Jatuh cinta itu gampang
Segampang kau mengedipkan mata karena melihat dirinya
~●~♡~●~
Angga merasa sekujur tubuhnya pegal. Hari ini kembali Jonathan wirya, bosnya itu, meminta Angga untuk menghadiri meeting yang seharusnya lelaki paruh baya itu hadiri. Dengan wajah capek, Angga melemparkan jasnya hingga benda itu melayang bebas dan nyangkut di sebuah sofa coklat disudut ruangan.
"Lama-lama gue bisa mati muda karena si kampret Jonathan." Angga mengomel.
Seingat Angga, setiap karyawan yang dipilih pak Jo sebagai asistennya tidak akan bertahan lama. Bekerja dengan lelaki itu sama beratnya dengan kerja romusha. Batas kemampuan kalian akan diregangkan sejauh mungkin sampai kalian merasa akan meledak atau pingsan. Begitulah kerja dengan Jonathan wirya, CEO dari sebuah perusahaan textil terkenal yang kaya raya.
Angga merasa sangat bangga sekaligus terintimidasi ketika lelaki paruh baya itu menawarinya posisi sebagai Asisten pribadinya satu setengah tahun yang lalu. Alasan paling masuk akal mengapa Jonathan wirya menawari seseorang sebagai asistennya adalah karena orang tersebut adalah yang terbaik, dan tentu saja itu membanggakan. Belum lagi gaji dan fasilitas yang menggiurkan.
Tapi tentu saja dibalik kementerengan yang bersinar itu, pak Jo juga menginginkan balasan berupa kecepatan respon dan jam kerja yang gila dengan tingkat kesetresan tinggi. Angga hampir tidak punya waktu luang selain malam hari itupun paling sering diatas jam 10 malam, harus ikut dan menempel pada pak Jo kemana pun lelaki itu pergi, dan dengan rutinitas sepadat itu tidak heran sampai sekarang Angga masih jomblo. Bahkan lelaki itu mulai curiga dirinya bisa jomblo permanen sebagai asisten pribadi bosnya.
Angga bergidik. Amit-amit !
Jonathan wirya itu penggila kerja. Lelaki itu sanggup meng-handle lima meeting sekaligus dalam satu hari. Entahla, entah bagaimana otak pak Jo tetap bisa berfungsi dengan rutinitas sepadat itu. Sementara Angga, meng-handle dua meeting saja otaknya sudah ngebul dan mengancam ngadat.
Tring
Tring
Jeje : Uda balik ?
Angga tersenyum. Tidak bisa dipungkiri, hati Angga menghangat. Gadis yang dikenalnya sekitar sebulan yang lalu itu sepertinya sudah menawan hati Angga. Jeje itu sangat menarik dan cantik. Gadis itu pintar dan pandai membangkitkan suasana hatinya.
Rasa-rasanya Angga merasa kalau dirinya mulai menyukai Jeje lebih dari seharusnya.
Angga kembali mendiktekan nama Jeje dalam hati dan sebaris senyum terukir dibibir lelaki ganteng itu. Setelah puas memandangi foto profil Jeje yang isinya hanya gambar punggung, Angga kemudian membalas pesan Jeje.
Angga : Iya nih. Baru aja nyampe rumah :)
Jeje : Lembur ya?
Jam segini baru balik.
Angga berjalan menuju kulkas lalu mengambil botol air dan menenggak isinya. Rasa dingin dari air itu seperti mengaliri nadinya dan mengirimkan suntikan rasa kantuk.
Angga : Iya. banyak bgt tadi meeting dikantor, Je
Jeje : Capek ya?
Angga : Banget
Jeje : Uuu kacian ☺
Yaudin, bobo gih istirahat
Angga tersenyum. Lelaki itu kembali membuka foto profil Jeje dan menemukan punggung gadis itu sebagai latar belakangnya. Entahlah, sekarang ketika memikirkan Jeje, Angga jadi merasa sudah saatnya ada seseorang yang menunggunya pulang dan mengurusnya setiap pulang kerja begini.
Membayangkan ada gadis itu dirumahnya, menyambut kepulangannya, mengelus kepalanya yang pusing dan menyediakan makan malam untuknya rasanya sudah membahagiakan. Membayangkan saja sudah membahagiakan. Bagaimana kalau jadi kenyataan?
Bayangan Jeje memakai baju santai berkeliaran dirumahnya, menyiapkan sup hangat, menemaninya makan malam dan kemudian tidur dengan memeluk gadis cantik itu dalam dekapannya__
Apaan sih pikiran gue!
Gue mulai stres nih kayaknya.
Buru-buru Angga mengusir bayangan masa depan cerah itu dan mengetik balasan pada Jeje.
Angga tersenyum lagi sebelum mengirim balasan yang sudah dirinya ketik. Dengan hati hangat lelaki itu berjalan menuju ranjang dan merebahkan tubuhnya yang pegal disana.
Angga : Dikasihani dong nih? 😟
Gak inisiatif mijitin gitu?
Jeje : Kamu kira aku tukang pijit apa? 😄
Angga :Mau ga Je?
Jeje : Mau apa?
Angga diam. Lelaki itu merasa jantungnya tiba-tiba memompa lebih cepat.
Angga : Mau ga jadi tukang pijit pribadi aku?
**********
Jeje melirik kaca lebar yang ada disisi kamarnya. Mata gadis itu menyipit dan pantulan seorang gadis dengan wajah memerah dan berjerawat balik memandangnya.
Ya kali gue kayak tukang pijit?!
Jeje lalu kembali memperhatikan smartphone-nya. Sekarang benda persegi itu kini menjadi semacam jimat untuk Jeje. Chat-chat dari Angga menjadi salah satu mood booster untuk gadis itu. Jeje kemudian membalas pesan terakhir Angga dengan bibir melengkung dari ujung telinga kanan ke ujung telinga kiri.
Jeje : OGAH
Balasan dari Angga langsung diterima Jeje tidak sampai semenit kemudian. Lelaki itu kemudian mengirimi Jeje banyak sekali emotikon tertawa.
Angga : Kalau jadi tukang masak pribadi mau?
Jeje : Bagi kamu aku ini embak-embak banget ya, Ngga 😆
Tadi jadi tukang pijit, sekarang tukang masak.
Angga : Yaa, tugas istri kan emang begitu Je
Degh!
Jantung Jeje melonjak.
Ini maksudnya apaah??
Apaaah ini maksudnya?
Jeje belum sempat memikirkan jawaban yang agak cerdas ketika semenit kemudian Angga kembali mengirimi Jeje sebuah pesan.
Angga : Kamu knapa kok jam segini belom bobo, Je?
Jeje : Lagi ngedrakor 😊
Angga : Oh, kirain ga bisa bobo karena aku belum balik
Jeje tersenyum karena jawaban yang penuh dengan kenarsisan itu.
Astagaa, ini cowok.
Tau aja!
Eh!
Angga : Je?
Jeje : Ya?
Jeje menggigit bibirnya menunggu balasan dari Angga. Entah mengapa getaran dihati Jeje selalu melonjak dua kali lebih cepat setiap mendapati pesan dari lelaki itu. Angga rutin menyapanya setiap pagi, mengingatkannya untuk sarapan, makan siang ataupun sekedar basa basi menanyainya hal yang sebenarnya tidak penting. Dan kadang-kadang Angga mengirimi Jeje kejutan manis disela-sela jadwal sibuknya sebagai asisten pak Jo. Seperti gift box tempo hari yang tanpa aba-aba dikirim lelaki itu ke kantor Jeje.
Semua bentuk perhatian-perhatian Angga selalu berhasil menghangatkan hati Jeje dan membuat gadis itu melayang.
Angga : Aku capek bgt sebenernya
Ngantuk juga
Tapi aku juga kangen pengen denger suara kamu
Jantung Jeje berhenti. Dan sedetik kemudian ketika Jeje berhasil menarik nafas, debaran dijantungnya kembali dan menggedor rongga dada Jeje dengan menggila.
Astaga,
Jantung gue!
Seingat Jeje, tidak ada riwayat sakit jantung dikeluarganya, tapi mengapa kini organ penunjang hidup Jeje itu seperti sedang melompat-lompat bahagia di dalam sana hanya karena beberapa kata yang ditulis Angga. Sekujur tubuh Jeje panas dingin dan hatinya mengembang.
Angga : Bole gak aku telpon kamu, Je?
3 meniiit aja, bole ya?
Dan Jeje sudah pasti tidak bisa menolak. Begitu hp-nya berdering dan nama Angga ada disana, Jeje langsung menyambut panggilan itu sedetik kemudian. Dan janji tiga menit tadi berubah menjadi tiga jam.
**********