'Selama ini aku bertahan dan terus mencintai orang yang sama, selama bertahun-tahun. Sangat sulit melupakannya. Dia selalu hadir dalam malamku. Tidak bisa diungkapkan lagi betapa rasa ini sangat dalam untuknya, setiap usahaku untuk melupakannya selalu sia-sia.'
Rina terus berenang. Teriakan orang yang berada di bibir pantai tidak direspon sama sekali olehnya.
'Namun sekali lagi, dia tidak pernah menghargai perasaan ku. Aku kembali patah hati. Terlebih lagi, aku harus menikah dengan orang yang sangat.' Rina tidak memeruskan ucapannya dari dalam hati.
'Akupun tidak bisa mengatakan begitu hina kelakuannya di mata dunia. Harapanku, jika aku masih diberi kehidupan. Semoga Allah memperbaiki kelakuan suamiku. Semoga Allah membukakan pintu hatinya. Semoga aku bisa mencintainya, dia bisa mencintaiku apa adanya. Dan semoga Allah mengampuni dosa-dosanya.'
"Rina kembali ...!" teriak Eza. Setiap orang hanya menyaksikan dan tidak ada yang bertindak. Bahkan Intan pun sangat puas ketika Rina berenang menyelamatkan seorang anak yang terbawa ombak.
'Allah maha pemaaf yang luas. Allah akan mengampuni hamba yang benar-benar bertaubat. Allah selalu membuka pintu maaf sampai ketika nyawa terlepas dari raga. Aku tidak tahu, aku akan pulang dengan selamat atau tidak. Semoga Allah mengampuni dosa-dosaku.'
Rina terlihat lega ketika dia sudah bisa meraih tangan anak itu. Rina berenang bersama anak laki-laki yang kira-kira usianya enam tahun.
Dengan sekuat tenaga dia mengayunkan tangannya, dan terus menggerakkan kakinya. Namun karena anak itu tidak sadarkan diri dia merasa keberatan.
'Huft ... huft ... kenapa terlihat jauh.' Rina mengeluh seperti itu ketika melihat pasir pantai yang sangat jauh.
Sulit bernapas, mata pun sudah terasa pedih karena terkena air laut. Melihat semua kunang-kunang Rina pun melemah.
Dia berusaha bertahan walaupun tangganya sangat terkuras. Rina yang tidak mudah putus asa. Dia kembali mengijinkan tangannya. Melihat seseorang pemuda yang tidak jelas dilihat oleh matanya. Meraih tangannya.
'Sia dia? Apa Eza? Atau orang lain?' tanya Rina dalam hati yang berusaha memastikan pemuda yang sudah menolongnya. Dengan perlahan Rina memejamkan matanya.
Wajah samar-samar itu membawa Rina yang tidak sadarkan diri.
****
[Dari kejauhan aku selalu memperhatikanmu. Dari jendela dalam kelas. Mataku selalu mencari-cari keberadaanmu. Pesonamu tidak pernah pudar. Bahkan saat kamu menghinaku. Untuk sesaat aku sedih dan berusaha membencimu. Namun aku selalu tidak bisa.]
Di sana terlihat seorang gadis sedang memperhatikan pemuda keren dengan bermain basket. Gadis itu terpaku terpesona dengan pemuda berparas tampan yang tengah sibuk dengan aktifitasnya.
Karena selalu melihat idaman hatinya, gadis itu menggambar dengan paras detail wajah milik pemuda itu.
Sret!
Kreak!
Tiba-tiba saja seorang gadis datang dan merobek buku itu.
"Jangan pernah bermimpi kamu bisa memilikinya. Karena, kamu tidak punya daya pemikat," jelas gadis itu dengan tersenyum jahat, lalu pergi begitu saja.
'Bukankah kamu sering patah hati? Kenapa kamu tidak jera?' tanya pada diri sendiri dengan menetesnya bulir bening dari matanya.
Sang pemuda impian lewat dihadapannya ketika dia mengambil kertas-kertas berserakan. Pemuda itu sama sekali tidak peduli. Bahkan dia saking asiknya berbicara dengan temannya dia menginjak apa yang sudah di gambar gadis itu.
Patah hati dan hancur berkeping-keping. Rasa sesak semakin mendekap dadanya. Pemuda itu hanya melintasinya begitu saja.
"Hai." Pemuda itu mengambil kertas yang terdapat lukisannya. Ada perasaan bahagia ketika pemuda itu menyodorkan kertas kepada sang gadis.
Pemuda itu memang sangat tampan, kulit putih, hidungnya mancung, bibirnya tidak terlalu tebal, giginya yang putih. Serta tatapan matanya tajam yang bersih. Rambut jabrik melengkapi semuanya. Tatapan itu membuat sang gadis tidak bisa berkata-kata, gugup dan terus deg-degan.
"Aku tidak suka kamu menggambar wajahku. Aku juga tidak suka melihatmu yang selalu memperhatikanku. Aku tidak nyaman. Apa kamu juga yang kemarin mengirim surat? Jangan lagi melakukan hal itu. Aku tidak suka." Pemuda itu menarik semua kertas yang sudah diambil oleh sang gadis.
Sangat terkejut gadis itu, dia hanya terdiam dan merasakan hati yang tercabik-cabik ketika ditegur. Dia menutup bibirnya yang bergetar, matanya sudah berkaca-kaca. Ketika melihat pemuda itu merobek-robek lalu membuang ke tempat sampah.
****
"Huk. Huk." Rina menyemburkan air dari dalam mulutnya. Eza refleks berdiri. Perlahan Rina membuka mata. "Huk, huk, huk."
"Bisakah kamu tidak gegabah! Seharusnya kamu minta tolong kepada penjaga pantai! Kenapa kamu nekat seperti itu! Jika nyawamu dalam bahaya. Aku yang sangat menyesal, karena Ibumu sudah meminta aku untuk menjagamu," seru Eza kesal. Rina hanya menatapnya tajam sambil terus batuk-batuk.
"Huk, huk. Heh ... jangan sok peduli. Kenapa harus peduli. Dan kenapa kamu harus menjagaku! Bukankah calon suamiku Dirga?! Lalu kenapa kamu sok antusias kepadaku. Aku tidak suka jika kamu memperhatikan ku. Aku tidak nyaman." Rina segera berdiri walaupun kepalanya masih pening. Dia membuka matanya dengan lebar.
"Sayang ...." Intan melihat keadaan Eza. "Eh dasar ya kamu! Wanita tidak tau diuntung. Bukannya terima kasih kamu malah." Intan belum selesai berbicara Rina menatapnya tajam.
"Aku tidak menyuruh dia menyelamatkan ku!" seru Rina berjalan cepat. Jelas saja Intan terlihat kesal.
'Aku mengatakan sesuatu hal yang pernah kamu katakan kepadaku saat SMA. Hal yang paling menyakitkan adalah ketika kamu meminta aku untuk tidak memperhatikanmu. Ketika kamu merobek kertas yang di dalamnya sudah ku gambarkan wajahmu.' Rina menitihkan air mata dan segera berjalan cepat.
"Terima kasih, hiks hiks hiks. Semoga est ... kamu bahagia," ujar seorang wanita yang tersedu-sedu di hadapan Rina.
"Lain kali harus hati-hati Bu. Jangan sampai lengah," kata Rina. Ibu itu mengangguk pelan Rina pun segera pergi.
'Jangan ada kan lagi harapan. Jika pada akhirnya aku tidak berjodoh dengannya. Aku kira Engkau sudah mengambil nyawaku. Namun ternyata Engkau memberi aku kesempatan untuk hidup. Semoga kesempatan kedua ini adalah kebahagiaan mendatang. Aamiin,' batin Rina yang lalu melihat Dirga.
Langkahnya terhenti ketika melihat Dirga sedang asyik meminum arak dan ditemani dua wanita. Dia kembali lemas dengan apa yang dilihatnya.
Dia hanya mengeluarkan napas panjang lalu berjalan cepat. Seorang pemuda berdiri di hadapannya.
"Ini ponsel Mbak," kata pemuda itu menyodorkan ponsel Rina. Rina menerima dengan senyum singkat berlalu dengan langkah cepat.
Rina berhenti mengecek ponsel lalu mengetik. [Aku pulang lebih dulu.] Chat itu dikirimkan ke nomer Eza. Rina segera memilih ojek. Dia melihat tukang becak motor yang tidak lagi muda. Rina menghampiri kakek itu.
"Apa Kakek bersedia mengantarku?" tanya Rina dengan lemah lembut.
"Dengan senang hati. Mari," kata Kakek itu. Rina pun segera naik ke becak motor. Kakek itu mulai menjalankan motor tuanya.
Bersambung.
Hai Readers terima kasih banyak sudah berkenan baca. Aku mau saranin novel keren juga punya teman barang kali suka. Lovely Maid. by Dian98. dan Cinta Itu Gila. by Knisa. Terima kasih banyak.