Tatapan pelayan lain di Mansion Duke membuat pelayan pribadi Ophelia merasa tidak nyaman.
"Ada apa Sherly?" tanya gadis berambut merah kecokelatan.
"A-aku tidak papa, Nona."
"Dengar. Jangan pedulikan mereka, angkat kepalamu dan berjalanlah dengan percaya diri! Orang seperti mereka tidak perlu kau ladeni."
***
Lambang bendera kerajaan berkibar di atas kereta yang dinaiki oleh seorang pria, dengan kedua kuda cokelat yang berhenti di depan sebuah cafe Ibu Kota. Seorang gadis berumur 20 tahun tengah menikmati sepotong kue mewah berhias strawberry kecil dipucuknya.
"Apakah kau sudah menunggu lama?" tanya seorang pria menghampiri meja duduk gadis itu.
"Lumayan~ akan tetapi itu tidak jadi masalah buatku, Yang Mulia," mengedipkan separuh matanya.
"Theresia, kau memang yang terbaik."
Duduk dengan wajahnya yang berkarisma di mata anak sulung Count Marion.
Melirik, "Yang Mulia, bagaimana pertemuanmu dengan Puteri Duke?"
"Kenapa kau menanyakan hal itu? Apa kau cemburu?"
Mendesis, "apa? Mana mungkin! Anda sedang menggodaku, ya?"
"Aku serius, Theresia. Apa kau merasa cemburu melihatku selalu bertemu dengan Ophelia?"
Mendesah, "entahlah, kau selalu saja menepati janjimu."
Pria itu mendekat, "hei... Aku ini Putera Mahkota, mana mungkin aku bisa mengingkari janji pertemuanku dengan calon tunanganku."
"Tidak bisakah Yang Mulia pergi bersamaku saja?"
"Tidak bisa," ekspresi wajah Putera Mahkota berubah menjadi dingin tak seperti biasanya.
"Ada apa, Yang Mulia?"
"Aku ingin menanyakan satu hal padamu."
"Apa itu, Yang Mulia? Dengan senang hati aku akan menjawabnya."
"Apakah kemarin saat acara minum teh di kediamannu, ada seorang pria datang ke Mansion Ayahmu, Count Marion?"
"..... Aku tidak yakin."
"...." tatapannya masih sama, dingin.
"Ah! Aku mungkin sedikit ingat. Ada satu orang yang datang kemarin, dia berambut perak, matanya bercahaya seperti emas, tingginya sekitar 185 cm(?)" menggigit sedikit bibir merah miliknya.
"Oh, oke," Putera Mahkota berdiri dari kursi tempat ia duduk di cafe itu.
"Y-yang Mulia," Theresia menghentikan langkah kaki pria berambut hitam di hadapannya.
"Apa?"
"Kau tidak memberikan salam perpisahanmu padaku?" menggoda.
Putera Mahkota mendekat, "astaga," mengecup kening gadis pirang di depannya kemudian berkata, "kita akan bertemu lagi dalam waktu dekat, jadi kau tak perlu seperti itu."
"Baiklah, Rodh's..."
***
"Apa katamu, Ophelia?! Apa kau serius?"
"Ya, Ayah. Aku memohon padamu secara pribadi, untuk membatalkan pertunanganku dengan Putera Mahkota," garis alisnya terlihat tegas tak main-main mengucapkan kalimat itu.
"Apa yang kau bicarakan, Nak. Perlu waktu untuk itu, membatalkan pertunangan dengan calon kepala negara di negeri Oriana ini tidak semudah yang kau pikirkan."
"Aku tau itu, akan tetapi aku punya alasan sendiri kenapa aku ingin membatakannya."
"Apa?" Tuan Duke terlihat sangat penasaran dengan alasan apa yang akan diberikan anaknya, sementara suasana terasa tegang di balik pintu ruang kerja Tuan Duke.
Sherly tengah menemani Ophelia bertemu dengan ayahnya. Setelah beberapa kali mengelilingi taman mansion bersama Ophelia, dirinya kembali terseret ke ruangan kerja majikannya lagi.
"Apa yang diucapkan Nona sampai membuat Tuan Besar memasang ekspresi serius? Dia tidak dimarahi kan karena sudah melebihi jam jadwal pertemuan dengan Putera Mahkota?"
Sementara itu,
"Ayah akan tau nanti," memejamkan mata sebentar untuk relax.
"Dia tidak tau bahwa Cordylia sangat ingin dirinya menikah dengan Putera Mahkota," dalam hati Tuan Duke sembari memijat kening karena merasa pusing, "apa kau tau ayah khawatir mencarimu tadi?! Kau ini kemana, Ophelia."
"Aku tidak bisa bilang jika tadi baru saja ke hutan-" batin Violet.
"Ophelia!" menggertak.
"Y-ya? Aku tadi meminta kusir kerajaan untuk berkeliling sebentar! Hehe," jantungnya berdegub kencang.
"Aku tidak tau ayah Ophelia akan menjadi seram jika sedang marah," dalam hati.
Pria dengan baju resmi berwarna merah marun itu kini memegang keningnya. Merasa frustasi, puteri kecilnya dulu telah menjadi sebesar ini, Tuan Duke tidak menyadari bahwa anaknya telah berubah sangat banyak setelah insiden hilang selama seminggu itu.
"Kau tidak pernah begini sebelumnya, Ophelia. Ayah juga melihat sikap lugumu itu juga perlahan menghilang."
"Benarkah, Ayah? Bukankah ini kabar yang bagus," gadis berambut merah kecokelatan itu tersenyum manis sekali seperti gula.
"Kabar bagus katamu?" tertegun sebentar.
"Ya, apakah ucapanku ada yang salah?"
"Hahahaha," Tuan Duke tertawa lepas di meja kerjanya.
"Apa-apaan sikap ayah dari tokoh utama ini? Tadi marah sekarang tertawa," Violet mencoba untuk memahami karakter orang di sini.
"Kau ini memang lucu, kembalilah ke kamarmu, lakukan apa yang ingin kau lakukan," menepuk kepala puteri bungsunya.
"Tunggu sebentar, ayah... Kenapa kau memanggil Sherly kemari tadi? Apakah ayah memarahinya?"
Melirik sedikit puterinya, pupil hitam itu kemudian berpindah melihat tumpukan kertas di atas meja, "tidak, ayah tadi hanya bertanya, kenapa kau tidak kunjung kembali ke mansion, karena sudah melebihi waktu, dan kenapa kau tidak membawanya pergi bersamamu?"
"Aku yang memintanya untuk tetap tinggal, aku ingin menemui Putera Mahkota sendiri, dia tidak mempunyai salah apapun."
"Apa itu ada hubungannya dengan kau minta dibatalkan pertunanganmu?"
"Hehe... Ayah.. Bukan seperti itu, bisa jadi iya... Bisa jadi, bukan? Aku hanya ingin sendiri, itu saja..."
Mendesah, napasnya gusar, "ayah tidak mengerti kenapa kau ingin membatalkanya, sekarang istirahatlah."
Tersenyum, "baiklah, Ayah. Terima kasih karena sudah mendengarkan keluhanku..." Ophelia berbalik, kemudian membuka pintu ruang kerja ayahnya untuk segera pergi dari sana.
Tuan Duke kembali duduk di tempat ia bekerja, "Opaline... Anakmu sudah mulai dewasa, tidak, anak kita. Sejak kapan anak kita tumbuh sebesar itu? Apa kau bahagia di sana? Aku merindukanmu, Opaline."
Sudah hampir setengah jam Ophelia mengobrol dengan ayahnya di dalam, sekarang dia kembali keluar, dan bertemu dengan pelayan pribadinya, Sherly terlihat sangat cemas.
"Nona, apakah Nona baik-baik saja? Tuan Besar tidak Marah pada Nona, kan?"
"Tenanglah, Sherly. Lagi-lagi kau panik seperti itu, ayah hanya sedikit memarahiku... Kau tidak perlu merasa cemas."
"Aku hanya takut jika nanti terjadi sesuatu pada Nona," sedikit mengeluarkan air mata.
"Pfftt, apa kau pikir Tuan Besar Duke akan melakukan hal sepertu itu pada puterinya?"
".... T-tentu saja tidak..."
"Benar. Jadi, tidak usah khawatir, Sherly," senyum.
Ophelia bersama dengan pelayan pribadinya berjalan melewati lorong, secara tak sengaja disana Violet bertemu dengan kakak kedua tokoh utama Ophelia, yaitu Lyon.
Seperti biasanya Lyon selalu energic dan ceria, seolah sinar matahari pagi selalu mengikuti wajahnya itu. Violet yang berada di tubuh Ophelia sudah tak kaget dengan sifatnya, dia hanya harus bersikap baik seperti biasanya, menuruti apa yang di inginkan kakak keduanya.
"Yoo~~ adikku, kau terlihat manis seperti biasanya!" Lyon meraih tangan adik perempuannya.
"Hallo, kakak..." sapa gadis berambut merah kecokelatan itu.
"Kau habis dari mana?" tanya kakak kedua sang tokoh utama.
Pelayan pribadi Ophelia dengan cepat menjawab perranyaan yang keluar dari mulut Lyon, "E.. Tuan Muda, kami baru saja berjalan-jalan."
Gadis berambut merah kecokelatan yang tak lain adalah Ophelia melirik sedikit pelayannya, ia langsung sadar Sherly tengah memberikan kode, "Ya! Kakak. Itu benar, kami berjalan-jalan, aku memintanya untuk berkeliling karena bosan... Hehe."
"Benarkah itu?" memiringkan kepala.
"I-itu benar, Tuan Muda."
"Hum.. Baiklah~" Kakak kedua dari sang tokoh utama wanita kembali fokus dengan adik yang ada di sampingnya, "Apa kau sibuk?"
"Tidak, kakak... Ada apa, apakah kau ingin mengajakku ke suatu tempat seperti biasa?"
"Ya.. Ya... Begitulah, aku baru saja melihat para pelayan kurang ajar itu merusak gaun barumu yang Kakak belikan sewaktu kau ditemukan setelah hilang selama satu minggu," pandangan Lyon melihat kebawah, garis matanya menunjukkan rasa tak suka bila ada yang mengganggu adiknya.
Violet merasa tidak enak pada Lyon, kedua kakak dari tokoh utama ini tidak tahu jika adiknya selalu di tindas, karena Ophelia tidak pernah bercerita tentang masalahnya, "seharusnya langsung aku bereskan saja para pelayan yang selalu mengganggu Ophelia, jadi kakak keduanya tidak perlu seperti ini," batinnya.
"Anu.. Kakak, biarkan saja mereka, haha. Aku sudah terbiasa," gadis berambut merah kecokelatan itu mencoba untuk menenagkan kakaknya.
"Apa? terbiasa katamu?!"
"Y-ya... begitulah, kakak tak usah pikirkan."
"Tidak bisa seperti itu, kau seharusnya melawan, Ophelia. Dengarkan kakakmu yang tampan dan imut ini, tidak selamanya kau diam, coba lakukan sesuatu, aku percaya kau bisa."
"Kakak Ophelia tau jika adiknya selalu diam dan menangis di belakang, namun tak tau sebabnya karena adiknya tidak mau bilang, tetapi dia hanya jadi penonton saja...? Mungkinkah Lyon ingin Ophelia melakukan perlawanan sendiri tanpa bantuan dari kakaknya?" Violet mulai mengetahui jika kakak dari tokoh utama ini sangat peduli pada adiknya.
Ophelia tersenyum, itu terlihat sangat manis di mata kakak keduanya, "terima kasih banyak, kakak! Tentu saja aku akan memberikan pelajaran, tetapu bukan sekarang... Biarkan dulu mereka berbuat semaunya."
"Astagaaa, bolehkah aku memelukmu?"
"Kenapa kakak bertanya? Tentu saja boleh."
Dengan cepat dekapan hangat itu sampai, "Dengar, jika kau tidak sibuk bisakah kau nanti pergi bersama dengan kakakmu ini?"
"Ya, kakak."