Jodoh itu bisa datang kapan saja, dimana saja dan dengan cara apa saja
Bisa juga datang melalui kesalahan yang tak terduga
Salah orang, contohnya
~●~♡~●~
Jeje sedang mengecek laporan event untuk rencana gatheringnya ketika Mario masuk, dan duduk di depannya.
"Je,"
"Hmm."
"Elo sibuk?" Lelaki itu bertanya.
"Kenapa?" Jeje balik bertanya tanpa memandang wajah Rio.
"Elo sibuk kagak?"
"Kenapa emang?"
Rio memutar bola matanya. "Jawab aja dulu."
"Ya kenapa emang?" Jeje mengulang dengan cuek sambil membolak-balik lembar rincian perkiraan biaya di jurnalnya.
Dengan tidak sabar Rio mengapit dagu Jeje dan memaksa gadis itu memandang kearahnya.
"Kalo ngomong liat orang yang elo ajak ngomong dong, Je." Mario lalu mencubit pipi Jeje dengan sangat gemas.
"AAAAAAAAA__" Jeje menjerit dan menarik wajahnya dari Mario. Wajah gadis itu langsung merah padam.
"Jerawat gue! Sakit bangsat!"
Mario tertawa. "Eh, maaf gue gak tau bisul elo belom pecah."
Jeje memandang Mario dengan wajah mematikan. "Ini bukan bisul, MARIMAR!"
"Iye mon maaf neng." Mario masih tertawa-tawa. "Akang gak tau ada jerawat disitu."
"Uda gue bilang jangan sentuh wajah gue sama tangan elo yang penuh kuman itu!" Rasa nyeri dari radang itu berdenyut menyakitkan. Rasa sakitnya bahkan menembus ke hati sampai air mata Jeje keluar.
"Yah, yah, yah_" Mario panik. "Dia nangis."
"Ini sakit begok!" Jeje panik sambil mengipasi wajahnya sendiri dengan tangan.
Mario celingukan bingung. Hanya ada Lisa yang memandang sebal pada mereka berdua, jelas tidak akan mau terlibat dengan insiden pecahnya jerawat Jeje.
"Ya gue gak sengaja, Je."
"Astaga sakit banget, Rio." Jeje mengadu kesakitan.
Jeje memperlakukan jerawat itu dengan sangat lembut dan hati-hati, bahkan Jeje tidak berani menyentuh radang membengkak itu. Dan Mario, berani-beraninya dia dengan sengaja mencubit gundukan meradang itu dengan tidak tau diri.
Jeje mencari-cari kaca kecilnya di laci dan langsung berkaca. Gadis itu menyibakkan rambut panjang yang dengan sengaja diatur untuk menutupi radang itu dan benar saja__
Jerawat besar itu pecah dan mengeluarkan isinya__
"WAAAAA." Jeje menjerit panik. Ada nanah mengalir keluar dari puncak jerawat batunya disertai darah yang berwarna merah agak kecoklatan.
"Elo mecahin jerawat gue!" Jeje menunjuk-nunjuk Mario sambil menangis.
Panik,
Sakit berdenyut,
Dan malu.
Buru-buru Jeje mengambil tisu dimeja dan menutup luka bernanah di sudut pipi atasnya. Mata gadis itu memerah menahan rasa sakit berdenyut dari jerawat yang dipencet paksa sebelum waktunya dan malu yang menggunung di dada.
Memang hanya ada Mario dan Lisa disana, tapi rasanya harga diri Jeje jatuh sejatuh-jatuhnya. Jerawat meradang saja sudah sangat memalukan, ini malah pecah dan mengeluarkan isinya yang euw!
Kalau tidak ada Mario yang kebingungan disana dan Lisa yang memperhatikan dengan wajah bosan agak jijik, Jeje tidak akan sepanik sekarang.
Jeje tinggal memastikan tidak ada halangan apa-apa diantara dirinya dan si jerawat, lalu dengan tangan yang sudah pasti bersih, gadis itu bisa membersihkan luka berdarah dan bernanah itu. Mungkin memberi jerawatnya tekanan yang lembut agar semua isinya keluar dengan sempurna, dan kemudian memberi obat agar luka itu segera sembuh.
Jeje merasakan sebentar saja tisu tipis tadi sudah basah oleh cairan hangat yang berasal dari isi jerawat batunya, dan rasa malu bercampur panik kembali menyerang Jeje.
Mereka pasti jijik ngeliat muka gue!
"Maaf Je, gue gak sengaja." Mario mencoba mendekati Jeje sambil keukeuh minta maaf, namun Jeje mengabaikannya.
Jeje hanya berkali-kali mengambil tisu untuk menahan cairan isi jerawatnya yang tumpah. Mata Jeje masih merah dan air mata masi mengumpul disudut mata gadis itu.
Rasanya bener-bener malu-maluin pas jerawat elo pecah didepan umum!
Seumur hidup, moment ini akan Jeje ingat. Gadis itu tidak mau memandang Rio yang masi mencoba mendekat dan meminta maaf padanya. Jeje hanya memberi gestur untuk jangan mendekat dengan mengangkat telapak tangannya ke depan wajah Rio.
"Je beneran gue gak sengaja."
"Makanya jadi manusia jangan pecicilan elo itu." Lisa bersuara dengan wajah bosan, memarahi Mario. Masih memperhatikan interaksi Jeje dan Rio sambil merapikan rambut lurusnya yang sudah rapi.
"Kan uda gue bilang, gue gak sengaja." Rio membantah.
Lisa memutar matanya. "Gatel sih tangen elo."
"Sa, elo bantuin Jeje gih." Mario meminta.
Lisa langsung mengernyit. "Gue mau bantuin apaan? Pencetin nanahnya?" Lisa bergidik lalu membuang muka.
"Ogah."
Bukan hanya sakit berdenyut dari luka dijerawatnya, tapi Jeje merasakan hatinya juga sakit mendengar komentar Lisa plus dengan wajah jijik gadis itu.
Pasti jijik banget ngelihat muka orang yang berdarah dan bernanah begini!
Jeje sudah bersiap melarikan diri ke toilet dan mengurus jerawat serta harga dirinya yang jatuh, ketika hp nya berdering.
Angga, Asisten pak Jo
"Hallo."
"Hallo, mbak Jeje." sapa suara merdu dari ujung saluran sana. "Saya udah otw ke dealernya mbak nih. Mungkin sekitar sepuluh menit lagi saya udah sampai."
Ah, Sial!
Jeje lupa kalau dia ada janji dengan asisten pak Jo semalam.
"Oh iya pak." Jeje menjawab sambil mondar-mandir menghindari tatapan Mario dan Lisa.
"Oke pak Angga." Jeje menjawab dengan kepala berputar. "Saya tunggu di lobi ya."
"Baik mbak Jeje." lelaki itu tertawa renyah. "Sampai ketemu beberapa menit lagi."
"Iya pak Angga."
No, no, no!
Gue gak bisa keluar dan nemuin asisten pak Jo dengan wajah berdarah-darah begini!
Dan belum lagi Jeje harus segera bertemu dengan pak bos untuk membahas gathering daler nya bulan depan. Jeje melirik Lisa yang masih sibuk membereskan penampilannya.
"Sa, dibawah ada klien gue." Jeje berkata sambil menyodorkan hp-nya. "Elo temuin gih."
Ketika Lisa hanya diam sambil memandang Jeje ogah-ogahan, Jeje melanjutkan. "Orang ini asistennya pak Jo, dan dia mau beli Lamborghini. Elo mau pak Wi ngamuk gara-gara transaksi ini batal?"
"Udah sini gue aja." Rio mengajukan diri yang tentu saja ditolak Jeje.
"Elo itu pembawa bencana di pagi hari buat gue ya Marimar." Jeje menyipit mematikan sambil menahan tisu yang sudah penuh darah di pipinya.
"Transaksi ini punya gue." kata Jeje lagi.
Mario tertawa. "Gue itu Marketing manager disini, Jeje ku sayang. Elo gak perlu takut klien elo kabur atau gak jadi beli kalau misal gue yang handle."
"Enggak ya enggak." Jeje berkeras. "Lisa yang bakal gantiin gue ke bawah. Bukan elo."
Secara ajaib Lisa mengambil hp Jeje dan berdiri, lalu mengibaskan rok pendek selututnya dengan anggun.
"Oke." Kata Lisa. "Gue yang ambil klien penting ini."
Jeje tersenyum puas pada Mario yang cemberut.
"Elo bawa hp gue." Jeje beralih memandang Lisa serius. "Cukup bilang, gue ada meeting dadakan dan elo yang bakal gantiin gue. Semua uda deal, elo tinggal bantu asisten pak Jo ini untuk pembayarannya, Sa."
"Oke." Lisa tersenyum. "Siapa nama ini orang?"
"Angga."
**********
Lisa merasakan hp Jeje yang kini dibawanya bergetar dan sebuah pesan dengan nama si klien maha penting ini muncul.
Angga, asisten pak Jo : Mbak Jeje, saya uda di lobi.
JeJe lita : Oke pak, 😊
Penampakan si Angga, asisten pak Jo ini ternyata sangat menggiurkan.
Lisa tersenyum dan menghampiri lelaki yang sedang duduk kalem disana. Lelaki itu terlihat necis dengan kemeja gelap slim fit yang memeluk tubuh tingginya dengan ukuran yang sangat pas.
"Pagi pak Angga."
Lelaki yang disapa Lisa berbalik memandangnya, membawa bau harum yang sangat maskulin dengan wajah bersih dan menawan. Angga berkedip sangat pelan melihat penampakan Lisa yang tengah tersenyum. Lelaki itu hanya memandang Lisa tanpa kedip. Dinilai dari tampang bodohnya, asisten pak Jo ini jelas-jelas terpesona pada Lisa.
Lelaki itu akhirnya mengerjap dan bisa menguasai dirinya lalu tersenyum malu pada Lisa. Angga kemudian membalas sapaan Lisa setelah beberapa detik hanya bisa memandang gadis cantik didepannya itu.
"Selamat pagi."
Lisa tersenyum dan rona merah dipipi gadis berwajah bersih glowing itu muncul. Kembali membuat Angga terpesona pada kecantikan Lisa.
"Senang berkenalan dengan pak Angga." Lisa mengulurkan tangan dan langsung disapa Angga dengan antusias.
"Saya juga." Angga menjawab dengan mata terfokus pada Lisa. "Senang berkenalan dengan mbak Jeje."
***********