Chereads / Terpaksa Mencintaimu / Chapter 15 - Bicara Sendiri.

Chapter 15 - Bicara Sendiri.

Setelah mengambil napas panjang-panjang Rina membuka matanya dan bergegas melepas gaunnya.

Rina sudah selesai ganti baju dia mengikat rambutnya kuncir kuda dan segera memakai hijabnya.

Rina pergi keluar kamar mandi untuk mencuci muka, dia membersihkan wajahnya dan saat berada di depan cermin. Terbesit ingatan ketika Dirga menyentuh pipinya.

"Ish." Merasa risih Rina terus menggosok pipinya sampai memerah. "Seharusnya aku bisa menjaga untuk suamiku nanti," gumamnya dengan nada penuh kemarahan.

Suara azan berkumandang karena dia sedang datang bulan. Dia segera mengambil ponsel dan mencoba menghubungi Hafiz.

Dia melangkah keluar dari kamar mandi, melihat Eza berangkat ke musala. Sementara Intan dan Dirga berjalan bersama ke suatu tempat.

'Ini semua di luar logikaku. Bagaimana bisa orang berkhianat seperti itu,' batin Rina terheran-heran.

Tring! Ting! Ting.

"Halo Assalamualaikum," jawab Rina menerima panggilan vidio call dari seorang wanita yang sangat manis. Bola mata wanita itu sangat bercahaya.

"Wa'alaikumsalam. Ini Rina kan?" tanya wanita itu. Rina tersenyum lalu melihat tempat duduk, dia duduk.

"Apa yang ini Kak Runia?" tanya Rina memastikan. Runia mengangguk pelan.

'Masya Allah cantiknya seperti bidadari. Seperti artis India. Mana mungkin Mas Hafiz tidak jatuh cinta? Sedang dia sangat terlihat ramah dan baik hati,' puji Rina dalam hati. Mata Runia begitu bening, bulu matanya sangat lentik.

"Apa kamu sedang sibuk Dik?" tanya Runia. Rina tersenyum sambil menggelengkan kepala.

"Masih ada waktu setengah jam, Alhamdulillah, akhirnya bisa silaturahim," ucap Rina terlihat sangat bahagia dan nyaman. Rina terus menatap kakak iparnya.

"Emmm. Bisa bantu aku?" tanya Runia, Rina terkejut dengan pertanyaan dari Runia.

"Iya Kak. Apa?" tanya Rina yang melihat kecemasan dari raut wajah Runia.

"Aku siap menerima pernikahanku. Namun, aku juga merasa sedikit patah hati. Jika Mas Hafiz sering menyibukan diri dengan pekerjaannya. Aku inginnya, kita sama-sama berjuang untuk mempertahankan rumah tangga. Dan aku belum melihat kesungguhan itu dari Mas Hafiz. Apa kamu punya cara? Aku tidak mungkin memiliki kriteria seperti mantan pacarnya. Aku ingin dia menerima aku sebagai istrinya. Bagaimana aku dan sikapku, kelebihanku dan kekuranganku. Aku mau belajar, dari hal kecil. Apa makanan kesukaan Mas Hafiz?" tanya Runia.

Hati Rina merasa sangat tersentuh dengan perjuangan Runia. "Ayo semangat kakak," kata Rina tersenyum namun juga dengan suara serak menahan haru.

"Bismillahirrahmanirrokhim," ucap Runia pelan. Jelas saja hati Rina bergetar hebat.

"Jadilah seorang wanita yang tegar dan selalu ceria. Mas Hafiz sangat suka dengan ... Banyak sih yang disuka. Dia kan emang suka makan hahaha," ujar Rina bercanda. Runia ikut tertawa.

"Hehehe. Alhamdulillah," ucap Runia, Rina terdiam dan menatap takjub gambar wanita dari dalam ponselnya.

"Setahuku asal jangan memakai penyedap rasa terlalu banyak. Dia juga tidak alergi terhadap apapun. Dia sangat suka ngemil. Apa di situ masih sering nonton bola atau kartun Spongebob?"

"Ha?" Runia terkejut dengan pertanyaan dari Rina. "Aku sering menonton, tapi sendiri. Aku kira dia tidak suka. Rina, apa kira-kira Mas Hafiz sangat membenciku?" Pertanyaan itu sontak membuat Rina terkejut.

"Pasti sangat tidak suka, karena pernikahan ini sangat mendadak. Pasti dia juga terpaksa mencintaiku," ujar Runia terlihat menyerah.

"Hai Kakak. Ini masih satu hari. Kakak harus terbiasa dengan diamnya. Sesekali cari perhatian, jika dia merespon positif. Pasti tidak membutuhkan waktu lama untuk mendatangkan cinta itu. Jangan pesimis tetap optimis. Cinta itu memang proses, apalagi pernikahannya hanya didasari keyakinan. Sesekali Kakak harus bertindak tegas. Suami Kakak, ya milik Kakak. Jadi misal ketika dia bosan berada di rumah. Ajaklah belanja, minta dia membantu barang bawaan Kakak. Tapi ... apa Kakak sudah mencintai Mas Hafiz?" tanya Rina, Runia tersenyum.

"Aku sering mengalami patah hati. Kali ini aku hanya benar-benar meyakini Mas Hafiz. Walaupun kasih sayang itu masih belum ada. Aku merasa ada sesuatu hal yang tidak bisa diungkapkan. Tapi ... Apa menurut kamu diam mau pergi keluar bersamaku?" tanya Runia menatap mata Rina.

"Yakin seratus persen. Mas Hafiz itu sangat tahu. Apa Kakak mengalami jika datang bulan sakit perut?" pertanyaan Rina sangat aneh.

"Kadang sakit."

"Yes! Mas Hafiz itu, kalau aku sedang datang bulan. Perhatian sekali. Ambillah kesempatan itu Kak. Tapi dasarnya aku memang manja sih, namun dia mengerti. Aku yakin Mas Hafiz juga akan melakukan hal yang sama kepada Kakak. Lalu bagaimana malam pertamanya?" tanya Rina sengaja memancing Runia.

"Hehehe. Kami saja masih canggung. Rina, terima kasih ya, kita sambung lagi nanti, dia pulang. Assalamualaikum," pamit Runia. Rina tersenyum.

"Wa'alaikumsalam."

Perasaan Rina lega saat kakak ipar menghubunginya. Rina berdiri dari tempat duduknya. Matanya tertuju kepada calon suami yang sedang bermesraan dengan calon kakak ipar.

'Bagaimana bisa aku memiliki imam yang tidak bisa sholat sama sekali? Rasanya aku ingin menyerah menjalani hidup ini. Astagfirullah ....' Rina mengusap wajahnya.

Eza keluar dari musolah, Rina menggigit bibirnya terlihat dia sangat cemas. 'Bagaimana jika Kak Eza tau perselingkuhan mereka?' tanya Rina dalam hati lalu meneguk ludah.

Di manapun tempatnya Dirga dan Intan sama sekali tidak peduli. "Jika Kak Eza menoleh apa yang akan terjadi kira-kira?" gumamnya bertanya. Dia sangat gugup sambil menceklukkan jari-jari tangannya.

Eza menoleh ke arah Dirga dan Intan yang sedang saling suap-menyuapi. Rina menutup wajah dengan kedua tangannya yang dingin dan berkeringat.

Dia merenggangkan jari-jarinya dan melihat Eza yang menghampiri Dirga dan Intan dari sela jari yang menutupi wajahnya.

"Kalian calon kakak adik ipar. Tidak sepantasnya mesra! Dirga jangan macam-macam kamu!" tegur Eza masih wajar.

"Lagian Dirga bisa memberi apa yang aku minta. Kamu sih kelamaan jauh," celetus Intan. Rina menutup mulut.

"Apa maksudmu?! Apa Dirga." Belum selesai Eza berbicara Intan segera mencium pipi Eza.

"Jangan marah-marah. Kamu jangan meragukanku. Kalau kamu meragukanku, aku tidak ragu untuk meninggalkanmu," bujuk Intan dengan nada bicara khas lemah lembut. Rina berbalik badan dan berjalan pelan.

"Jangan marah-marah. Kamu jangan meragukanku. Huek." Rina menggaruk kepalanya setelah mengikuti cara bicara Intan dengan memiringkan bibir.

"Rasanya ingin muntah, jika mendengar suaranya, hehehe, kenapa aku gila dan terus bicara sendiri. Astagfirullah ...." Rina menggrutu sendiri.

'Sesekali menghibur diri Rina, hehehe. Malu Rina jika dilihat orang,' bicara dalam hati.

"Huft ...."

Mendengar rayuan Intan. Rina merasa muak dan tidak ingin mendengarkan percakapan itu lagi. "Aku sudah tegang dan sekarang lemas, aku kira Eza akan marah, eh ternyata. Luluh hanya dengan ciuman begitu saja. Sangat konyol." Rina menatap langit yang tiba-tiba mendung pekat, dia seperti hilang harapan.

"Huft ... Ayah, Bunda semoga Allah memberi kesehatan untuk kalian. Semoga Allah memberikan kesempatan untuk membahagiakan kalian dengan baktiku. Aamiin." Rina menurunkan wajah lalu mengusap wajahnya.

Bersambung.