" Jinpachi membentak keras cucunya hingga Kazuya terpaksa meletakkan kembali batu telah susah payah diambilnya.
Kazuya menghampiri sang kakek yang berdiri menerima pelukan hangat darinya meski dari balik jeruji. Bocah kecil itu menangis sesenggukan dalam pelukan sang kakek. "Maafkan saya, Kakek..."
"Sudah cucuku, sudah... Nggak apa-apa..." sang kakek mengelus rambut sang cucu yang sudah lama dirindukannya.
"Siapa yang melakukan ini, Kazuya. Siapa yang melakukannya..." sang kakek amat terkejut begitu melihat dari dekat dan meraba seluruh parut dan bekas luka yang menghiasi wajah dan sekujur tubuh kecil Kazuya. Apalagi melihat luka besar yang menganga membelah dadanya yang belum sembuh benar.
"Ayah..." Kazuya menunduk menatap tajam penuh kebencian berkata pelan dengan nada yang muram.
"KURANG AJAR!!" Makian Jinpachi menggema keras menggetarkan setiap sudut dinding-dinding gua. "Bocah keparat! Belum cukupkah dengan apa yang kau lakukan kepadaku dan ibumu, hingga kau menyiksa anakmu sendiri... darah dagingmu sendiri..." Jinpachi terduduk membanting bokongnya bersidekap bersila jengkel pada kelakuan putranya, di balik jerujinya.
"Heh, sepertinya belum Kakek..." Kazuya menarik bibirnya menyeringai penuh kebencian. Ngeluyur pergi mencari bongkahan batu yang lebih kecil.
"Mau kemana kau, nak..."
"Mencari batu yang lebih lebih kecil..."
"Ah sudahlah, jangan kau buang waktumu. Biarin Kakek tinggal disini... biarin Kakek mati disini..."
"Ini kayak bukan sifat Kakek. Kakek yang saya kenal itu selalu optimis dan pantang menyerah."
"Bukan begitu, lebih baik kau cari bantuan orang yang lebih dewasa untuk membebaskan Kakek dari sini... lagi pula, penjara ini baru dibuat oleh Tekken Force khusus untuk menyekap Kakek. Dibuat tanpa pintu dengan dinding beton dan coran ekstra kuat untuk mencegah siapapun membongkar penjara khusus ini.
Mereka sengaja membiarkan Kakek memburuk disini. Dengan merantai Kakek dengan rantai khusus pengekang Ki sama halnya dengan jeruji-jerujinya. Mereka menggunakan besi yang sama dengan besi yang digunakan untuk merantai makhluk-makhluk mistis buatan keluarga Kazama." Terang Jinpachi.
"Heh, makhluk mistis... emangnya ada makhluk mistis di dunia ini Kek...?"
"Ada banyak sekali makhluk mistis di dunia ini, nak. Kebanyakan dari mereka bersembunyi menjauhi manusia. Atau mereka dirantai dikurung di suatu tempat agar mereka tak mengganggu ketenangan manusia. Contoh yang paling nyata kau bisa melihatnya di museum, Kazuya."
"Mokujin..."
"Ya benar cucuku, Mokujin. Mokujin umumnya adalah boneka latihan yang terbuat dari kayu sebagai sparring partner untuk para petarung. Akan tetapi Mokujin keramat yang ada di museum berbeda dengan Mokujin pada umumnya. Menurut legenda, konon Mokujin yang satu ini terbuat dari pohon ek keramat yang berumur ribuan tahun. Konon ia pernah hidup membantu para samurai membunuh Raja Iblis Oda Nobunaga. Dan ia pun dirantai oleh keluarga Kazama agar..."
"...tak pernah hidup kembali..." potong Kazuya.
"Itu sebabnya Kakek tak bisa mengendalikan aliran Ki dengan benar."
"Ki, apa itu Ki...?" Tanya Kazuya penasaran.
"Ki adalah energi dari dalam tubuh yang dihasilkan pernapasan yang terlatih sehingga menghasilkan tenaga, aura energi yang lebih kuat dan mematikan, ketimbang kekuatan yang dihasilkan tenaga luar. Masing-masing tempat dan negara mempunyai nama-nama yang berbeda untuk energi yang satu ini; Ki, Chi, Chakra, Kanuragan, Tenaga Dalam, Inner Power, Inner Strength, dan lain sebagainya. Semua adalah sama namun dengan metode dan latihan yang berbeda."
"Heh sepertinya tujuan saya kemari untuk mencari jalan pintas menuju Kuil Hon-Maru dan membalas dendam kepada Ayah sudah gagal..." Kazuya menunduk menyembunyikan seringainya.
"Apa?! Jangan konyol Kazuya!! Kalau kau balas dendam sekarang kau hanya akan mati konyol ANAK BAWANG!!" Lagi-lagi suara keras Jinpachi menggema menggetarkan dinding-dinding gua. "Lagi pula tak baik memelihara dendam, Cucuku. Dendam hanya akan membuat hatimu berlubang..."
"Terlambat, Kakek. Hati saya sudah kadung berlubang..." Kazuya menyeringai menunjukan wajah aslinya dengan mata merah menatap tajam penuh kebencian....
*******