The best revenge is massive success
~ Frank Sinatra ~
~●~♡~●~
Jeje benar-benar sibuk. Pake banget.
Hari ini banyak sekali email yang harus gadis itu jawab dan laporan persiapan untuk event gathering dealer-nya bulan depan harus segera rampung hari ini juga. Pak Wi-bos Jeje- sudah berkali-kali mengingatkan Jeje untuk segera menyerahkan laporan persiapan itu untuk diperiksa dan di diskusikan.
Seperti kebanyakan karyawan lain, Jeje memang menunggu tenggat waktu itu sudah sedekat mungkin baru mulai mengerjakannya. Entahlah, rasanya otak Jeje memang bisa lebih cepat bekerja di bawah tekanan. Gadis itu dengan cepat memeriksa email dari beragam pertanyaan baik dari customers ataupun email tentang keperluan kantor dari dealer pusat.
Memang memeriksa dan membalas email adalah salah satu pekerjaan seorang PR seperti Jeje, dan Pak Wi sudah sangat mencintai Jeje luar dalam sehingga cuma mau hanya Jeje yang berwenang membuka semua email-email yang masuk. Dengan lincah jemari Jeje menari diatas keyboard laptop dan memberi jawaban-jawaban cantik atas beragam pertanyaan disana.
"Repot banget hari ini ya ampun." Lisa Belekpink masuk dan duduk dengan dramatis didepan meja kerja Jeje.
Jeje hanya melirik Lisa dan mengacuhkan wanita itu. Jujur saja Jeje sebenarnya bukan tipe orang suka memendam dendam, tapi dia memang masih jengkel saja pada gadis itu. Apalagi jika bukan karena Lisa mengejek jerawatnya dua hari yang lalu di cafe.
Menyebalkan!
"Je, elo masi lama?"
"Hmm."
Lisa mengerang dan Jeje sangat bahagia melihat wajah penat gadis itu. Ya, dealer mereka memang sedang mengadakan event berupa charity untuk korban bencana alam. Dan tentu saja PR seperti mereka menjadi manusia paling sibuk dan paling dicari diacara-acara seperti itu.
Berpanas-panasan, menghampiri hampir semua tamu dan memastikan semua orang bahagia dan terlayani adalah makanan wajib untuk Lisa hari itu. Melihat dari kemerahan dan keglowing-an berkat keringat serta wajah capek luar biasanya Lisa, Jeje memperkirakan acara charity mereka sukses besar.
Rasakan itu!
"Capek banget gue, Je. Sumpah." Lisa mengeluh sambil mencopot high heels nya dan memijiti betisnya sendiri.
"Gantian dong Je. Biar gue istirahat bentar disini. Mana anak-anak sulit banget diaturnya."
"Gak bisa." kata Jeje dengan bahagia.
Dirinya dapat membayangkan bagaimana situasi dibawah sana. Dan benar kata Lisa, walaupun banyak bala bantuan untuk membantu Lisa, anak-anak itu sangat sulit diatur.
Jeje melirik Lisa dan tersenyum, "Elo gak denger Pak Wi bilang apa? Laporan gathering kita harus uda ada di meja pak bos besok pagi."
"Biar gue deh yang ngerjai kerjaan elo." Lisa memohon. Gadis itu lalu mengambil air digelas Jeje dan menenggaknya dengan rakus, sementara Jeje memperhatikan Lisa dengan wajah agak jijik melihat cara minum gadis itu.
"Bisa elo emang?" Jeje bertanya dengan sombong.
"Bisa sih kayaknya." Lisa menjawab dengan wajah tidak yakin, dan Jeje menggeleng-geleng sambil mencebikkan bibir.
"Charity itu buah karya gue, Sa." Jeje melanjutkan. "Sukses kan? Capek gue ngerencanain acara segede itu. Gue uda siapin semuanya, hubungi semua orang, semua uda gue yang urus."
Ketika tidak ada jawaban dari Lisa, Jeje melanjutkan. "Elo tinggal disana, senyum-senyum, dan mastiin semua berjalan sesuai rencana aja susah. Pake ngeluh lagi."
"Sumpah capek banget, Je." Lisa kembali mengeluh. "Tamu yang elo undang banyak banget, gila."
Jeje tersenyum manis dan menopangkan tangannya kedagu memperhatikan Lisa. "It's work or no?"
"Iya itu emang sukses." Lisa menjawab sebal. "Tau gue. Dan Pak Wi pasti bakal happy banget sama hasilnya. Tapi gue uda hampir mati, Je. Elo tega banget masa."
"Itu yang namanya team work, Lisa Belekpink sayang." Jeje tersenyum dengan kedengkian penuh. "Gue uda capek ngerencanain, buat anggaran, nyari orang-orang penting, ngurusin semua serba serbinya sampe pusing dan elo yang tinggal make sure semua berjalan sesuai rencana aja. Gampang lo itu, Sa."
"Iya, tapi gue capek banget." Lisa merengek. "Elo gak liat gue sampe kayak kuntilanak gini?"
Jeje menyipit memperhatikan Lisa. "Haha. You look great. Pretty like always."
Lisa memandang Jeje dengan kejengkelan yang tidak ditutup-tutupi. Sementara Jeje dengan wajah manis hanya tersenyum manis pada Lisa dengan sangat menyebalkan.
"Are you sure bisa buat gathering kali ini sukses misal gue yang turun ke bawah dan elo yang disini?" Jeje bertanya sambil memberikan Lisa setumpuk kartu nama dan referensi acara yang sudah dikumpulkan Jeje dua bulan belakangan ini.
"Elo adalah orang paling menjengkelkan yang gue kenal." Lisa mengumpat.
"Thanks darling." Jeje terkekeh. "You too."
Dengan wajah marah dewa level 751, Lisa memakai kembali sepatunya dan membanting hp yang dikenali Jeje sebagai hp special customer care di kantornya.
"Oke." Lisa mengambil tisu wajah dan menghapus dengan hati-hati wajahnya yang glowing akibat keringat. "Elo tetep disini sampe membusuk. Biar gue yang kebawah dan ketemu orang-orang sialan yang elo undang."
Jeje memperhatikan bagaimana Lisa menghapus minyak diwajahnya menggunakan kertas minyak khusus untuk wajah. Wajah gadis itu langsung cerah kembali begitu minyak-minyak itu terserap kedalam kertas. Tidak sampai lima menit kekucelan diwajah Lisa sudah menghilang dengan bantuan sedikit touch-up bedak dan lipstik.
Enak ya punya wajah bebas jerawat gitu?!
Tinggal apus keringat, kelar.
Sebelum berlalu meninggalkan Jeje, Lisa menambahkan. "Sekalian urus hp kantor, karena gue gak bisa handle tamu elo dibawah dan angkat telpon sialan itu. Ngerti?!"
"I get it." kata Jeje dengan wajah sangat manis. "Have fun, Sa."
Jeje terkekeh ketika mendengar Lisa mengumpat jengkel dari luar sana. Jeje masih merasa sangat bahagia hari itu karena berhasil menjebak Lisa.
Charity yang diselenggarakan Jeje itu memang sangat besar dan sangat sangat melelahkan. Dan pintarnya Jeje dia sengaja meletakkan Lisa disana sebagai pembalasan karena berani mengejek jerawat-jerawatnya.
Jeje kemudian memandang pantulan wajahnya dicermin yang memang stay di dalam laci mejanya. Jerawat batu besar itu masi disana. Masi mengganggu keasimetrisan wajah Jeje dan radang besar dari jerawat itu masi berdenyut menyakitkan.
Bibir jeje manyun, "Elo sampe kapan sih mau tetep nangkring disitu. Pergi sono. Ganggu aja."
Tentu saja Jeje tidak bisa secepat Lisa untuk memperbaiki tampilan make-up nya. Jeje akan butuh waktu setidaknya hampir setengah jam untuk mentouch-up make-up nya. Kertas minyak dan tisu tidak akan memberikan Jeje kecantikan instan seperti Lisa.
Jeje memperkirakan radang membengkak itu akan mengempis satu atau dua hari lagi. Jadi yang bisa Jeje lakukan sekarag adalah sekuat tenaga tidak menyentuh radang jerawat itu agar tidak pemperparah keadaannya.
Jeje meletakkan cermin karena panggilan masuk dari smartphone miliknya. Gadis itu mengenyit karena yang kini sedang mencoba menghubunginya adalah nomor asing.
"Hallo." Jeje bersuara begitu memutuskan mengangkat panggilan itu.
"Hallo." suara maskulin diujung sana menjawab. "Benar saya berbicara dengan mbak Gadis ayu jelita?"
Jeje memutar bola matanya mendengar nama lengkapnya disebut. "Iya, dengan saya sendiri."
Suara rendah yang merdu ditelinga itu melanjutkan. "Maaf mbak, saya Angga Aditya. Asistennya pak Jonathan wirya."
"Oh iya, asistennya pak Jo, ya." Jeje melonjak hidup. "Ada yang bisa dibantu?"
Jonathan wirya adalah salah satu customer super di dealer Jeje. Lelaki paruh baya itu adalah CEO perusahaan textile terkenal yang kaya raya. Sudah ada sekitar belasan mobil mewah yang dibeli Jonathan dari Jeje.
Dan kalau sampai asisten pak Jonathan wirya menghubunginya. Pasti akan terjadi transaksi yang sangat fantastis sebentar lagi.
Ah, mantap!
"Begini mbak, pak Jonathan ingin membeli Lamborghini dari dealer mbak untuk hadiah ulang tahun anaknya. Kata pak Jo, saya tinggal hubungi mbak aja. Bisa tolong dibantu?"
Tu kaaaaaan, apa gue bilang?!
"Bisa pak Angga. Dengan senang hati." Jeje tersenyum sumringah. "Model apa yang pak Jo mau nih pak?"
"Huracan coupe. Apakah bisa dibantu, mbak?"
"Tentu, pak Angga." Jeje tertawa renyah. "Dengan senang hati."
Terdengar balasan berupa suara tawa singkat dan antusis dari ujung saluran sana. "Oke, besok saya akan langsung kesana untuk mengurus pembayarannya mbak Gadis."
Gadis?!
Siapa gadis??
Itu nama elo bego'
"Ahahaha. Panggil Jeje saja pak." Jeje meringis geli karena panggilan dari asisten pak Jonathan ini.
Suara tawa renyah menyambut jeje. "Oke mbak Jeje. Sampai ketemu besok."
"Ya pak Angga." Jeje tertawa sopan. "Besok chat saya ya untuk waktu tepatnya."
"Siap mbak Jeje. Terima kasih."
"Terima kasih kembali."
Yes. Deal!
*******