Chereads / Jika Itu Kamu / Chapter 7 - *Maaf*

Chapter 7 - *Maaf*

"Bawa aku ke anak biadab itu." pinta Naura penuh amarah. Dia sungguh tidak menyangka jika kehidupan sekolah anaknya begitu menderita.

"Ta-tapi..." Talita menggantung kalimat. "Aku tidak bisa mengantarmu. Jika Lion melihatku bersama Tante, maka dia akan mengira aku yang mengadukan hal ini ke Tante. Aku tidak ingin seperti Mila. Maafkan aku,"

Naura mengerti. Bagaimana pun juga, ia tidak mau ada anak lain yang bernasib sama seperti Mila.

"Anak biadab itu biasanya pergi kemana pada jam sekarang?"

"Biasanya sekarang Lion dan teman-temannya sedang nongkrong di warung yang berada di sebelah kiri kantin," jawab Talita.

"Sebaiknya kita pulang aja, Ra." mohon Lita. Ia sudah paham betul apa yang dilakukan anak semata wayangnya ketika sedang marah.

"Jangan hentikan aku, Bu. Aku ingin membalas dendam untuk Mila," tolak Naura.

"Aku permisi," Talita membungkukkan badan. Dia kembali ke kelas. Semoga saja teman-temannya itu tidak curiga.

***

"Matilah! Anak kejam sepertimu harus tiada!" hardik Naura. Tangan kiri mencengkram kuat kerah seragam Lion, sedangkan tangan kanan tidak henti-hentinya melayangkan tinju.

Jangan tanya tentang keadaan Lion. Sudut bibir Laki-laki itu sudah robek. Wajah yang selama ini dikagumi oleh kaum wanita menjadi lebam keungu-unguan. Sekarang mereka menjadi tontonan gratis para murid yang ada di sekitar Mereka.

Lita tidak bisa menghentikan anaknya. Dia sudah coba berkali-kali, namun hanya bentakan kasar yang dia dapat. Naura seperti orang yang kemasukan iblis. Wanita paruhbaya itu berjalan menuju kantor. Berharap para guru bisa melerai Naura dan Lion.

"APA KAU TIDAK KASIHAN PADA ANAKKU?! HAH?!" kepalan tangan Naura layangkan kembali ke wajah Lion. Yang ditinju hanya diam saja. Lion sebenarnya bisa membalas Naura, namun dia tidak ingin terlihat seperti pengecut.

"KAU LAKI-LAKI KEJAM!"

"Keparat!"

"Anakku menghilang gara-gara dirimu!"

"Jika Mila kembali, kau harus tanggung jawab. Mila hamil karena perbuatanmu yang bajingan itu." suara Naura mulai rendah. Dia mengelapi keringat yang membasahi keningnya.

Mulut murid yang ada di sana spontan menganga.

Bukannya mengiyakan, Lion malah mendecih. "Itu bukan cuma perbuatan gue. Ada lima cowok yang nodain dia waktu itu," ucapnya enteng.

"Aku sudah tahu." balas Naura. Kemudian dia mendekatkan mulutnya ke telinga Lion. "Kalau kau tidak mau bertanggung jawab, aku bisa saja membunuhmu sekarang." bisiknya mengancam.

Suara Naura yang menggema di gendang telinganya membuat Lion bergidik ngeri.

"Ba-baiklah," ujar Lion melemah.

Naura menyeringai. "Bagus. Jika kau mengingkarinya, aku tidak akan segan untuk menghabisimu suatu saat nanti." sisi kejamnya yang terpendam, Naura munculkan. Semua ini dia lakukan demi Mila bahagia. Itu saja.

Nampak Lita dan beberapa guru menghampiri Naura. Namun, sebelum Mereka sampai, Naura terlebih dahulu berdiri.

"Maaf sudah membuat keributan di sekolah ini." Naura memandang 4 orang guru yang ada di depannya. Setelah itu, Naura menatap ibunya. "Ayo kita pulang, Bu."

***

Hari sudah larut malam. Naura masih setia menunggu di depan telfon. Berharap polisi menelfonnya dan memberi kabar tentang Mila.

"Kau belum tidur?" Lita mendudukkan diri di sebelah Naura.

"Belum. Aku tidak bisa tidur dengan tenang sebelum Mila pulang," balas Naura. Matanya tetap setia menatap ponselnya.

"Tapi, kalau kau seperti ini terus, kau bisa jatuh sakit, Nak."

"Biarlah. Jika aku sakit, aku pantas mendapatkannya." wajah Lion mendadak melintas di benaknya. "Aku adalah seorang ibu yang gagal. Aku tidak bisa menjaga Mila dengan baik. Tidak bisa." mata Naura berkaca-kaca. Dia membungkukkan diri seraya menutup wajah dengan kedua tangannya. Isak tangis terdengar pada menit berikutnya. Lita segera menenangkan Naura dengan cara mengelus-ngelus punggung Naura.

"Kau tidak salah, Nak. Ibu yang salah. Mila juga salah. Semuanya salah," kata Lita.

"Aku bahkan tidak tahu kalau dia diperlakukan buruk di sekolahnya. Aku ini memang sosok ibu yang bodoh," Naura memukul kepalanya berulang-ulang kali.

Lita langsung memegang erat lengan Naura, kemudian berkata," Kau jangan seperti itu. Kau harus kuat, Nak. Mila pasti akan kembali. Masa lalu, biarlah berlalu. Mulai sekarang, kau dan ibu akan berusaha menjadi yang terbaik untuk Mila," tangan Lita terulur mengusap rambut lurus Naura. Mereka saling nenatap sendu.

Ting tong

Naura tersentak. Ia menduga pasti Mila yang datang. Perasaannya sangat bahagia sekali.

"Mil..." dugaan Naura salah. Ternyata dua orang polisi yang datang ke rumahnya.

"Ada apa? Apa Mila sudah ditemukan? Dia baik-baik saja kan?" cecar Naura.

"Ikuti kami," jawab polisi berkepala botak.

Naura mengernyit heran. Lita yang merasa penasaran, beranjak ke depan pintu. "Apa Mila sudah ditemukan?"

"Kita harus ke kantor polisi sekarang, Bu." jawab Naura. Dia melangkah keluar disusul oleh Lita. Naura memanggil pembantunya untuk mengunci rumahnya dari dalam.

***

"Pak, kok jalannya terlihat berbeda? Kita mau ke kantor polisi kan?" Naura mencermati setiap jalanan yang mereka lewati.

"Tidak. Kami akan ke rumah sakit," jawab polisi yang sedang menyetir.

"Rumah Sakit?" Naura tercengang.

"Ya. Kami menemukan mayat perempuan muda yang usianya sama dengan usia anak ibu. Kami menduga, mayat itu adalah mayat anak ibu."

"Tidak! tidak mungkin! Mila baik-baik saja. Bu, Polisi itu berbohong kan? Polisi itu hanya ingin mengerjaiku kan? Jawab, Bu!" Naura menguncang-guncang bahu Lita dengan kuat. Dia begitu panik sekaligus frustasi.

"Tenang, Naura. Tenang. Kita lihat siapa mayat itu," Lita menarik Naura ke dalam dekapannya.

"Mayat itu tidak mungkin Mila, Bu..." lirih Naura yang masih berada dipelukan Lita. "Mila masih hidup. Dia pasti masih hidup. Tidak mungkin... tidak mungkin jika dia tiada..." suara Naila berubah menjadi parau. Kedua polisi yang ada di depan Mereka pun merasa bersalah.

"Kita sudah sampai," ujar Polisi Laki-laki itu.

Naura segera mengusap air mata. Mereka berdua keluar dari mobil.

Satu persatu ruangan, sudah dilewati oleh Naila dan Lita dengan dipandu oleh dua orang polisi.

Sampai akhirnya, mereka berdua sampai di depan ruang jenazah. Tangan Naura bergetar begitupun bibirnya. Semoga saja... mayat itu bukan Mila. Naura tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri, jika mayat itu merupakan anaknya.

Mereka berempat masuk ke ruangan tersebut. Sudah ada 1 orang dokter dan perawatnya berdiri di samping mayat yang sekujur tubuhnya sudah tertutupi dengan kain putih polos. Ada bercak darah di beberapa bagian kain putih itu.

"Wanita ini adalah korban kecelakaan maut yang ditemukan sore tadi. Lukanya di kepala cukup parah. Apakah kalian tetap mau melihat jenazahnya?" tanya Dokter pada Naura dan juga Lita.

"S-saya bersedia," jawab Lita terbata-bata. Bibirnya gemetar. Sedangkan Naura? dia terus memerhartikan jenazah tersebut.

Perlahan, kain putih itu dibuka oleh Sang Dokter.