'Cinta yang seperti apa sampai tidak bisa membedakan hal baik dan hal buruk. Bukankah cinta seharusnya hal positif. Seharusnya membawa ke arah kebaikan. Namun, ini sungguh pengkhianatan besar. Bagaimana bisa? Lelaki yang mencintainya sejak dulu. Itu segitunya, bahkan dengan adik laki-lakinya sendiri,' batin Rina. Merasa muak dengan apa yang dilihatnya. Rina menyentuh lehernya yang merinding lihat itu.
Terlebih lagi Eza sama sekali tidak menoleh ke kekasihnya. Dirga melepaskan tangannya dari dada Intan.
"Apa kau melihat? Bagaimana perasaanmu? Calon kakak ipar aku pun akan memberikan apa yang aku minta. Masak kamu calon istriku tidak memberikannya." Bisikan Dirga itu sangat mengerikan bagi Rina. Tangan Dirga mulai mendekati bagian sensitif milik Rina. Rina segera menepis dengan menatap tajam.
'Sungguh terlalu. Gila pria ini. Mesum. Tidak punya etika. Huh ... bagaimana bisa aku menikah dengan pria semacam ini?' batin Rina yang merasa muak. Dia duduk memojok, ke pintu mobil. Tangan Dirga berada di belakang punggungnya. Jari-jari Dirga mulai mendekat ke gunung kembar yang tertutupi, hijab dan baju Rina. Rina menahan tangan Dirga, sebelum sampai ke tujuan Dirga.
"Aku minta maaf jangan melakukan ini," tolak Rina dengan lembut. Dirga merasa kesal dengan ucapan Rina. Tolakan halus itu secara tidak langsung membuat Dirga semakin penasaran. Dan tidak diduga Dirga malah berbaring di atas paha Rina.
Rina sangat terkejut dengan kejadian itu. 'MasyaAllah ... gila nih orang. Bagaimana coba aku bisa menghindari.' Rina menelan ludah kasarnya. Rina melihat ke depan. 'Bagaimana caranya agar aku terlepas dengan pria ini?' batin Rina kembali meronta. Dia terus memikirkan cara agar Dirga bangun dari pahanya.
Sangat mengejutkan, nyaris saja Dirga menaikan kepala dan sengaja akan mencium dada yang tertutup kain. Rina segera memundurkan badanya hingga Dirga tidak sampai.
'Ya Allah ... hih ... hiks, bagaimana ini ... Aku bagaikan masuk di dalam lubang buaya. Walaupun hanya satu buaya, tapi buaya satu ini lebih gila dan sangat mesum. Dia memang penjahat liang kenikmatan. Nau'dubillah ....' seru dalam hati Rina.
Akhirnya Dirga bangun. "Jika dilihat dari bawah, lumayan besar gunung kembar mu," bisik Dirga ke telinga Rina. Mata Rina berkaca-kaca.
Sangat keterlaluan perkataan Dirga. Rasa muak dan kesal ingin segera dilepaskan oleh Rina. Rina menahan semua gejolak yang terus berkobaran di dalam hatinya. Dirga kembali mencondongkan wajahnya ke dekat Intan. Intan yang bersandar menjadi bahu Eza.
Mengumbar kemesraan di depan mata Rina. Sementara Dirga malah menyentuh bokong Intan. Intan bergerak dan terlihat sangat menikmati sentuhan Dirga.
'Huh ... Ya Allah kenapa harus terjadi di depan mataku. Ini benar-benar gila. Etika seperti apa yang mereka jalani. Bagaimana bisa mereka tidak takut jika Engkau sedang mengawasi dari kejauhan.' Rina berbicara dalam hati dan sambil menutup mata karena tidak sanggup.
"Sayang ... apa kamu tidak merindukanku?" tanya Intan yang menempelkan bibirnya di pipi Eza.
"Kamu ini bicara apa? Aku sudah menunggumu sejak lama. Untuk mencapai hari pernikahan ini butuh perjuangan. Kamu harus janji kepadaku. Bahwa kita akan menua bersama," tutur Eza.
Semua kejadian di dalam mobil itu sangat menyakitkan hati Rina. Perasaan sesak semakin menyerbu ruang di dalam dadanya. Terlihat jelas bagaimana kecewanya Rina. Alisnya menurun dan merasa kasihan dengan Eza. Bibirnya bergetar menahan tangis.
'Tidak pantaskah orang sebaik Kak Eza, mendapatkan jodoh yang baik? Rina hentikan harapanmu. Kamu harus menghadapi ini Rina.' Rina menguatkan diri dalam hati.
Rina terus bersandar, namun matanya tidak sanggup lagi. Dia melirik ke arah Dirga, yang masih melanjutkan aktifitas mesumnya, menikmati dalam menyentuh bagian yang jelas menggoda calon Kakak iparnya.
Sangat terlihat jelas ekspresi dari wajah Intan yang tergelora oleh sentuhan dari Dirga. Sentuhan di belakang itu sangat rahasia. Rina yang mengetahuinya sangat merasa jijik.
Untuk menutupi apa yang Intan lakukan dengan Dirga. Intan terus mengumbar kemesraan. Setelah merasa sedikit puas. Dirga melepas lalu bersandar. Perasaan Rina semakin tidak karuan. Jantungnya terus berdegup kencang.
'Apa aku harus memberitahu Kak Eza? Harus membongkar rahasia umum mereka? Apa ... jika aku mengatakan yang sebenarnya apa Kak Eza akan percaya kepada ku? Rina ... jangan peduli lagi! Kak Eza sama sekali tidak pernah memperdulikan mu. Mana mungkin juga dia akan mempercayai perkataanmu. Sedangkan dj saja jika tahu kenyataan tentang keburukan dari kekasihnya dia tetap menerima apa adanya. Sungguh cinta di luar logika. Cinta tidak memihak pada kebenaran. Cinta tidak memihak kepada hal-hal positif. Sebenarnya jeratan apa yang diberikan Intan, sampai cinta itu membutakan Kak Eza?' batin Rina terus bertanya-tanya.
"Hehehe, geli sayang ...." tegur Eza setelah dibisiki Intan. "Tapi maaf ... aku belum bisa melakukannya ... lagian kita sebentar lagi menikah. Jadi tunggu sampai hari pernikahan. Masa tidak sabar?" tanya Eza kepada Intan yang terus memeluk dan menciumi leher Eza.
Sungguh tidak mengenakan pemandangan yang dilihat Rina. Dirga tersenyum. "Tinggal melakukannya apa salahnya Mas. Kalau aku jadi Mas aku coba dulu. Siapa tahu ... mmm." Dirga tidak melanjutkan. Intan bangun dan men cubit lengan Dirga.
"Kamu ngejek aku? Dasar," kata Intan menghadap ke Dirga. Dirga malah menunjukkan alatnya. Melihat itu sangat-sangat mengerikan. Bagi Rina itu adalah sesuatu yang lebih horor daripada menonton film horor.
Intan dengan cepat malah menyentuh alat Dirga. Rina merasa tidak sanggup lagi melihat mereka berdua. Intan segera menghadap ke depan menutupi perbuatannya.
"Rasanya tidak bermoral. Jika melakukan itu tanpa ikatan resmi. Seperti laki-laki tidak punya hati. Aku akan melakukannya ketika sudah resmi menjadi suami istri. Karena pernikahan juga bukan untuk hal itu saja. Kebutuhan logis itu memang penting. Tapi yang penting adalah hubungan. Hubungan yang terikat pasti dan saling memahami. Saling setia tidak menghianati. Semoga kamu bisa berubah Dirga,' kata Eza membuat Rina terenyuh.
"Hahaha. Kita beda Mas ... heh, dah ah." Dirga terlihat kesal, Intan pun juga sangat kesal.
'Jelas saja Intan kesal. Sudah tergoda habis-habisan tapi calon suaminya tidak bisa memberikannya. Malah calon adik iparnya terus menggoda dan raba-raba ish ... hih ... merinding,' batin Rina sambil memegang dada yang di dalamnya terus berdetak cepat, karena kejadian demi kejadian yang dia saksikan.
Mobil berhenti, sudah terlihat bangunan butik yang mereka datangi. Intan memeluk Eza seakan tidak mau turun. Dia terus menggerakkan tangan ke badan Eza. Menelusuri secara rinci, Rina sangat malu dengan apa yang dilihatnya.
"Sayang ...." Eza menolak. Dengan menahan tangan Intan. Intan semakin agresif, dia menatap melas meminta keinginannya dituruti. Eza malah tersenyum.
"Sudah ah, ayo turun." Eza malah mencampakan keinginan Intan. Intan cemberut kesal.
'Huh ... semua yang terjadi ini sangat membuat aku mati hidup rasanya. Hehehe,' batin Rina terlihat lega karena Eza menolak ajakan Intan.
Bersambung.